BLOGSPOT atas

Thursday, March 5, 2009

[Kompas 100]: International Nickel Indonesia: "An Efficient Nickel Miner"

Bagian 24 dari 100

Kamis, 5 Maret 2009 | 07:21 WIB

Produser The Italian Job memang tepat memilih Mini Cooper. Secara finansial, terutama dalam proses produksi, sebenarnya ini bisa merupakan keputusan yang salah. Seperti yang ditulis di Wikipedia, mobil Mini Cooper yang dipakai di film tersebut dibeli dengan harga pasar. Padahal, Fiat menawarkan gratis mobil mereka untuk dipakai dalam film tersebut, bahkan memberikan tambahan uang.

Tapi, produser film tersebut tidak berpikir jangka pendek. Dia ingin mobil yang masuk di sana bukan sekedar numpang lewat tapi memang masuk menjadi bagian dari cerita dengan karakter yang kuat. Dan seperti kita ketahui, Mini Cooper di film tersebut terlihat sebagai mobil yang efisien yang mampu membawa beban berat tapi tetap tangguh dan lincah dalam melakukan berbagai manuver.

Tentu sungguh menarik kalau dunia bisnis punya perusahaan yang punya karakter seperti Mini Cooper dalam The Italian Job. Maklum, dunia bisnis sering menghadapi kondisi yang berubah drastis. Kalau perusahaan tidak bisa efisien dan tangguh serta lincah dalam menghadapi lingkungan bisnis yang berubah drastis, tentu akan punya masalah dalam menjaga kelangsungan usaha.

Industri yang bergerak di bisnis komoditi adalah contoh industri yang menghadapi perubahan lingkungan yang drastis. Sebelum munculnya kasus Lehman Brothers, semua perusahaan yang bergerak di bisnis komoditi seolah-olah kejatuhan hujan emas. Tapi setelah kasus itu muncul, yang diiringi dengan kepanikan di seluruh dunia, harga komoditi jatuh dan perusahaan yang bergerak di bisnis ini menghadapi perubahan situasi 180 derajat.

Ini yang misalnya yang terjadi pada komoditas nikel dimana harganya sempat di sekitar 51,000 dollar AS per ton di pertengahan 2007 dan kini di harga $9,500 per ton. Sehingga perusahaan yang bergerak di bisnis ini, seperti PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO), menghadapi kondisi yang bertolak belakang dalam kurun waktu 1 tahun. Melemahnya pasar nikel dunia bahkan membuat laba bersih INCO tahun 2008 turun 69,4% dibandingkan laba tahun sebelumnya.

Kami yakin sebagai anak perusahaan Vale Inco, produsen nikel terbesar kedua dunia setelah Norilsk Nickel dari Russia, INCO memang tidak gampang digoyahkan oleh penurunan tersebut. Perusahaan yang sudah beroperasi di Indonesia sejak 1968 ini memang melihat prospek jangka panjang dari bisnis nikel. Ini sesuai dengan Kontrak Karya dengan pemerintah yang baru saja diperpanjang hingga tahun 2025. Kontrak Karya ini mencakup wilayah 218,529 hektar di wilayah Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara.

Wilayah kerja INCO sendiri sebagian besar berada di Sorowako, yang merupakan salah satu sumber nikel terbesar di dunia, disamping Cuba dan New Caledonia. INCO juga sedang melakukan pengembangan pada areal baru di wilayah Bahodopi dan Pomalaa, yang juga menjanjikan sumber nikel yang berlimpah. Adapun jenis nickel yang ditambang oleh INCO adalah nickel laterite, yang diperkirakan akan berkembang menjadi sumber nikel terpenting untuk memenuhi kebutuhan dunia. Sehingga tampaknya perusahaan tidak perlu khawatir lagi dengan kecukupan cadangan nikel yang dimiliki.

INCO sendiri sebenarnya hanya menghasilkan nickel matte, yang masih harus diproses lagi. Nickel matte dari INCO seluruhnya dijual berdasarkan kontrak penjualan jangka panjang dengan dua pemegang saham terbesarnya, Vale Inco dan Sumitomo. Dengan kontrak yang bersifat “wajib dibeli” ini, sebenarnya INCO tidak perlu khawatir lagi mengenai marketing dan sales. Hanya saja, harga jual nickel matte berdasarkan harga internasional –dalam hal ini harga London Metal Exchange– yang, seperti dibahas sebelumnya, berada diluar kendali INCO sendiri.

Di sinilah letak tantangan kedepan bagi INCO, yang sejak 2006 dipimpin oleh Arif S. Siregar. Tanpa ada kemampuan untuk mengendalikan harga, satu-satunya cara perusahaan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan adalah dengan manajemen proses, yang secara spesifik berarti mengendalikan cost tanpa mengorbankan quality dari hasil ataupun kemampuan untuk delivery sesuai perjanjian.

Upaya mempertahankan kualitas oleh INCO ditunjukkan salah satunya dalam keberhasilannya memperoleh akreditasi ISO 9001 versi 2008. Sedangkan upaya cost cutting antara lain dilakukan dengan mengalihkan sumber energi pembangkit listrik dari bahan bakar fosil ke alternatif yang lebih murah, seperti penggunaan PLTA. Perbaikan jalan tambang untuk memperlama umur pemakaian ban kendaraan transportasi juga merupakan upaya lain peningkatan efisiensi INCO.

Jika INCO mampu bertahan melewati pelemahan pasar nikel dunia dengan manajemen proses yang mampu menekan cost produksi, tanpa menghentikan upaya pengembangan usaha melalui persiapan areal baru, maka saat krisis berlalu dan market demand nikel di dunia mulai meningkat, resources INCO akan siap untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

"Philip Kotler's Executive Class: 83 Days To Go"

New Wave Marketing Hermawan Kartajaya,Taufik

Kompas

No comments: