Ada satu menu makanan yang disenangi oleh semua kalangan di Indonesia. Daging Ayam. Selain karena berbagai alasan yang berhubungan dengan agama, seperti umat Muslim yang tidak mengonsumsi daging babi dan umat Hindu yang tidak mengonsumsi daging sapi, daging ayam adalah alternatif sumber protein yang harganya relatif paling murah. Hampir tiap warung makan di Indonesia menjual daging ayam dalam berbagai bentuk dan rasa.
Karena itu, bisnis yang berhubungan dengan ayam harusnya dapat berkembang dengan pesat di sini. Potensi berkembangnya pasar ini juga masih tinggi, kalau kita melihat tingkat konsumsi ayam per kapita di Indonesia yang hanya mencapai 4,5 kg. Ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 34 kg, mengingat pola makan antara kedua negara ini tidaklah terlalu berbeda.
Salah satu perusahaan yang bergantung pada konsumsi daging ayam di Indonesia adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN). Perusahaan ini bergerak di bidang pakan ternak, bibit ayam (day-old-chicken/DOC), dan daging ayam olahan atau dapat disebut an integrated poultry related company. Secara tidak langsung, meningkatnya pertumbuhan konsumsi ayam di Indonesia akan semakin mendongkrak naik kinerja perusahaan yang menguasai 35 persen pangsa pasar pakan ternak dan DOC di Indonesia ini.
CPIN adalah bagian dari Charoen Pokphand Food (CPF), pemain regional di bidang agribisnis yang beroperasi di Thailand, Kamboja, China, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Singapura, Turki, Taiwan, dan Vietnam. CPF sendiri adalah bagian dari The Charoen Pokphand Group, konglomerasi bisnis terbesar di Thailand yang berdiri sejak 1921.
Bagi CPIN, beroperasi di Indonesia pada saat ini membawa tantangan tersendiri. Salah satunya adalah kasus flu burung yang hingga kini masih belum bisa terselesaikan secara tuntas. Dalam hal ini, flu burung berefek ganda. Selain ancaman bagi pemilik peternakan yang harus memusnahkan seluruh ternaknya jika ditemukan kasus flu burung di sekitar wilayahnya, kasus flu burung juga berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keamanan mengonsumsi daging ayam.
Karena itu, ada baiknya CPIN proaktif meminimalisasi tantangan tersebut di atas. Misalnya dengan melakukan edukasi masyarakat. Baik terhadap peternak ayam, agar tidak memelihara ayam di rumah dan membantu menghentikan penyebaran flu burung maupun terhadap masyarakat, untuk menjelaskan bahwa daging ayam yang diolah dengan benar akan tetap terjaga keamanannya.
Tantangan lainnya adalah kenyataan bahwa industri pakan ternak memang sudah menjadi industri komoditas. Dalam kondisi seperti ini, cost-leadership yang didukung oleh peningkatan efisiensi proses menjadi andalan. Terlebih lagi, dalam kondisi ekonomi yang sulit dan tidak menentu, pelanggan cenderung sangat reaktif terhadap perubahan harga. Brand loyalty sudah semakin menurun sehingga pembeli akan dengan mudah pindah ke produsen lain yang menawarkan harga lebih kompetitif.
"Philip Kotler's Executive Class: 100 Days To Go"
Hermawan Kartajaya,Taufik
Kompas
No comments:
Post a Comment