BLOGSPOT atas

Saturday, March 21, 2009

[Kompas 100]: Yanaprima Hastapersada: A Promising Polypropylene Bag Player

Bagian 39 dari 100

Sabtu, 21 Maret 2009 | 22:47 WIB

SIDOARJO memang sekarang lebih terkenal karena lumpurnya. Mungkin itulah sebabnya tidak banyak yang pernah dengar perusahaan bernama PT Yanaprima Hastapersada Tbk (YPAS). Padahal, dengan memiliki pabrik di lahan seluas sekitar 4 hektar di Sidoarjo, perusahaan ini adalah salah satu perusahaan produsen polypropylene bag –atau karung plastik– terbesar di Indonesia, yang menjadi market leader di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

YPAS, yang berdiri sejak tahun 1995 dan mulai berproduksi sejak 1997, diawali dari kejelian para pendirinya dalam melihat adanya kecenderungan transisi dari penggunaan karung goni yang waktu itu masih banyak dipakai untuk produk gula, menuju karung plastik. Perubahan ini didorong juga oleh terus meningkatnya harga bahan baku karung goni. Ini didukung pula oleh berkembangnya tuntutan pasar akan jenis karung yang lebih tahan terhadap berbagai kondisi alam, sehingga lebih mampu menjaga ketahanan bahan pangan yang disimpan.

Langkah ini terbukti tepat. Diawali dengan memenangkan kontrak menyuplai karung untuk Bulog, kini YPAS sudah menjadi produsen karung plastik terbesar ketiga di Indonesia, dengan berhasil mendapatkan berbagai pelanggan loyal dari seperti BUMN, pabrik penggilingan, petani pedalaman, dan industri kecil. Dimulai dengan hanya 3 lini produksi saat pendiriannya, kini YPAS memiliki 8 lini produksi dengan kapasitas sekitar 1.300 ton per tahun.

Salah satu pemicu pertumbuhan YPAS adalah langkah strategisnya pada tahun 1998, tidak lama setelah mulai beroperasi, untuk merambah pasar ekspor. Dengan menjual produknya hampir ke setiap benua, terutama ke negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand, kini YPAS mengekspor sekitar 30% dari total produksinya. Di sini YPAS cukup fleksibel dalam mengatur tujuan pasar ekspornya, ini terlihat pada langkahnya baru-baru ini saat mengalihkan ekspornya dari negara-negara Asia Tenggara, yang kini ekonominya sedikit melemah, ke Timur Tengah.

Tahun 2005, YPAS mencoba memasuki pasar baru, yaitu karung semen. Namun ini tidak berarti meninggalkan kompetensi utama mereka, karena karung yang diproduksi adalah tipe PP sandwich bags, yang terdiri atas lapisan kertas kraft yang diperkuat dengan lapisan polypropylen. Produk ini cukup unik, karena meskipun lebih mahal dari kantong semen biasa, namun sandwich bags ini lebih kuat. Sehingga tipe ini kebanyakan digunakan untuk transportasi semen antar pulau. Walaupun pasarnya relatif masih kecil, namun YPAS mampu melihat peluang yang masih terbuka di kategori ini. Divisi kantong semen kini menyumbang sekitar 15% dari penjualan total perusahaan, dengan pembeli utama Semen Gresik, Semen Tonasa, dan Indocement.

Sebagai pemain ketiga dalam hal kapasitas produksi, tentunya YPAS tidak bisa berkompetisi hanya dengan cara jor-jor-an modal. YPAS harus mencari differensiasi yang kuat untuk bersaing. Dalam hal ini, YPAS mengandalkan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan bertindak sebagai pionir dalam produksi produk-produk baru. Walau sebenarnya ”inovasi” bisa dikatakan generic di kebanyakan kategori industri, dalam bisnis karung plastik, yang cenderung tidak banyak berubah, hal ini bisa menjadi keunggulan yang cukup signifikan.

Setelah tahun 2005 menjadi pionir dalam produksi karung BOPP (Biaxially Orientated Polypropylene), tahun 2008 YPAS kembali menjadi yang pertama di Indonesia dalam mengembangkan teknologi kantong semen yang hanya menggunakan 1-lapis (1-ply) polypropylen. Walaupun harganya lebih mahal, tipe ini adalah jenis yang dominan digunakan di luar negeri. Sehingga YPAS melihat bahwa kedepannya mayoritas pabrik-pabrik semen Indonesia akan beralih menggunakan produk ini.

Jika YPAS kembali tepat dalam melihat trend perubahan tipe karung semen, sama seperti pada tahun 1990-an mereka berhasil memprediksi peralihan dari karung goni ke karung plastik, maka tidak mustahil YPAS bisa berkembang menjadi salah satu produsen karung semen dan karung plastik yang dominan di Indonesia.

"Philip Kotler's Executive Class: 68 Days To Go"

Hermawan Kartajaya, Taufik

Kompas

No comments: