BLOGSPOT atas

Tuesday, March 3, 2009

Sukuk: Mengejar Ketertinggalan dari Malaysia

Selasa, 3 Maret 2009 | 05:38 WIB

Salah satu kejayaan Malaysia yang membuat Indonesia tidak berarti dalam pergulatan pasar modal dunia adalah penerbitan obligasi berbasis syariah atau akrab dikenal sukuk. Penerbitan sukuk dalam mata uang ringgit di pasar domestik Malaysia telah mendominasi seluruh penerbitan sukuk di dunia selama kurun waktu 2002 sampai 2005.

Pada tahun 2007, sebanyak 76 persen dari obligasi yang diterbitkan Pemerintah Malaysia adalah berbentuk sukuk. Adapun Pemerintah Indonesia baru menerbitkan sukuk dua kali, yakni pada Agustus 2008 dan Februari 2009.

Dua seri sukuk pemerintah yang terbit pada Agustus 2008 diserap pasar senilai Rp 4,699 triliun dan masuk ke APBN 2008. Adapun pada penerbitan sukuk ritel Februari 2009 senilai Rp 5,556 triliun, dan kemudian digunakan untuk membiayai defisit APBN 2009.

Bandingkan dengan Malaysia yang sukses menerbitkan sukuk pada denominasi ringgit senilai 39,548 miliar dollar AS antara tahun 2002 dan Oktober 2008. Ini belum termasuk sukuk yang diterbitkan dalam denominasi dollar AS.

Sigit Pramono dan A Aziz Setiawan, peneliti dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, dalam sebuah artikelnya, menyebutkan, potensi besar penerbitan obligasi syariah internasional, baik oleh perusahaan maupun pemerintah, belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Indonesia, termasuk badan usaha milik negara (BUMN). Padahal, instrumen ini sudah lama dimanfaatkan oleh banyak negara.

Lihat catatan Departemen Keuangan yang menunjukkan, penerbitan sukuk internasional terus meningkat. Pada tahun 2002, penerbitan sukuk masih 4,9 miliar dollar AS. Jumlah itu meningkat berlipat kali pada tahun 2007 menjadi lebih dari 30,8 miliar dollar AS. Jumlah ini makin meningkat pada 2008 yang mencapai 84,1 miliar dollar AS. Sementara, Indonesia belum sekalipun memasuki pasar sukuk internasional.

Serangan teroris

Dirjen Bimbingan Organisasi Masyarakat Islam, Departemen Agama, Nazaruddin Umar mengatakan, Malaysia memperoleh manfaat sangat besar pascaserangan teroris ke World Trade Centre (WTC) dan Markas Pentagon pada 9 September 2001. Dampak peristiwa itu adalah banyak dana asal Timur Tengah yang dicurigai sebagai sumber dana teroris. Akibatnya, para pemilik dana di negara-negara Arab mulai khawatir akan adanya pembekuan uang mereka di Amerika Serikat.

Atas dasar itu, mereka menarik dananya dari Amerika Serikat dalam jumlah besar. Tempat pengalihan itu, antara lain, Malaysia, yang sudah siap dengan sukuk pertamanya sejak tahun 2002. Setidaknya ada dana 800 miliar dollar AS yang ditarik dari Amerika Serikat saat itu, dan hingga saat ini masih mencari tempat untuk berinvestasi.

Hasil survei Islamic Finance Service Malaysia menunjukkan, pasar obligasi syariah dunia tahun 2005 tumbuh hingga 300 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ini disebabkan berbagai faktor. Pertama, posisi obligasi syariah di Malaysia pada akhir tahun 2004 telah berhasil mencapai 6,7 miliar dollar AS.

Kedua, penjualan obligasi Pemerintah Pakistan pada bulan Januari 2005 yang mencapai 600 juta dollar AS, padahal permintaan yang masuk lebih besar dua kali lipat, yakni 1,2 miliar dollar AS. Ketiga, pada tahun 2005, Bank Pembangunan Islam (IDB) mengeluarkan obligasi syariah senilai 500 juta dollar AS.

Keempat, penjualan obligasi syariah di Bahrain diperoleh dana sebesar 152,2 juta dollar AS. Dan kelima, adanya penjualan obligasi syariah oleh dua perusahaan penjamin emisi global ternama, seperti CitiGroup dan HSBC Bank yang mencatat nilai 600 juta dollar AS.

Dengan kondisi itu, Sigit Pramono dan A Aziz Setiawan mengutarakan, sukuk merupakan sumber pembiayaan yang sangat menjanjikan. Apalagi, Indonesia membutuhkan dana dalam jumlah signifikan untuk membangun infrastruktur.

Sukuk istishna

Indonesia seharusnya bersiap dengan mengajukan proyek-proyek yang layak untuk dibiayai oleh pembiayaan syariah karena banyak pemegang dana di dunia yang mencari infrastruktur untuk dibiayai. Mekanisme pembiayaan proyek melalui sukuk sudah banyak dikenal di dunia, yakni sukuk istishna. Sementara, Pemerintah Indonesia baru berhasil menerbitkan sukuk yang didasari oleh jaminan aset dengan transaksi sewa menyewa kekayaan, yakni ijarah.

Saat ini, kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur di Indonesia hingga tahun 2014 mencapai Rp 1.429 triliun. Sementara, pemerintah hanya mampu memenuhi Rp 451 triliun dari kebutuhan itu. Kekurangan Rp 978 triliun diharapkan ditutupi dari berbagai sumber, di antaranya, pihak swasta yang diharapkan berkontribusi Rp 365,36 triliun lewat proyek public private partnership (kemitraan swasta dan masyarakat/PPP).

Namun, mengundang pihak swasta untuk ikut serta bukan perkara mudah, apalagi di saat likuiditas sedang sangat ketat saat ini akibat krisis keuangan global. Dalam kondisi inilah, pembiayaan syariah diharapkan mengambil posisi strategis.

Jika dalam satu kali lelang sukuk internasional, seperti di Pakistan pada tahun 2005, ada kelebihan penawaran hingga 1,2 miliar dollar AS, maka sumber pembiayaan untuk proyek dengan menggunakan sukuk istishna sangat besar.

Jika setiap dollar AS setara Rp 11.000, maka dana berlebih yang tidak terserap dalam satu kali lelang sukuk mencapai Rp 13,2 triliun. Itu cukup menjanjikan untuk membiayai proyek-proyek.

Departemen Keuangan mengaku sudah menyampaikan permintaan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk memperoleh daftar proyek infrastruktur yang layak dibiayai sukuk. Namun, realisasi penerbitannya mungkin baru terjadi di semester II-2009.

Sebaiknya bergegas

Indonesia sebaiknya bergegas karena Pemerintah Malaysia sudah memulai pembiayaan proyek infrastruktur dengan sukuk, sejak tahun 2005, melalui perusahaan bentukan sendiri, yakni Cagamas Berhad.

Cagamas dimodali 150 juta ringgit dan langsung menerbitkan sukuk untuk membiayai proyek perumahan bagi pegawai negeri aktif. Setelah aktif mempromosikan sukuk di Hongkong, Singapura dan Timur Tengah, mereka memperoleh dana 2,05 miliar ringgit bagi pegawai negeri mereka.

Sukuk memang diterbitkan bukan untuk membuat aset berkurang, tetapi justru sebaliknya, membuat penerbitnya bertambah kaya. Jika penerbitnya pemerintah, maka tujuan sukuk adalah menambah kesejahteraan rakyat.(Orin Basuki)

Kompas

No comments: