BLOGSPOT atas

Wednesday, February 11, 2009

[Kompas 100]: Danamon: "A Unique Multi-Specialist Bank"

Rabu, 11 Februari 2009 | 07:51 WIB

Tidak mudah untuk menjadi pemain di industri perbankan Indonesia, terutama kalau tidak masuk dalam empat besar dalam ukuran aset. Inilah yang antara lain dihadapi oleh PT Bank Danamon Indonesia, Tbk (BDMN), yang merupakan bank kelima terbesar dalam segi asset. Kebetulan, pada saat ini perbedaan total aset antara pemain keempat dan kelima terbesar cukup jauh.

Tapi kondisi tersebut rupanya jauh-jauh hari sudah diperhitungkan oleh BDMN, terutama kalau mengingat bahwa empat besar bank di Indonesia punya presence dan business network yang tidak gampang ditandingi oleh pemain lain. Dan apa yang dilakukan BDMN? Being different!

Dalam prakteknya, BDMN memang melakukan segala cara untuk menjadikan diri benar-benar different. Meski menemukan sesuatu yang baru di industri perbankan bukan suatu hal yang mudah, tapi BDMN jeli mengemas berbagai model bisnis yang sebetulnya bukan baru menjadi lebih segar. Tengok misalnya yang dilakukan di bisnis pembiayaan mikro melalui Danamon Simpan Pinjam (DSP).

Di DSP ini BDMN mencoba menjadi spesialis untuk para pedagang di pasar becek. Ini sebuah langkah yang mengejutkan, karena dengan jumlah potensi nasabah pembiayaan mikro yang besar, tapi hanya dipilih satu segmen saja. BDMN punya alasan bahwa dengan memilih satu segmen saja, akan lebih mudah dalam membangun customer intimacy.

BDMN sadar bahwa nasabah potensial perbankan mikro punya kebutuhan unik yang tidak semua bank sanggup melayani dengan baik. Lihat saja, meski Grameen sudah menjadi bahan cerita yang dikenal luas di seluruh dunia, tapi ternyata tidak banyak lembaga keuangan di dunia yang sanggup menggarap pasar Bottom of the Pyramid dengan sukses. Dengan memilih salah satu segmen, BDMN bisa membangun value proposition DSP yang solid, yaitu kenyamanan, kemudahan, dan kecepatan.

DSP bukan hanya satu-satunya cara yang ditempuh BDMN agar menjadi pemain unik. Ketika banyak bank yang masih ragu bagaimana melihat potensi bisnis pembiayaan otomotif yang atraktif tapi juga beresiko tinggi, BDMN dengan cerdik memilih mengakuisisi perusahaan multifinance, ADIRA Finance. Belakangan bank lain pun kemudian mengambil langkah serupa.

Di bisnis multifinance, ADIRA Finance juga menjadi perusahaan yang diikuti langkahnya terutama dalam hal keputusannya untuk melayani semua merek kendaraan. ADIRA Finance juga tidak membatasi pembiayaan hanya pada sepeda motor, walaupun pembiayaan roda dua punya tingkat pertumbuhan tinggi seiring dengan tingginya pertumbuhan sepeda motor yang tinggi selama 5 tahun terakhir.

Yang mungkin sulit diikuti langkahnya oleh perusahaan sejenis adalah keberhasilannya membentuk corporate culture yang solid dan sesuai dengan bisnis autofinancing. Karena itu BDMN memutuskan untuk tidak berupaya banyak mengubah corporate culture ADIRA Finance. Mereka sadar bahwa tidak perlu mengubah sesuatu yang sudah bekerja dengan baik. Culture BDMN belum tentu dapat diterapkan secara langsung ke perusahaan seperti ADIRA Finance.

Untuk mendukung agar setiap unit bisnisnya bisa menjadi spesialis terbaik di lini bisnis yang dimasukinya, BDMN mendirikan suatu corporate university yang diharapkan bisa manjadi leadership engine-nya. Selain itu, implementasi IT system sudah mengarah ke integrasi antar lini bisnis yang antara lain akan memungkinkan sharing informasi nasabah. Yang tersebut terakhir ini akan meningkatkan kemampuan cross selling antar lini bisnis yang pada akhirnya meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan promotion dan selling.

Atau mengacu pada Besanko, pengembangan IT system tersebut memungkinkan strategy value yang tinggi. Berbagai inovasi yang dilakukan BDMN telah mengundang perhatian banyak orang.

Tapi inovasi BDMN yang layak dilihat tidak terbatas bagaimana menciptakan lini bisnis baru melainkan dalam writing new rules of the game. Pemain lain bisa saja melakukan dalam skala yang lebih besar berbagai inovasi BDMN. Tapi BDMN telah membuat setiap 12 lini bisnisnya bukan sekedar spesialis biasa, tapi kumpulan spesialis yang akan membuatnya menjadi A Unique Multi-Specialist Bank.

Philip Kotler's Executive Class: 101 Days To Go

Hermawan Kartajaya,Taufik

Kompas

No comments: