BLOGSPOT atas

Monday, October 26, 2009

Rekomendasi dalam Sepotong Pizza

Senin, 26 Oktober 2009 | 15:49 WIB

KOMPAS.com - Jika ada teman yang meminta Anda untuk membantunya mengangkat barang ke dalam mobil, imbalan mana yang lebih Anda sukai: satu loyang pizza atau uang senilai satu loyang pizza? Ini bukan pertanyaan iseng. Heyman dan Ariely, dua orang pakar perilaku, sengaja membahas hal tersebut dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh jurnal Psychological Science.

Ternyata, mereka yang “diupah” dengan pizza justru memberikan bantuan secara lebih sungguh-sungguh dibandingkan yang diberi imbalan uang. Meskipun secara nominal nilai pizza dan uang tersebut sama, tapi efeknya ternyata berbeda. Kenapa bisa seperti itu?

Dua barang tersebut, pizza dan uang, mewakili dua skenario yang berbeda. Jika Anda membantu teman dengan imbalan uang, maka transaksi yang terjadi berada dalam lingkaran “monetary market”. Sedangkan jika pizza yang dijadikan imbalan, inilah yang disebut “social market”.

Sederhananya, imbalan berupa uang menjadikan hubungan Anda dan teman Anda layaknya sebuah transaksi bisnis. Sebaliknya, imbalan berupa hadiah menjadikan bantuan yang diberikan tetap dalam spirit persahabatan. Dan ternyata, dalam kasus ini motif sosial justru bisa memberikan motivasi yang lebih besar dibandingkan motif ekonomi.

Barangkali tantangan terbesar bagi salesman dalam ”commercializing” the network adalah cara mendapatkan rekomendasi dari anggota network-nya. Bisa jadi kita kenal banyak orang, namun berapa persen yang mau merekomendasikan kita (dan produk yang kita jual) kepada kolega dan rekan-rekannya?

Topik mengenai referral (rekomendasi), word-of-mouth (obrolan dari mulut ke mulut), serta fenomena sejenisnya memang masih menjadi kajian hangat di kalangan marketer hingga saat ini. Hasil penelitian yang diungkap di awal tulisan ini kemudian menjadi dasar hipotesa bahwa word-of-mouth yang dilakukan secara sukarela akan berjalan lebih mulus dalam skenario “social market”.

Artinya, untuk mendorong pelanggan agar mau merekomendasikan produk kita, insentif tetap diperlukan. Namun pelanggan akan lebih antusias untuk memberikan rekomendasi jika imbalan, atau lebih tepatnya disebut “hadiah”, diberikan dalam konteks pertemanan, bukan bisnis.

Hadiah ini pun tidak semata-mata berwujud material. BzzAgents, sebuah konsultan marketing yang memiliki spesialisasi unik sebagai penyedia sukarelawan penyebar word-of-mouth menemukan bahwa hanya ¼ dari sukarelawannya yang bersedia menerima reward sebagai imbalan atas partisipasinya. Sisanya menganggap bahwa keterlibatan mereka dalam aktifitas gethok tular tersebut sudah merupakan reward tersendiri.

Ada yang merasa bahwa saat dia merekomendasikan suatu produk kepada teman atau kerabatnya, berarti dia sedang membantu mereka menemukan solusi atas permasalahannya. Mereka memang tidak asal-asalan dalam memberikan rekomendasi. Ya, karena memang sukarelawan-sukarelawan ini boleh menolak untuk merekomendasikan suatu produk yang menurut mereka tidak layak.

Di era New Wave, karakter menjadi asset yang penting karena ketika Anda terjun dalam network, yang Anda hadapi adalah komunitas sosial. Dan salah satu pilar karakter yang penting untuk dimiliki dalam ”pasar” semacam ini adalah kepercayaan (trust). Tak mungkin mereka akan memberikan rekomendasi agar orang lain mendatangi Anda untuk menemukan solusi atas kebutuhannya, jika kepercayaan itu tidak ada.

Kepercayaan sendiri akan terbangun jika Anda konsisten setidaknya dalam dua hal. Pertama, konsisten dalam menunjukkan kemampuan menyelesaikan permasalahan pelanggan. Dan kedua, konsisten menebarkan reward dalam network (social market) Anda. Tak selalu harus bermodalkan hadiah yang ”wah”. Barangkali, cukup dengan sepotong pizza rasa persahabatan.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

1 comment:

lina said...

Hi Pak Idham.. salam kenal.. wah.. ternyata blog Bapak sangat mengagumkan ya.. sepertinya banyak pelajaran yang bisa saya petik dari Blog Bapak.. ngga seperti saya yang hanya berisi gambar dan gambar..