BLOGSPOT atas

Saturday, March 14, 2009

[Kompas 100]: Hexindo Adiperkasa: A Strong Alternative in the Heavy Equipment Industry

Bagian 32 dari 100

Sabtu, 14 Maret 2009 | 12:12 WIB

Tak banyak perusahaan yang mau meniru Avis. Untuk kurun waktu yang begitu panjang, perusahaan car rental ini menyatakan sesuatu yang hingga kini tak banyak perusahaan yang meniru, “We are number two, so we try harder.” Soalnya tidak enak kalau bertahun-tahun hanya menjadi nomor dua dan mesti secara terbuka mengakuinya. Apalagi kalau di lapangan, orang cenderung lebih mengapresiasi yang nomor satu dibandingkan dengan yang nomor dua.

Yang menarik, dalam sebuah survei yang dilakukan Brand Keys di tahun 1999 dan 2000, Avis menduduki urutan pertama untuk Loyalty Rating dalam kategori car rental, alias lebih baik dari perusahaan yang memang menjadi market leader selama bertahun-tahun, yaitu Hertz. Dengan hasil seperti itu, paling tidak Avis menunjukkan bahwa apa yang ada di pernyataannya di atas memang benar-benar dilakukan, dan bonusnya adalah hal tersebut ternyata diapresiasi pelanggannya.

Kenyataan di lapangan memang menunjukkan bahwa ada konsumen yang merasa lebih cocok mendapatkan layanan dari perusahaan yang bukan nomor satu. Ini karena perusahaan yang bukan nomor satu tersebut mampu menawarkan sesuatu yang tidak bisa ditawarkan pemain nomor satu, mulai dari harga yang lebih kompetitif sampai keunikan service offerings. Inilah yang misalnya dilakukan PT Hexindo Adiperkasa Tbk (Hexa).

Hexa adalah agen tunggal alat berat merek Hitachi yang banyak digunakan di lokasi pembukaan hutan ataupun pertambangan di Kalimantan. Mereka punya dump truck raksasa seperti EH5000 yang mampu mengangkat beban hingga 300 ton atau pun excavator model EX8000 yang mampu menampung hingga 40 m3 di dalam bucket-nya. Ini tentu mengagetkan banyak orang yang selama ini mengenal Hitachi sebagai merek elektronik.

Dengan bisnis utama masih berkisar di sekitar elektronik dan teknologi tinggi, Hitachi jelas lebih dikenal sebagai merek elektronik dibandingkan peralatan berat. Kebetulan konglomerat global ini asal mulanya adalah toko reparasi barang elektronik yang didirikan Namihei Odaira di Jepang di tahun 1910.

Hexa sendiri sebenarnya sudah berdiri di tahun 1988, namun baru ditunjuk secara resmi menjadi distributor tunggal Hitachi Heavy Equipment di Indonesia pada tahun 1990. Ini merupakan pilihan strategis karena meski peralatan berat di dunia masih dikuasai raksasa besar Komatsu dan Caterpillar, Hitachi adalah market leader untuk kategori large hydraulic excavator. Dengan penunjukkan ini, Hexa mulai berkembang di bisnis pemasaran dan distribusi heavy equipment, hingga pada tahun 1994 memutuskan untuk go-public.

Tahun 1999, Hexa mendirikan pabrik remanufacturing untuk semakin memperluas lini bisnis mereka, dan tahun 2003, Hexa ditunjuk sebagai distributor peralatan kehutanan John Deere. Ini semakin memperkuat posisi Hexa dalam sektor forestry, dengan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memberikan one-stop-solution bagi customers di sektor ini.

Dengan dukungan Hitachi dan John Deere, ditambah dengan izin distribusi merk-merk Rotobec, Waratah, Atlat Copco, dan Donaldson, Hexa dapat tumbuh dengan cepat. Perusahaan yang dimiliki oleh Hitachi Construction Machinery Co, Ltd (48,59%) dan Itochu Corporation (22,55%) ini mencatat kenaikan laba bersih sebesar 358,38% pada tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya, ditopang dengan penjualan yang naik sebesar 53,42%. Beberapa estimasi analis bahkan menyebut Hexa sebagi pemain kedua di industri peralatan berat di Indonesia dengan memegang pangsa pasar sebesar 25%, di belakang PT United Tractors Tbk, dengan merk Komatsu-nya, yang memegang 50% pasar.

Walaupun industri alat berat di tahun 2009 diperkirakan akan mengalami penurunan, Hexa hingga bulan Maret sudah berhasil menutup 3 kontrak baru dengan total nilai 175 juta dollar AS. Ini sudah mencapai sekitar 75% dari target penjualan tahun 2009, sebesar Rp 2,7 triliun. Ini prestasi yang cukup spektakuler. Tampaknya Hexa masih on-track untuk setidaknya mempertahankan kinerja perusahaan seperti pada tahun sebelumnya.

Meski demikian, melihat krisis global yang sedang memengaruhi Indonesia, Hexa pasti akan terus menghadapi persaingan berat, terutama dari para pesaing dekatnya United Tractors dan Trakindo (Caterpillar). Di saat kompetitornya sudah mencoba menawarkan total solution dengan menyediakan peralatan yang lengkap untuk keseluruhan value chain proses produksi konsumen, Hexa harus menemukan pula competitive advantage yang bisa mereka tawarkan melebihi kompetitornya.

Distribusi peralatan John Deere tentunya memang diharapkan memperkuat posisi Hexa, terutama untuk customer forestry. Namun, pelanggan utama peralatan berat masih berada di industri mining. Di sinilah Hexa dihadapkan pada tantangan, apakah tetap memperkuat posisinya di forestry dan agro-industry dengan me-leverage kemampuannya menyediakan one stop solution, dan berkembang ke layanan lain di value chain industri tersebut? Atau memilih untuk head-on dengan kompetitor dan secara maksimal mengerahkan resources-nya untuk menggarap industri mining.

Jika Hexa berhasil mengambil keputusan yang tepat, sesuai dengan core-competence yang benar-benar dimiliki perusahaan, maka Hexa akan mampu menjaga sustainability dari pertumbuhannya selama ini dan terus menjadi salah satu pemain yang diperhitungkan dalam industri heavy equipment di Indonesia.

"Philip Kotler's Executive Class: 74 Days To Go"

Hermawan Kartajaya,Taufik

Kompas

No comments: