BLOGSPOT atas

Sunday, March 8, 2009

Dari Kandangan Menuju London

Minggu, 8 Maret 2009 | 07:02 WIB

Bentuk radio itu sederhana. Rangka tubuhnya dari kayu pinus dan sonokeling berukuran sekitar 19 x 12 x 13 cm, hanya dihiasi dua tombol di bagian depan. Satu untuk volume suara dan satu untuk mencari gelombang suara.

Di bagian belakang ada kancing sisip untuk membuka kotak tempat baterai. Benar-benar mengingatkan pada radio tahun 1960-an, minus layar pencari frekuensi.

Meski begitu, radio ini adalah karya yang mampu membaca semangat zaman. Perancangnya, Singgih Susilo Kartono (40), membuat radio itu dari kayu dan juga menanam pohon calon bahan baku pembuat radio, yaitu sonokeling dan pinus (Kompas, 15/10/2008).

Semua dia lakukan dari Kandangan, sekitar delapan kilometer di utara Temanggung, Jawa Tengah.

Indonesia dikenal dengan hutan tropisnya. Harus ada produk kayu dari Indonesia yang menjadi ikon dunia. Tampaknya usaha saya mulai berhasil. Kalau mencari wooden radio di internet, Magno keluar di urutan pertama,” kata lulusan desain produk Institut Teknologi Bandung, 1992, itu dalam percakapan kembali dengan Kompas dua pekan lalu.

Magno, kata Singgih lagi kepada Kompas di Jakarta, Senin (2/3), saat mengurus visa ke Inggris, berasal dari kata magnifying glass atau kaca pembesar, produk pertama yang dia ciptakan.

”Maksudnya, memperkenalkan kehidupan desa dan memperlihatkan jiwa produk saya,” kata Singgih yang bersama istrinya, Tri Wahyuni, membuat PT Piranti Works pada 2003 dan mengawali usaha dari ruang tamu.

Magno menjadi merek barang kayu fungsional ukuran kecil buatan Singgih, ikonnya radio yang peralatan elektroniknya dari Panasonic dan dapat dihubungkan dengan iPod dan MP3 lain.

Maka, kesederhanaan radio kayu Magno justru mendatangkan rasa dekat. Serat kayu terlihat jelas karena Singgih menggunakan minyak kayu dalam pengerjaan akhir. Tanpa layar penunjuk gelombang, pemilik radio harus memakai perasaan saat mencari stasiun radio favorit meskipun untuk radio ukuran lebih besar Singgih menyediakan layar pencari gelombang.

Begitulah konsep Singgih. Demi penghargaan pada sumber daya alam dia membuang segala pernak-pernik tidak mendasar sebagai tandingan terhadap nafsu mengada-adakan yang tidak esensial.

Mendunia lewat internet

Sejak awal Singgih menyasar pasar ekspor. Dia bersikukuh produknya harus memakai merek Magno, mencantumkan nama dia sebagai perancang karena produknya dibangun dengan konsep dan latar belakang, dan asal produk.

Sikap hidupnya yang melihat gelas sebagai setengah penuh membuahkan hasil. Prototipe radio Magno yang memenangi juara dua kompetisi desain International Design Resource Association di Seattle tahun 1997 menarik perhatian mitra penyelenggara pameran dari Jepang. Maka, mulai pertengahan 2005 radionya dipesan profesor desain di Jepang walau jumlahnya kecil.

Itu menjadi lompatan besar pertama Singgih karena pembeli di Jepang memasukkan Magno di dalam situs internet www.ecomiyage.com. ”Itu toko internet pertama saya. Setelah ada di internet Magno jadi mendunia,” kata Singgih.

Keberhasilan masuk ke pasar Jepang menjadi kunci yang membuka pintu ke banyak tempat. Magno dengan radio sebagai ikon, kini dijual melalui internet di Amerika Serikat untuk pasar Kanada, AS, dan sebagian Eropa; Jerman untuk pasar Eropa; dan segera di Shanghai untuk Hongkong, Taiwan, dan daratan China; Korea; dan Australia.

Tanggal 18 Maret Singgih akan menerima penghargaan Brit Insurance Design of The Year 2009 kategori desain produk untuk radio kayunya dari Design Museum London.

Sebelumnya, Magno mendapat Good Design Award kategori inovasi dan eksperimental desain dari Japan Industrial Design Promotion Organization (2008); Grand Award dari Design for Asia Award, Hong Kong Design Centre (radio, 2008); Index Award di Denmark (2008); dan Design Plus Award di Ambiente, Frankfurt, Jerman (Februari 2009).

Kini Singgih dan Tri Wahyuni sudah memberdayakan 30 penduduk Kandangan dalam Piranti Works dengan mengajak mereka mengikuti tuntutan kerja industri: memenuhi standar kuantitas, kualitas, harga, kontinuitas, dan waktu meskipun kerja itu mengandalkan tangan dan menjaga kelestarian lingkungan. Dan, Singgih kini ditantang pertanyaan, apa produk berikut setelah radio? (Ninuk Mardiana Pambudy)

Kompas

No comments: