BLOGSPOT atas

Thursday, April 16, 2009

[Kompas 100]: Jasa Marga: "The Most Financially Stable Toll Operator"

Bagian 64 dari 100

Kamis, 16 April 2009 | 06:59 WIB

Di akhir tahun 70-an dan awal 80-an serial televisi CHiPs (California Highway Patrol) jadi favorit banyak penonton.

Itu bukan hanya karena serial tersebut disiarkan di satu-satunya stasiun TV saat itu, TVRI, tapi juga karena kisahnya yang unik: polisi patroli jalan tol. Buat penonton Indonesia yang tinggal di kawasan Jakarta, Bogor dan Ciawi, film itu seperti jadi pendorong agar mereka menggunakan jalan tol pertama di Indonesia, yang diselesaikan di tahun 1978, yang disebut jalan tol Jagorawi. Karena tokoh-tokoh dalam serial tersebut, yang dibintangi antara lain oleh Larry Wilcox dan Erik Estrada, adalah polisi jalan tol, maka adegannya banyak dilakukan di jalan tol.

Tentu ini tidaklah mudah, terutama mengingat siaran ini berjalan selama lebih dari tiga tahun. Untunglah di California ada sejumlah ruas jalan tol yang belum selesai dibangun dan memang bisa digunakan untuk pengambilan gambar. Dan karena belum dipakai secara resmi, maka jalan tol yang mulus dan terlihat nyaman begitu sering terekspos di serial ini.

Mirip dengan yang muncul di serial CHiPs, jalan tol Jagorawi pada tahun-tahun pertamanya bukan hanya terlihat mulus tapi juga lega. Tapi seiring dengan populernya jalan tol ini, maka jalan yang mulus, dan mungkin yang terbaik di Indonesia hingga saat ini, menjadi tidak lega. Maklum jumlah kendaraan yang lewat di jalan ini sangat tinggi.

Dan karena para pengguna mobil punya alternatif jalan yang terbatas, maka bisa dibayangkan betapa enaknya perusahaan yang memiliki ruas jalan tol tersebut, yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR). Perusahaan ini bukan hanya menguasai jalan tol pertama di Indonesia, tapi juga sejumlah ruas tol lain yang juga padat sekali, termasuk jalan tol dalam kota Jakarta. Yang menarik, ternyata di sejumlah ruas jalan tol yang sudah jadi dan tidak lagi membutuhkan investasi yang besar, JSMR mendapatkan perpanjangan konsesi pengelolaan, dan disebut-sebut sebagai yang terpanjang di Asia.

Dengan memiliki tipe ruas jalan tol yang semacam itu, JSMR seolah-olah memiliki mesin cetak uang yang stabil berproduksi selama waktu yang panjang. Tentu dalam kondisi seperti itu, JSMR jadi punya napas yang lebih lega ketika mesti membangun ruas jalan tol baru yang investasi dan proses pembangunannya kini semakin mahal. Soalnya JSMR tetap bisa menambah ruas jalan tol yang dimiliki tanpa mesti menguras habis mesin cetak uangnya.

Tapi, seperti halnya jalan tol dimanapun, JSMR tidak bisa “mencetak uang” sesuka hati, karena tarif jalan tol ditetapkan oleh pemerintah. Bisa jadi karena tarifnya memang murah, maka volume kendaraan yang lewat menjadi begitu besar. Oleh sebab itu, meski margin yang diperoleh tidak tinggi, JSMR berusaha semaksimal mungkin memuaskan para pengguna ruas jalan miliknya.

Perusahaan ini, misalnya, begitu paham akan pentingnya interaksi antara elemen-elemen pendukung jalan raya. Di jalan tol Indonesia, pengendara mobil pasti berinteraksi dengan penjaga gerbang tol. Jika kemudian mogok, pengguna mobil harus berinteraksi pula dengan petugas mobil derek tol.

Dan itu memang diperhatikan JSMR sehingga memiliki standar operasional jalan tol yang tinggi. Berbeda dengan jalan tol di Singapura, dimana mobil yang lewat sebuah ERP gate bisa secara otomatis membayar tol melalui sebuah smart card, gerbang tol di Indonesia masih dioperasikan oleh frontliner. Meski interaksinya hanya beberapa detik saja, kesan pelayanan prima tetap harus dipelihara. Selain itu, mobil derek juga dioperasikan oleh frontliner. Karena itu, kualitas pelayanan menjadi penting bagi JSMR. Dan pencapaian standar kualitas yang tinggi mungkin bisa menjadi “obat” yang ampuh ketika tarif jalan tol naik.

Pencapain kualitas touchpoint yang tinggi bahkan terus dinaikkan standarnya dari waktu ke waktu. Perlahan-lahan, pelayanan transaksi jalan tol dibenahi. Mulai dari sistem antrian jalan tol yang perhitungan waktu standar dan jumlah gerbangnya dibuat sesuai simulasi traffic sampai diterbitkannya e-toll card bekerja sama dengan Bank Mandiri. Dengan demikian, JSMR tidak hanya menjadi Indonesia’s leading toll road corporation tetapi juga menjadi semakin customer-oriented.


"Philip Kotler's Executive Class: 41 Days To Go"

Hermawan Kartajaya, Taufik

Kompas

No comments: