Elvyn G Masassya - Praktisi Keuangan
Strategi alokasi aset atau merupakan perencanaan investasi dengan mengalokasikan dana ke berbagai instrumen investasi yang disesuaikan dengan tujuan dan time horizonPertanyaannya, bagaimana jika ada perubahan dalam tujuan investasi dan juga berbagai faktor yang memengaruhinya?
Apakah alokasi aset investasi tetap seperti semula? Apakah konsisten seperti itu selama lima tahun? Jelas tidak. Alokasi aset mesti mengalami penyesuaian agar hasilnya bisa efektif. Nah, penyesuaian setiap tahunnya diistilahkan dengan taktik alokasi aset.
Misalkan, dana yang dimiliki untuk berinvestasi sebesar Rp 1 miliar. Tujuan investasi adalah agar lima tahun mendatang dimiliki dana yang cukup untuk membiayai hari tua. Dana Rp 1 miliar tersebut dilalokasikan dalam bentuk deposito berjangka sebesar 20 persen, obligasi ritel 40 persen, saham 20 persen, dan yang 20 persen lagi mungkin ditempatkan dalam sektor riil, apakah itu membuka restoran atau berkebun bunga.
Untuk setiap jenis investasi tersebut, tentunya Anda memiliki ekspektasi imbal hasil. Deposito berjangka, umpamanya, diharapkan bisa memberikan tingkat bunga 7-8 persen. Lalu, obligasi ritel sekitar 9 hingga 10 persen. Saham sebesar 15-20 persen per tahun dan berkebun bunga bisa di atas 20 persen. Jika dirata-ratakan, dari seluruh investasi Anda, diharapkan setahunnya bisa memberikan imbal hasil 12-13 persen.
Jadi, kalau tahun ini dana yang diinvestasikan sebesar Rp 1 miliar, tahun depan dana diharapkan menjadi Rp 1,13 miliar. Jika hal yang sama berlangsung terus selama lima tahun, dana Anda pada lima tahun mendatang diharapkan bisa mencapai di atas Rp 1,6 miliar. Atau bertambah 60 persen dalam 5 tahun.
Ekspektasi tersebut belum tentu sesuai dengan realitas. Ekspektasi imbal hasil dan alokasi aset investasi di atas, pada dasarnya mengacu pada asumsi perkembangan ekonomi makro dan tujuan investasi itu sendiri. Dalam realitas, makroekonomi bisa berubah. Dampaknya, tingkat imbal hasil yang diberikan oleh berbagai instrumen investasi juga bisa berbeda dengan yang diharapkan.
Dengan kondisi seperti itu, jika Anda menginginkan dana investasi Anda tetap mencapai sekitar Rp 1,6 miliar, harus dilakukan penyesuaian dalam aset investasi. Beberapa cara yang bisa dilakukan kira-kira seperti ini.
Membuat alokasi aset investasi dalam bentuk range atau kisaran. Seperti contoh di atas, penempatan dana deposito berjangka, jangan langsung dipatok 20 persen, melainkan dalam bentuk range, misalnya antara 15 hingga 20 persen. Lalu, obligasi ritel 30-40 persen. Saham 20-30 persen dan investasi di sektor riil sebesar 20-25 persen. Dengan konsep seperti ini, Anda tetap bisa menggeser-geser alokasi dana untuk mencapai hasil investasi sesuai dengan harapan.
Katakanlah, jika suku bunga deposito turun menjadi 6 persen, berarti Anda kehilangan opportunity income sebesar 1 persen dari deposito. Untuk menghindari hal itu, jumlah deposito berjangka diturunkan dan dialihkan ke saham atau obligasi. Ini jika perubahan dilakukan secara ”reaktif” atau parsial terhadap portofolio investasi yang benar. Padahal, penyesuaian investasi juga mesti dilakukan secara terkelola dengan perencanaan yang jelas.
Berdasarkan range alokasi aset, portofolio investasi akan berubah setiap kali ada perubahan indikator makroekonomi dibandingkan asumsi. Suku bunga deposito, misalnya. Jika mengalami penurunan 1 persen, akan mendorong penurunan alokasi dana ke deposito berjangka menjadi 15 persen dari rencana sebelumnya 15-20 persen.
Demikian juga dengan alokasi aset lainnya. Alokasi ke saham bisa dinaikkan menjadi 25 persen, di mana tambahan dana baru diambil dari pencairan deposito berjangka. Konkretnya, portofolio investasi di-review secara periodik, apakah per semester atau per tahun, untuk kemudian dilakukan penyesuaian, dalam rangka respons terhadap perubahan makroekonomi. Inilah inti dari taktik alokasi aset.
Masih ada langkah lain yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penyesuaian alokasi aset investasi dalam rangka respons terhadap perubahan makroekonomi hanya akan dilakukan sepanjang berdampak pada perkiraan imbal hasil. Konkretnya, perubahan makroekonomi telah mengakibatkan target imbal hasil Anda berkemungkinan tidak tercapai. Namun, jika perubahan malah berdampak positif terhadap portofolio investasi Anda, penyesuaian tidak perlu dilakukan.
Kedua, penyesuaian alokasi aset, hanya dilakukan berdasarkan perubahan ekonomi makro, bukan berdasarkan rumor belaka. Ini penting mengingat banyak kalangan terkadang terlalu reaktif terhadap suatu isu dan kemudian mengantisipasinya dengan melakukan tindakan yang malah merugikan. Demikian juga dalam menyusun aset investasi, mengingat tujuannya adalah untuk jangka waktu lima tahun dan juga tahunan, jangan bersikap reaktif terhadap perubahan yang sifatnya sementara.
Ketiga, penyesuaian alokasi aset juga mengubah risiko investasi Anda. Berharap return atau imbal hasil lebih tinggi sama artinya dengan mengambil risiko yang lebih tinggi. Oleh karena itu, mesti dipahami, instrumen mana yang sebaiknya digeser tanpa mengubah tingkat risiko terlalu besar.
Keempat, berikan waktu yang cukup untuk merespons perubahan ekonomi makro. Jika Anda menyusun taktik alokasi aset yang bersifat tahunan, perubahan yang mesti dicermati adalah yang bersifat permanen. Misalnya, target inflasi, yang semula hanya 4 persen, ternyata kemudian menjadi 7 persen, jelas memberikan dampak signifikan. Tetapi, kalau pergerakan harga saham yang tecermin melalui indeks, belum tentu bersifat permanen.
KOMPAS
- Muhammad Idham Azhari
No comments:
Post a Comment