BLOGSPOT atas

Sunday, April 4, 2010

Investasi: Alokasi Aset Investasi

Minggu, 4 April 2010 | 03:42 WIB

Elvyn G Masassya - Praktisi Keuangan

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang sukses ataupun gagal dalam berinvestasi. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah strategi ataupun cara mengalokasikan aset investasi.

Umpamakan Anda memiliki dana Rp 1 miliar. Dan teman Anda juga memiliki dana dalam jumlah yang sama. Lalu Anda berdua sama-sama melakukan investasi. Bisa dipastikan, hasil investasi tersebut akan berbeda.

Katakanlah, Anda dan teman Anda sama-sama melakukan diversifikasi alias ”tidak menempatkan semua telur dalam satu keranjang”. Artinya, dana Rp 1 miliar itu dibelikan saham, obligasi, reksa dana, tanah, dan mungkin emas. Lantas, apakah hasilnya akan sama? Tidak, karena saham yang dibeli mungkin berbeda.

Atau kalaupun membeli saham yang sama, tetapi jangka waktu investasi pada saham itu tidak sama. Anda hanya 6 bulan, sedangkan teman Anda mungkin 1 tahun. Konkretnya, kendati pilihan instrumen sama, tetapi jika jangka waktu investasi berbeda, hasilnya bisa berbeda pula.

Oleh karena itu, diversifikasi saja belumlah cukup untuk bisa meraih sukses dalam berinvestasi. Lebih dari itu, diversifikasi harus diikuti dengan perhitungan mengenai berapa besar alokasi dana pada setiap instrumen investasi. Inilah yang mungkin membedakan Anda dengan teman Anda.

Selain itu, alokasi tersebut juga mesti diikuti dengan time horizon investasi yang jelas, yakni apakah untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Kemudian, dalam alokasi aset tersebut, yang nantinya disebut sebagai portfolio investasi, Anda mesti memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan investasi aktif ataukah investasi pasif.

Alokasi aset

Alokasi aset pada hakikatnya adalah investasi dengan melakukan klasifikasi yang berbeda untuk tiap jenis aset. Klasifikasi itu terdiri atas jenis investasi, jumlah, risiko, potensi keuntungan, jangka waktu, dan juga cara mengelola investasi itu sendiri.

Ada investasi dalam bentuk produk riil atau di sektor riil dan investasi dalam bentuk ”kertas berharga” yang diperdagangkan di pasar modal. Dalam hal ini, termasuk tetapi tidak terbatas, pada saham, obligasi, reksa dana, indeks, dan sebagainya.

Pilihan Anda terhadap alokasi aset investasi tersebut tentunya mesti disesuaikan dengan tujuan investasi itu sendiri. Pada umumnya, para investor menginginkan return yang besar dari setiap jenis investasi yang dilakukan. Dan kalau bisa return yang tinggi tersebut diraih dalam jangka pendek. Namun, ada juga yang menginginkan hasil stabil dalam kurun waktu yang panjang. Dus, tujuan investasi yang berbeda akan menghasilkan strategi alokasi investasi yang berbeda.

Setelah Anda memastikan tujuan investasi, barulah kemudian memilah alokasi aset investasi yang relevan dan sekaligus memperhitungkan ekspektasi imbal hasil serta risiko yang terkandung di dalam jenis investasi dimaksud. Katakanlah, Anda memilah aset investasi menjadi 50 persen di sektor riil dan 50 persen di pasar modal. Untuk yang di sektor riil, Anda pilah lagi menjadi properti, tanah, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, Anda juga sekaligus memastikan berapa tahun investasi di sektor riil tersebut akan Anda pegang.

Sementara, yang 50 persen lagi dialokasikan untuk saham, obligasi, dan reksa dana. Jumlah pada setiap instrumen investasi itu tentu bergantung juga pada risk taking capacity yang melekat pada diri Anda. Jika Anda termasuk risk taker dan berorientasi jangka pendek menengah, tentu saham bisa menjadi pilihan yang terbesar. Selanjutnya reksa dana saham dan baru obligasi.

Diversifikasi

Ketika Anda mengalokasikan dana untuk investasi di saham, maka saham jenis apa yang Anda beli? Di sektor mana? Suka tidak suka, Anda harus juga melakukan diversifikasi lebih lanjut. Pertama, bagi dana saham Anda pada beberapa sektor ekonomi. Lalu, saham untuk papan atas yang berfundamen bagus dalam jangka menengah untuk kepastian dividen dan saham pada lapis kedua yang menjanjikan potensi capital gain.

Kedua, pilah reksa dana yang Anda beli dalam beberapa jenis, yakni reksa dana saham, reksa dana obligasi, dan reksa dana campuran. Ketiga, Anda dapat juga membeli obligasi ritel yang diterbitkan pemerintah, dengan risiko sangat rendah.

Setelah Anda mengalokasikan dana pada setiap jenis investasi tersebut, maka berikutnya adalah, apakah Anda akan melakukan investasi secara pasif atau aktif. Kalau investasi pasif, nasib investasi Anda akan bergantung sepenuhnya pada pergerakan pasar. Untuk saham, misalnya, jika saham yang mengalami pergerakan harga dan kemudian Anda melepasnya, maka Anda akan mendulang keuntungan.

Demikian juga dengan reksa dana saham, yang jika indeks meningkat maka nilai asset value (NAV) dari reksa dana tersebut juga meningkat. Namun, jika harga saham jatuh, investasi Anda juga akan jatuh. Pendeknya, semua bergantung pada pergerakan pasar dengan konsep paling dasar, yakni, buy low sell high.

Namun, jika Anda memiliki nyali dan juga kemampuan investasi yang memadai, Anda bisa juga memilih strategi investasi aktif. Artinya, keberhasilan dan ataupun kegagalan investasi Anda tidak sepenuhnya bergantung pasar, tetapi lebih kepada diri Anda dalam mengambil inisiatif, terlepas bagaimanapun kondisi pasar.

Misalnya, ketika harga saham berjatuhan dan mungkin termasuk saham yang Anda miliki, maka tindakan Anda bukanlah menjual saham itu, melainkan kembali membeli, bahkan dalam jumlah lebih besar. Atau Anda membeli saham lapis kedua, yang Anda yakini memiliki potensi besar untuk bergerak, kendati investor lain kurang berminat. Hal sama juga berlaku untuk reksa dana dan obligasi. Anda aktif melakukan perdagangan dan pertukaran jenis instrumen investasi yang Anda yakini memiliki potensi capital gain dalam horizon investasi Anda.

KOMPAS

No comments: