BLOGSPOT atas

Sunday, September 26, 2010

Saham bagi Pemula

Minggu, 26 September 2010 | 03:46 WIB

Elvyn G Masassya - Praktisi keuangan

Coba cermati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dalam dua bulan terakhir. Berkali-kali menembus rekor baru, mulai dari 3.200 dan kemudian 3.300, bahkan hari-hari ini sudah di sekitar 3.400. Padahal, di awal tahun 2010, indeks masih berada di kisaran 2.400. Kenaikan indeks yang pesat tersebut jelas menggembirakan bagi para pelaku di pasar modal.

Investor institusi ataupun investor ritel berpeluang memetik keuntungan besar dari saham-saham yang ditransaksikan. Bayangkan, ada saham yang dalam waktu seminggu harganya melonjak puluhan persen.

Bahkan tidak sedikit saham yang secara harian harganya bergerak di atas lima persen. Jelas ini merupakan imbal hasil yang luar biasa. Apalagi jika dibandingkan dengan tingkat bunga deposito atau tabungan yang hanya memberikan bunga sekitar enam persen per tahun. Di pasar modal, keuntungan enam persen itu bisa diraih dalam jangka waktu harian, mingguan, ataupun bulanan saja. Apakah Anda tertarik? Tunggu dulu. Itu adalah cerita indahnya.

Dalam realitasnya, tidak sedikit investor, khususnya investor ritel apalagi pemula, yang babak belur ketika mencoba mengadu peruntungan di pasar modal. Apa pasal? Banyak faktor. Akan tetapi, yang paling sering terjadi adalah minimnya pengetahuan tentang pasar modal. Kemudian lebih berperannya emosional dibandingkan dengan rasional. Seperti contoh di atas, tatkala indeks melesat tinggi, bukan berarti semua saham terus meningkat harganya. Banyak juga saham-saham yang malah terperosok.

Di sisi lain, peningkatan harga saham tidaklah bersifat permanen, apalagi jika kenaikannya bukan didorong oleh faktor fundamental, melainkan sekadar sentimen pasar. Misalnya, ketika saham A bergerak ke atas.

Naik mulai dari satu persen, dua persen, tiga persen, bahkan mungkin empat persen. Para investor tergiur melihat kenaikan harga saham tersebut dan mereka ikut-ikutan membeli pada saat harga sudah cukup tinggi. Dengan kata lain, tatkala investor ritel sudah masuk, harga sudah telanjur tinggi. Harapannya tentu saja adalah harga saham itu akan semakin naik. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Keesokan harinya harga saham A terjun bebas, kembali ke harga semula.

Jual kembali

Kenapa? Karena mereka yang membeli di awal melakukan profit taking. Menjual kembali saham tersebut. Sementara para investor ritel masih memegang saham tadi. Alhasil, investor ritel mengalami kerugian besar.

Itulah yang kerap terjadi di pasar modal. Konkretnya, pasar modal menjanjikan keuntungan besar, tetapi di sisi lain juga menawarkan kerugian besar. Ini sesuai dengan prinsip high risk high return. Lantas, kalau situasinya seperti itu, apakah tidak usah mengadu nasib di pasar modal? Tidak juga. Pasar modal tetap merupakan alternatif lahan investasi yang bisa dipertimbangkan oleh siapa saja, termasuk oleh Anda, jika menginginkan aset bertumbuh secara lebih cepat. Namun, tentu saja banyak kriteria yang sebaiknya dipertimbangkan sebelum Anda menanamkan uang Anda dalam berbagai saham, apalagi jika Anda tergolong investor pemula. Apa saja kriteria tersebut? Kita lihat dalam bahasan berikut.

Pertama, prinsip siap menerima keuntungan, tetapi siap juga menanggung kerugian. Artinya, kalau dana yang Anda tempatkan di pasar modal ternyata bernasib buruk, maka Anda tidak akan jatuh miskin. Dengan kata lain, jangan menggunakan ”uang dapur” untuk berinvestasi di pasar modal. Lain hal kalau Anda sudah tergolong pakar di bidang saham, boleh-boleh saja seluruh harta Anda dipertaruhkan. Namun, kalau Anda masih tergolong pemula, gunakan sedikit saja dulu dari dana yang Anda miliki untuk memulai investasi di pasar modal. Lakukan penjajakan dan pengenalan terhadap karakteristik serta perilaku pasar modal. Ini seperti pepatah, ”tak kenal maka tak sayang”. Jadi, pelan-pelan kenali pasar modal. Dan, itu mesti dilakukan dengan cara ”bermain” langsung. Tidak sekadar konsep-konsep. Sebab, prinsip investasi di pasar modal adalah eksperience alias merasakan langsung denyut nadinya. Merasakan naik turun harga saham ketika Anda sudah membelinya.

Kedua, memastikan prinsip investasi Anda apakah sebagai trader, growth investor, atau value investor. Apa maksudnya? Ini merupakan pilihan bagi investor yang menanamkan dananya di pasar modal. Jika Anda memiliki nyali sekeras baja, memiliki cukup banyak waktu untuk memonitor pasar, dan memiliki akses untuk mendapatkan berbagai informasi serta rumours dan berorientasi jangka pendek, maka Anda boleh mencoba untuk menjadi trader. Setiap hari bermain saham, beli pagi jual sore, atau beli sore jual keesokan harinya, dan seterusnya. Akan tetapi, jika Anda tergolong investor yang berorientasi jangka menengah panjang dan tidak terlalu punya waktu, Anda sebaiknya menjadi growth investor dengan memilih saham-saham yang fundamentalnya bagus dan perusahaan/emiten memiliki potensi untuk bertumbuh kembang. Anda beli sahamnya dan berharap dalam enam bulan atau setahun mendatang harganya akan meningkat. Dengan menjadi growth investor, Anda tidak perlu sibuk melihat pergerakan harga saham karena orientasi Anda bukanlah pergerakan harian.

Selain itu, Anda juga bisa memilih menjadi value investor. Artinya, Anda membeli saham-saham yang berharga sangat murah dan kemudian memegangnya dalam kurun waktu yang sangat panjang, bisa di atas satu tahun, dan berharap saham- saham tersebut akan meningkat atau paling tidak kembali ke harga wajarnya. Mana pilihan terbaik? Semua bisa baik dan semua bisa tidak baik jika Anda keliru memilih.

Dengan kata lain, pilihan tersebut mesti disesuaikan dengan karakteristik pribadi Anda. Jika Anda tergolong risk taker, menjadi trader boleh dipertimbangkan. Namun, jika Anda bukan kalangan tersebut, maka menjadi growth investor atau value investor merupakan pilihan yang lebih baik.

Ketiga, memilih saham dan melakukan transaksi. Dalam jargon pasar modal dikenal istilah analisa fundamental dan analisa teknikal. Analisa fundamental bertujuan untuk mengetahui kinerja perusahaan/emiten yang sahamnya diperdagangkan di bursa, sedangkan analisa teknikal untuk mengetahui rekam jejak pergerakan harga saham dimaksud dan faktor yang memengaruhinya. Untuk menjadi piawai dalam berinvestasi saham tentu ada baiknya kedua analisa tersebut dipelajari dan dipahami. Namun, jika Anda tidak cukup punya minat dan mungkin tidak cukup waktu, boleh mengambil jalan pintas dengan membaca saja hasil analisa dari para analis saham, baik itu analisa fundamental maupun analisa teknikal. Inti dari kedua jenis analisa tersebut adalah untuk menggambarkan prospek dari saham yang dianalisa. Selamat mencoba. ***

KOMPAS

- Muhammad Idham Azhari

No comments: