Penulis: Deliusno |
Kamis, 12 Desember 2013 | 16.00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Jualan di dunia maya tak melulu
harus memperhatikan produk atau jasa yang dijualnya. Selain hal
tersebut, masih banyak faktor lain yang harus diperhatikan agar
penjualan lewat internet dapat terus meningkat.
Dalam seminar
yang diadakan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia idEA, Achmad Zaky, CEO
Hijup.com, membagikan beberapa tips singkat agar para UKM dapat sukses
berjualan di dunia online.
Sebagai informasi, Hijup.com adalah
salah satu pusat perbelanjaan pakaian muslim terbesar di Indonesia. Dua
tahun beroperasi, situs ini telah melayani lebih dari 50.000 pelanggan,
baik dari dalam maupun luar negeri.
Menurut Achmad, salah satu hal yang harus ditingkatkan dalam dunia belanja online adalah brand awareness. Tentu saja, pengguna tidak akan mengunjungi sebuah situs, apabila ia tidak mengetahui keberadaan sebuah situs.
Saat
ini, cara yang paling ampuh untuk meningkatkan kesadaran konsumen
adalah melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Menggunakan
media seperti ini memang banyak manfaatnya. Selain gratis, pengguna juga
dapat menggaet banyak konsumen baru melalui media tersebut.
Caranya
cukup mudah. Si penjual hanya perlu terus menjaga komunikasinya dengan
setiap konsumennya melalui jejaring sosial. Niscaya, dengan kedekatan
yang telah tercipta, konsumen akan terus loyal menggunakan jasa penjual.
Penjual
juga harus selalu membagikan berbagai konten yang dibutuhkan oleh
penggunanya. Kalau bisa, konten tersebut dibagikan setiap hari.
"Contoh konten yang biasa dibagikan hijup.com adalah cara menggunakan jilbab," ungkap Achmad kepada KompasTekno, Kamis (12/12/2013).
Achmad
juga menyarankan, penjual online untuk menciptakan layanan purna jual
yang baik. Sebagai contoh, pihak Hijup.com selalu memberikan hadiah bagi
orang yang berbelanja. Mereka juga membuat packaging yang menarik dan juga garansi penukaran, apabila barang yang dibeli mengalami kerusakan saat diterima.
Selain
hal-hal tersebut, informasi seputar situs jualan online harus dapat
ditemukan dengan mudah oleh konsumen. Kalau bisa, informasi tersebut
muncul di halaman pencarian paling awal.
Untuk masalah ini,
penjual bisa menggunakan layanan iklan AdWords dari Google. Dengan
menggunakan kata kunci tertentu, situs web seseorang dapat ditampilkan
di halaman terdepan mesin pencarian Google.
Dalam seminar
bertajuk "UKM Indonesia Membangun Wirausaha Online, Strategi Perluasan
Bisnis Offline Menuju Online" ini , idEA ingin memberikan pengetahuan
mengenai jualan online kepada para peserta. Beberapa pembicara pun
dihadirkan memberikan pemaparan, mulai dari cara memasarkan barang di
internet sampai dengan pemilihan cara pembayarannya.
Acara ini diselenggarakan dan didukung oleh Google Indonesia, Mastercard, dan RPX Express.
Quoted by Muhammad Idham Azhari from Kompas.com
Thursday, December 12, 2013
Wednesday, December 11, 2013
Riset: Instagram, Tempat Beriklan Paling Efektif
Penulis: Reska K. Nistanto |
Rabu, 11 Desember 2013 | 12.51 WIB
KOMPAS.com - Media sosial kini juga menjadi tempat suatu brand untuk mempromosikan produknya. Dengan pendekatan ini, brand berharap bisa berkomunikasi langsung dengan konsumennya dan mendapatkan masukan.
Saat ini, hampir semua brand-brand besar memiliki akun Facebook atau Twitter. Dua media sosial ini kerap kali menjadi ujung tombak brand dalam merangkul konsumen. Namun ternyata, menurut studi yang dilakukan firma SumAll, justru Instagram yang memiliki pengaruh besar dibanding Facebook atau Twitter.
"Saat ini, Instagram lebih unggul di jagat media sosial," terang SumAll dalam blog-nya, seperti dikutip dari Digital Trends, Kamis(11/12/2013).
SumAll mengeluarkan pendapat tersebut berdasar data dari 6.000 responden di Amerika Serikat (AS) yang mengatakan bahwa Instagram membuat suatu bisnis menjadi lebih cepat mencapai RoI (return of investment) dibanding sosial media lain.
Di AS sendiri menurut SumAll, Instagram memang populer. Pendapatannya tahun ini naik sekitar 1,5 hingga 3 persen. Aplikasi berbagi foto tersebut juga lebih populer lagi di Inggris.
Sementara, studi yang dilakukan firma SimplyMeasured juga menegaskan temuan SumAll ini. Brand engagement mulai tumbuh melalui jejaring berbagi foto pada tahun 2013 ini. SimplyMeasured menemukan ada sekitar 350 persen peningkatan brand engagement di jejaring sosial berbasis foto ini.
Menurut SimplyMeasured, tidak banyak penolakan di Instagram dibanding jejaring sosial lain. Hal tersebut disebabkan karena pengguna lebih nyaman dengan brand yang beriklan dengan menampilkan foto yang menarik.
Meski demikian, SumAll juga memberikan peringatan agar sebuah brand jangan terlalu sering mem-posting foto. Dengan terlalu aktif di suatu jejaring sosial, maka akan membuat follower merasa terganggu.
Kesimpulannya, brand yang bisa membuat tampilan visual seperti foto atau video yang menarik memiliki kesempaan besar mendapatkan feedback positif dari konsumennya.
Model iklan di Instagram memang terlihat tidak mengganggu kenikmatan pengguna lain. Konten yang dipromosikan juga terlihat seperti postingan biasa, menjadi satu elemen dengan platform. Inilah yang tidak dimiliki Facebook dan Twitter.
Quoted by Muhammad Idham Azhari from Kompas.com
KOMPAS.com - Media sosial kini juga menjadi tempat suatu brand untuk mempromosikan produknya. Dengan pendekatan ini, brand berharap bisa berkomunikasi langsung dengan konsumennya dan mendapatkan masukan.
Saat ini, hampir semua brand-brand besar memiliki akun Facebook atau Twitter. Dua media sosial ini kerap kali menjadi ujung tombak brand dalam merangkul konsumen. Namun ternyata, menurut studi yang dilakukan firma SumAll, justru Instagram yang memiliki pengaruh besar dibanding Facebook atau Twitter.
"Saat ini, Instagram lebih unggul di jagat media sosial," terang SumAll dalam blog-nya, seperti dikutip dari Digital Trends, Kamis(11/12/2013).
SumAll mengeluarkan pendapat tersebut berdasar data dari 6.000 responden di Amerika Serikat (AS) yang mengatakan bahwa Instagram membuat suatu bisnis menjadi lebih cepat mencapai RoI (return of investment) dibanding sosial media lain.
Di AS sendiri menurut SumAll, Instagram memang populer. Pendapatannya tahun ini naik sekitar 1,5 hingga 3 persen. Aplikasi berbagi foto tersebut juga lebih populer lagi di Inggris.
Sementara, studi yang dilakukan firma SimplyMeasured juga menegaskan temuan SumAll ini. Brand engagement mulai tumbuh melalui jejaring berbagi foto pada tahun 2013 ini. SimplyMeasured menemukan ada sekitar 350 persen peningkatan brand engagement di jejaring sosial berbasis foto ini.
Menurut SimplyMeasured, tidak banyak penolakan di Instagram dibanding jejaring sosial lain. Hal tersebut disebabkan karena pengguna lebih nyaman dengan brand yang beriklan dengan menampilkan foto yang menarik.
Meski demikian, SumAll juga memberikan peringatan agar sebuah brand jangan terlalu sering mem-posting foto. Dengan terlalu aktif di suatu jejaring sosial, maka akan membuat follower merasa terganggu.
Kesimpulannya, brand yang bisa membuat tampilan visual seperti foto atau video yang menarik memiliki kesempaan besar mendapatkan feedback positif dari konsumennya.
Model iklan di Instagram memang terlihat tidak mengganggu kenikmatan pengguna lain. Konten yang dipromosikan juga terlihat seperti postingan biasa, menjadi satu elemen dengan platform. Inilah yang tidak dimiliki Facebook dan Twitter.
Quoted by Muhammad Idham Azhari from Kompas.com
Subscribe to:
Posts (Atom)