Minggu, 30 Januari 2011
Jika Anda memerhatikan pasar modal Indonesia, atau Anda termasuk investor yang gemar menempatkan dana di bursa efek, pasti tahu bahwa pada tahun 2010 tidak kurang 25 perusahaan listing di pasar modal. Beberapa di antaranya malah menjadi ”buah bibir” karena peminatnya membeludak dan bahkan menjadi perbincangan mulai dari politisi hingga pedagang kaki lima. Sebut salah satunya adalah saham Krakatau Steel (KS). Bagi yang berkesempatan memperoleh saham KS telah pula menuai keuntungan berupa capital gain yang amat dahsyat.
Di sisi lain, bukan tidak banyak investor yang menuai kerugian ketika membeli saham initial public offering (IPO). Artinya, membeli saham yang baru dicatatkan di pasar modal. Konkretnya, tidak ada jaminan bahwa membeli saham IPO pasti akan menuai capital gain. Bahkan, investor mesti berhati-hati ketika membeli saham IPO. Sebab, banyak di antaranya tidak saja tidak prospektif, tetapi hanya mencari ajang ”pencarian dana” pemilik perusahaan, tanpa peduli sahamnya akan meningkat harganya atau anjlok begitu mulai diperdagangkan.
Bukti yang lain, pada awal tahun 2011 ini sudah ada dua perusahaan yang melakukan IPO, dan kedua saham perusahaan tersebut langsung anjlok harganya ketika mulai ditransaksikan. Kenapa bisa begitu? Sangat bisa. Dus, paparan berikut akan menguraikan beberapa sebab kenapa saham IPO bisa anjlok tatkala sudah listing dan bagaimana upaya menghindari jebakan saham seperti itu.
Memiliki perusahaan
Pertama, membeli saham IPO sama artinya dengan ikut serta memiliki perusahaan yang sahamnya dijual kepada publik. Itu berarti, kalau kita ingin memiliki perusahaan, tentunya mesti perusahaan yang bagus. Yang bisa bertumbuh terus dan memberikan keuntungan. Artinya apa? Artinya, lupakan beli saham pada saat IPO, kalau maksudnya adalah untuk ”beli hari ini jual besok”. Kalau seperti itu, maksudnya adalah melakukan trading saham. Tidak peduli apakah kinerja perusahaan yang melakukan IPO itu bagus atau tidak. Yang penting beli.
Nah, kalau situasinya seperti ini, Anda sebenarnya tidak beda dengan ”berjudi” alias berharap harga saham akan meningkat pada hari pertama perdagangan. Dan, besar kemungkinan Anda akan terkecoh. Kenapa? Karena, yang menjadi patokan bagi para trader adalah kondisi oversubscribe ketika perusahaan tersebut menawarkan sahamnya kepada publik.
Dengan kata lain, saham perusahaan itu laku keras. Pertanyaannya, bagaimana hitungan oversubscribe tersebut? Siapa yang melakukan penawaran? Apakah oversubscribe itu benar- benar terjadi? Hanya underwriter dan perusahaan itu sendiri yang tahu. Sebab, hingga hari ini tidak ada kewajiban bagi emiten ataupun underwriter untuk membuka tabir ”gelap” soal oversubscribe.
Dan faktanya, dalam bulan Januari 2011 ini ada dua perusahaan IPO yang dikabarkan mengalami oversubscribe puluhan kali, tetapi harga sahamnya jeblok belasan persen pada transaksi hari pertama. Pesan moral dari paparan di atas adalah jangan begitu saja percaya pada istilah oversubscribe. Kinerja dan fundamental perusahaan jauh lebih penting.
Kedua, berapa besar proceed alias dana yang diharapkan dari IPO tersebut. Semakin besar akan semakin bagus karena likuiditasnya otomatis akan besar pula. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah untuk apa dana hasil IPO itu dipergunakan oleh emiten. Peruntukan dana hasil IPO biasanya sudah disampaikan oleh emiten di dalam prospektusnya. Akan tetapi, apakah peruntukan dana tersebut benar digunakan sebagaimana diperjanjikan, tentunya mesti dicek lagi.
Namun, lepas dari itu, yang jauh lebih penting adalah peruntukan dana itu sendiri. Artinya, berapa persen dana yang dipergunakan untuk ekspansi usaha dan berapa persen untuk membayar utang. Semakin besar porsi untuk ekspansi usaha, itu akan semakin bagus. Sementara kalau tujuan IPO-nya semata- mata untuk membayar utang, agak sulit diharapkan perusahaan tersebut berkembang. Sebab, hanya utangnya saja berkurang, sementara kemampuan ekspansinya tidak berubah. Kesimpulannya, jangan terlalu berharap pada saham IPO yang peruntukan dana hasil IPO-nya semata-mata untuk membayar utang.
Penentuan harga final
Ketiga, harga saham IPO. Secara konsep ada berbagai cara untuk menentukan berapa harga sebuah saham. Hal ini sudah pula dibahas dalam beberapa tulisan terdahulu. Namun, yang perlu menjadi pegangan dalam hal harga saham IPO ini adalah proses penentuan harga final. Artinya, pada saat menjajakan saham tersebut kepada publik, biasanya ada rentang harga dari saham tersebut.
Misalnya saham perusahaan ”Polan”, rentang harganya adalah Rp 1.000-Rp 1.500 per lembar. Kalau peminatnya tidak terlalu banyak, harga final biasanya akan berada di sisi kiri, antara Rp 1.000 dan Rp 1.200. Sementara kalau peminatnya membeludak, harga saham bisa ditawarkan di sisi kanan, misalnya antara Rp 1.400 dan Rp 1.500.
Namun, Anda mesti waspada dengan rentang harga ini. Karena, istilah oversubscribe dan undersubscribe tercipta berdasarkan hasil book building dari saham tersebut, di mana calon investor memasukkan penawaran dengan harga yang diinginkan. Dalam praktiknya bisa saja banyak calon investor yang ingin membeli di harga Rp 1.000. Jumlah pembelinya melebihi saham yang ditawarkan. Ini disebut oversubscribe. Namun, apakah calon investor itu pasti akan membeli saham dimaksud? Boleh jadi tidak. Kenapa? Karena harga jual yang diputuskan adalah Rp 1.400, sebagai misal. Dus, ketika saham tersebut diperdagangkan, sangat mungkin harganya akan anjlok. Ketika dilepas di pasar sekunder, tidak ada investor yang berminat membelinya.
Selain ketiga hal di atas, tentu masih banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan jika Anda berminat membeli saham di pasar perdana. Salah satu pertimbangan penting lainnya adalah soal timing. Artinya, kapan saham tersebut diperdagangkan, apakah pada saat pasar lagi dalam posisi penuh sentimen positif atau negatif. Ini penting sebab kondisi pasar saat saham tersebut diperdagangkan akan memengaruhi perilaku investor bertransaksi. Saham yang bagus ketika diperdagangkan di kala pasar tengah menurun bisa saja akan turut mengalami penurunan harga. Demikian pula sebaliknya. Selamat berinvestasi.
Elvyn G Masassya Praktisi KeuanganQuoted by Idham Azhari from KOMPAS
No comments:
Post a Comment