BLOGSPOT atas

Sunday, April 25, 2010

Pola-pola Harga Saham

Minggu, 25 April 2010 | 04:27 WIB

Adler Haymans Manurung - praktisi keuangan

Dua minggu lalu telah dibahas mengenai pergerakan harga saham yang dibuat dalam bentuk chart (grafik). Berdasarkan grafik tersebut investor dapat mengambil keputusan untuk membeli atau menjual saham. Selanjutnya, investor akan bertanya, apakah hanya itu saja yang dapat digambarkan oleh pergerakan harga saham? Apakah tidak ada informasi lain yang bisa digunakan untuk mengambil keputusan? Mengingat investor ingin membeli saham dan memperoleh keuntungan di masa mendatang.

Pola (pattern) pertama yang sering kita lihat bahwa harga saham tersebut mempunyai kecenderungan menurun dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada pola ini harga saham tersebut mengalami drop tajam sampai sekitar 20 persen sampai dengan 30 persen dari harga sebelumnya dan kemudian naik lagi sebesar 10 persen sampai 25 persen dari harga sebelumnya. Harga tersebut terus juga mengalami penurunan seperti uraian sebelumnya sehingga terjadi pola yang menurun dalam jangka waktu panjang maupun pendek.

Pola kedua yang juga ditunjukkan adalah harga saham tersebut berfluktuasi mengalami peningkatan dari harga sebelumnya sampai pada level tertentu, baik terjadi dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Kenaikan yang dilihat secara jangka panjang bukan menyatakan bahwa harga saham tersebut tidak mengalami penurunan. Penurunan terjadi juga.

Biasanya, manusia yang kegemukan juga tidak baik karena ada kemungkinan menimbulkan penyakit. Harga saham juga demikian. Bila terus mengalami kenaikan juga tidak bagus karena harga yang terjadi bukan karena harga wajar, melainkan terjadi harga yang menggelembung (buble). Investor yang belakangan membeli akan mengalami kerugian bila harga drop tajam dari harga yang dibeli investor pada saat harga ketinggian. Investor melakukan pembelian ketika harga naik dan menjualnya ketika harga berfluktuasi turun dan tindakan ini dilakukan berulang-ulang sehingga investor mengalami keuntungan.

Pola ketiga, harga saham tersebut berfluktuasi pada level harga tertentu dan tidak bergerak naik atau turun kepada level yang lain. Artinya, harga saham tersebut mengalami penurunan sedikit dan naik lagi pada posisi semula. Kemudian harga tersebut naik lagi sekitar 5 persen dan turun kembali pada posisi semula sehingga harga saham tersebut kelihatan stationer pada harga tertentu.

Investor yang smart bisa mengalami keuntungan pada pola harga ini. Investor melakukan pembelian pada level harga keseimbangan dan menjualnya pada saat naik 5 persen. Bila harga mempunyai kecenderungan turun, investor melakukan penjualan dan membeli kembali di harga lebih yang dilaksanakan pada satu hari. Artinya, pembelian dan penjualan dilakukan pada hari yang sama dan sering disebut dengan teknik netting dan dimungkinkan terjadi di sekuritas tempat investor bertransaksi. Kelihatannya bursa tutup mata akan hal ini.

Selanjutnya, investor juga bisa melihat pola jangka pendek, yaitu pola terjadi dua titik puncak. Harga saham tersebut mengalami kenaikan sampai pada level harga tertentu dan turun kembali pada level tertentu dan naik lagi sampai pada level tertinggi sebelumnya.

Artinya, pola harga terjadi pada dua puncak untuk periode yang pendek. Pola ini juga terjadi pada harga yang turun dengan dropnya harga atau juga turun secara perlahan sampai pada level tertentu dan naik pada level tertentu dan kembali turun sampai pada level terendah sebelumnya dan kembali naik terus sehingga terjadi dua level terendah yang sama posisinya.

Pada dua pola ini investor bisa mengambil keuntungan dengan melakukan tindakan transaksi dagang (trading) saham. Pola ini kerap dilakukan oleh investor yang masih muda karena fluktuasinya harga, sementara investor yang berumur tidak layak melakukan transaksi ini.

Pola sebelumnya menceritakan adanya dua level tertinggi dan terendah. Harga saham juga mempunyai kemungkinan tiga level tertinggi atau terendah, bahkan bisa sampai empat level. Investor bisa memanfaatkan level harga tersebut untuk mendapatkan keuntungan dan menikmati bermain saham.

Pola ”manusia”

Investor juga bisa melihat terjadi pola harga yang membentuk bukit kecil dan kemudian bukit besar dan bukit kecil. Pola ini sama seperti pola manusia bagian atas. Polanya membentuk bahu (shoulders) kemudian bentuk kepala (head) dan kemudian pola bahu. Pola ini dikenal dengan pola shoulders head shoulders (SHS) pada analisa teknis. Investor akan memperoleh keuntungan yang cukup besar bila bisa memahami pola harga saham ini.

Investor mulai membeli saham pada harga ketika shoulders sudah terjadi. Harga saham mengalami peningkatan dan kembali agak turun membentuk penurunan dan investor mengambil tindakan menjual saham. Jika harga saham tersebut sudah mencapai level harga yang terendah pada pola bahu sebelum pola kepala terjadi, investor kembali membeli dan naik sedikit investor melakukan tindakan jual sehingga investor mengalami keuntungan.

Harga saham juga bisa membentuk seperti kuali penggorengan yang tidak begitu tinggi. Pola ini dikenal dengan saucers bisa terbuka ke atas atau terbuka ke bawah. Bila saucers terbuka ke atas, posisi harga mengalami penurunan dan kemudian naik. Investor harus membeli ketika sudah terendah dan kelihatannya cenderung naik sehingga investor mengalami keuntungan. Bila saucers terbuka ke bawah, sama seperti kuali ditelungkupkan sehingga harga cenderung naik dan turun kembali. Investor harus membeli ketika harga naik dan menjualnya ketika harga masih posisi melandai atau mengalami penurunan.

Adanya pemahaman pola harga dalam jangka pendek maupun jangka panjang membuat investor bisa mengambil keputusan pada pola harga saham tersebut. Investor tidak bisa meninggalkan begitu saja saham yang dibeli dan tidak dipantau secara saksama. Investor harus mempunyai waktu yang cukup bila menggunakan pola harga saham yang diuraikan sebelumnya. Risiko juga pasti dijumpai investor ketika melakukan transaksi saham pada berbagai pola yang diuraikan. Tetapi, kehati-hatian investor sangat dibutuhkan agar terjadi keuntungan. Selamat berinvestasi.

KOMPAS

Sunday, April 18, 2010

I N V E STAS I: Berusaha dalam Musik

Minggu, 18 April 2010 | 04:22 WIB

Elvyn G Masassya, praktisi keuangan

Jika Anda termasuk penggemar musik dan kerap membeli CD atau kaset atau pengguna RBT, boleh jadi Anda sering kebingungan menghafal nama-nama penyanyi atau grup band baru. Sejak beberapa tahun belakangan, industri musik Indonesia kebanjiran artis baru. Hampir setiap hari ada CD atau kaset yang beredar.

Industri musik telah membius banyak kaum muda sebagai wilayah profesi yang menjanjikan.

Seiring dengan perkembangan musik yang demikian dahsyat, bermunculan pula berbagai perusahaan rekaman indie.

Pertanyaannya, apakah perusahaan semacam itu bisa sukses? Apakah menanamkan dana dalam industri musik bisa dianggap sebagai investasi?

Industri musik pada dasarnya bisa dikategorikan menjadi dua area besar, yakni industri musik panggung dan industri musik rekaman. Untuk industri musik panggung, artis penyanyi mendapatkan kontrak untuk show. Dalam hal ini, yang mendapatkan kontrak bisa hanya si artis, bisa juga berikut band pengiring. Dan dewasa ini sudah cukup banyak kalangan yang menjalankan bisnis entertainment semacam ini, mulai dari menjadi agen artis atau sekaligus menyediakan segala sesuatu yang menyangkut industri musik panggung.

Untuk industri rekaman, prosesnya relatif lebih panjang. Seorang artis penyanyi yang akan membuat album rekaman harus menyiapkan lagu yang akan dinyanyikan. Untuk itu, produser sang artis mesti membeli lagu dari pencipta lagu. Kemudian, lagu yang terpilih mesti dibuatkan aransemen oleh penata musik. Bisa saja seluruh lagu diaransemen oleh penata musik yang sama, tetapi bisa juga satu lagu untuk satu penata musik.

Penata musik

Untuk mengaransemen lagu, penata musik membutuhkan pemain gitar, bas, keyboards, drum, dan lainnya. Ini tentu ada biayanya. Proses pembuatan aransemen lagu dilakukan di studio rekaman. Keseluruhan proses produksi album tersebut tentu memakan biaya dan waktu yang cukup panjang. Setelah lagu selesai diaransemen dan dinyanyikan, masih ada proses mixing dan mastering, yakni semacam sentuhan akhir agar musik bisa terdengar lebih halus, bersih, dan sesuai dengan karakter lagu. Semua proses tersebut disebut dengan pembuatan master rekaman.

Pada tahap berikutnya, produser mesti melakukan duplikasi atau memperbanyak rekaman itu menjadi CD dan kaset yang siap edar. Agar CD tersebut menarik perhatian, tentu mesti didesain, baik untuk informasi maupun penciptaan daya tarik visual bagi yang melihat CD tersebut. Setelah itu, barulah CD dicetak dan siap untuk didistribusikan.

Apakah ada jaminan bahwa CD tersebut akan laku di pasar? Sama sekali tidak ada. Kendati musik merupakan kebutuhan bagi semua orang, tapi kadar kebutuhannya bisa berbeda. Ada yang sekadar mendengar musik dari radio atau televisi, tetapi ada juga yang ingin memiliki CD/kaset dari penyanyi. Oleh karena itu, CD dan kaset dari penyanyi baru mesti dipromosikan agar dikenal oleh masyarakat.

Promosi bisa menggunakan jalur radio, televisi, surat kabar, majalah, dan pertunjukan dari si artis. Dalam praktiknya, biaya yang dikeluarkan produser untuk promosi bisa lebih besar ketimbang biaya pembuatan master rekaman.

Jadi, seorang produser musik rekaman mesti melakukan investasi untuk membayar artis, membayar pencipta lagu, membayar penata musik, menyewa studio rekaman, membayar biaya mixing dan mastering, membiayai proses reproduksi atau duplikasi dari CD dan kaset, serta menanggung biaya promosi artis.

Kembalinya investasi

Bagaimana investasi tersebut bisa kembali? Ada tiga sumber. Pertama, dari hasil penjualan CD/kaset. Pada masa lalu ada penyanyi yang CD atau kasetnya laku sampai jutaan keping. Tetapi, dewasa ini sangat sulit untuk bisa menjual CD/kaset sampai jutaan keping. Bisa laku ratusan ribu atau malah puluhan ribu saja sudah sangat hebat. Kenapa demikian? Karena saat ini banyak sekali artis bermunculan sehingga di antara mereka terjadi persaingan yang ketat. Lebih dari itu, lagu-lagu si artis diputar di berbagai radio sehingga para penikmat musik lebih suka mendengarkan lewat radio dan belum tentu mau membeli CD/kaset dari si artis.

Kedua, ring back tone (RBT). Inilah alternatif baru dalam industri musik yang berkembang pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Para pengguna telepon mengunduh lagu yang disukainya dan menjadikannya sebagai nada sambung pribadi.

Sebuah lagu yang disukai bisa diunduh oleh jutaan pengguna telepon seluler. Dan pendapatan yang diperoleh seorang produser serta artis dari bisnis RBT ini bisa jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan CD.

Ketiga, pertunjukan. Ketika artis mulai beranjak populer, biasanya akan ada permintaan untuk show yang dilakukan di daerah-daerah. Untuk show tersebut artis dan produser selaku manajemen pengelola artis akan memperoleh pendapatan. Bayangkan, jika dalam sebulan ada empat kali penampilan, dan honor sekali tampil adalah Rp 10 juta, maka akan diperoleh Rp 40 juta. Apalagi, jika sekali tampil dibayar sebesar Rp 30 juta-Rp 40 juta, maka perolehan honor show bisa di atas pendapatan hasil penjualan CD.

Apakah semua artis dan produser bisa meraup pendapatan sebagaimana dipaparkan di atas? Jelas tidak. Dalam realitasnya, bisa disebut, artis dan produser yang sukses dalam industri musik rekaman hanya 10 persen dari total pelaku. Kenapa demikian? Karena yang namanya seni musik sangat bergantung pada selera pasar. Album rekaman dan artis yang akan sukses adalah yang mampu memenuhi selera pasar.

KOMPAS

Saturday, April 17, 2010

PROFIL USAHA: Maju dengan Sekolah Bloger

Sabtu, 17 April 2010 | 03:45 WIB


Stefanus Osa Triyatna

Mungkin agak aneh terdengar, kalau bikin blog mesti ada sekolahnya. Akan tetapi, itulah bisnis blog yang dijadikan peluang oleh Asri Tadda, pemuda Luwu Timur, Sulawesi Selatan, untuk membangun semangat kewirausahaan mandiri tanpa harus memiliki kantor.

Kegetolan Asri Tadda (29) mampir di warung internet telah mengubah kehidupannya, bahkan mengubah arah cita-cita sebagai dokter sebagaimana diharapkan orangtuanya. Padahal, ke warung internet (warnet) itu dilakukan di sela-sela kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alasan sulitnya membiayai kuliah membuat pemuda kelahiran Pabeta, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, itu memulai bisnis online sejak awal tahun 2007. Asri menekuni aktivitas online sebetulnya sudah sejak akhir tahun 2005.

Menurut suami Dewi Hastuty Sjarief ini, kegemarannya mampir di warnet bikin kesal keluarganya. Karena menekuni bisnis online, kuliahnya sempat tersendat-sendat. Namun, beginilah cara Asri membiayai kuliahnya.
Maklum, Asri mengaku hanyalah seorang pengelola petak pertambakan air asin dan penggiling gabah. Itulah modal untuk membiayai kuliahnya.

Padahal, di warnet itulah Asri menghabiskan waktunya membaca kisah-kisah sukses pengusaha besar. Sampai-sampai, dirinya tertarik untuk bisa berwirausaha. Syukur-syukur bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain.

”Dari membaca-baca, terutama informasi masalah sosial, saya menulis berbagai opini di surat kabar lokal,” kata Asri.

Awal tahun 2007 Asri mengenal bisnis blogging melalui program blog advertising. Perkenalannya dengan dunia blog dimulai dari aktivitas untuk menulis dan memublikasikan artikel, puisi, dan tulisan curahan hati alias curhat secara online pada media hosting blog gratis.

Karena rajin mencari informasi seputar bagaimana cara menghasilkan uang dari internet, akhirnya Asri menemukan titik terang dalam bisnis online hingga saat ini.

Asri mengakui, hambatan terbesarnya adalah keterampilan. Dia sama sekali tidak punya dasar pengetahuan tentang internet dan website sehingga awal perjalanan bisnis online-nya sangat lambat. Semua prosesnya otodidak.

”Saya hanya mahasiswa kedokteran biasa yang kebetulan tertarik dengan dunia blogging dan internet marketing,” kata Asri.

Hingga saat ini dia memiliki sekitar 200 blog dengan berbagai tema dan semuanya disajikan dalam bahasa Inggris. Meskipun sibuk, Asri menyempatkan diri meng-update blog-blog tersebut. Bahkan, dia punya target membuat 2-3 blog baru setiap bulan. Semua ini sebenarnya menjadi investasi bisnis online ke depan.

Bisnis serius

Sejak April 2009, Asri bersama rekan-rekannya di AstaMedia Group meluncurkan AstaMedia Blogging School pada bulan Maret 2009 di Makassar. Namun, sekolah itu baru diluncurkan secara resmi ke publik pada 16 Mei 2009.

Tujuannya adalah berbagi peluang mendapatkan penghasilan dan membuka lapangan pekerjaan alternatif, khususnya bagi generasi muda. Di AstaMedia Blogging School, ada tiga program pelatihan, yaitu Blogging Basic untuk para pemula, Blogging Pro untuk mereka yang sudah fokus mengelola dan mengoptimalkan blog sebagai sumber penghasilan, dan Blogging for Professionals untuk mereka yang memiliki profesi tertentu, tetapi sangat ingin belajar blogging.

Asri menjamin, dalam masa maksimal tiga bulan setelah proses pendidikan dan pelatihan selesai, para siswa yang sudah lulus di Blogging Pro akan memiliki penghasilan dari blog-blog mereka. Apalagi, tenaga pengajarnya adalah para bloger senior yang sudah malang melintang dalam dunia blog advertising dan menghasilkan banyak uang dari blogging sehingga secara tidak langsung juga turut menumbuhkan motivasi bagi para siswa.

Target utama Blogging School ini adalah kalangan generasi muda. Namun, dirinya tidak menutup diri jika ada kalangan masyarakat umum. Saat ini ada sekitar 100 siswa dari berbagai latar belakang dan profesi. 

Sebagian besar di antara mereka kini sudah berpenghasilan di atas 250 dollar AS atau Rp 2 juta per bulan.
”Memang, mengajarkan blog kepada mereka yang sudah melek internet dan sedikit paham bahasa Inggris jauh lebih mudah ketimbang terhadap mereka yang sama sekali buta internet. Ini adalah tantangan kami di AstaMedia Blogging School,” kata Asri, yang pernah juara kedua Wirausaha Muda Mandiri (WMM) tingkat nasional tahun 2008.

Dapat dikenal

Pengetahuan blogging diharapkan dapat dikenal oleh semua lapisan masyarakat Indonesia dan menjadi lapangan kerja alternatif yang minim modal, tetapi dengan potensi yang sangat besar.

Asri mengakui, ada beberapa orang yang menyangsikan bisnisnya karena ilmu blogging sesungguhnya sudah sangat berlimpah di internet. Hanya saja, tidak semua orang bisa belajar tanpa pendampingan. Buktinya, tingkat kesuksesan AstaMedia Blogging School kini mencapai 85 persen. Artinya, hanya sekitar satu orang dari setiap kelas yang menemui hambatan berarti dalam mencapai penghasilan online.

Saat ini Asri mengatakan sudah menghasilkan 12 angkatan alumni Blogging Pro dan 20 angkatan tingkat dasar. Siswa di AstaMedia Blogging School memang diberikan jaminan, dalam masa maksimal tiga bulan akan mendapatkan penghasilan online dari blog. Hal ini sudah dibuktikan pada semua angkatan alumni.
Bahkan, sebagian besar dari siswa sudah menghasilkan uang dari blog mereka pada akhir bulan pertama masa belajar atau malah ketika sedang mengikuti pelajaran kelas.

KOMPAS

- Muhammad Idham Azhari

Sunday, April 11, 2010

Analisis Teknis Awal di Bursa Saham

Minggu, 11 April 2010 | 04:04 WIB

Adler Haymans Manurung - praktisi keuangan

Apakah analisis teknis saham itu?

Bagaimana menggunakannya? Analisis teknis merupakan sebuah pendekatan untuk menilai (membeli atau menjual) saham di bursa tanpa menggunakan perhitungan matematis atau prospek perusahaan pada masa mendatang. Para pemain saham di bursa menggunakan pendekatan ini karena dianggap lebih sederhana daripada pendekatan lainnya.

Semua investor telah memahami bahwa informasi yang dimiliki perusahaan akan terefleksi pada harga saham. Harga saham yang ditransaksikan di bursa merupakan refleksi informasi yang ada pada perusahaan. Bila harga saham mengalami peningkatan, investor yang membeli saham memperoleh informasi yang cukup bagus mengenai perusahaan terebut. Sebaliknya, bila harga saham perusahaan di bursa menurun, informasi yang buruk dalam perusahaan sedang beredar dan sudah diterima investor. Adanya informasi perusahaan yang beredar bagi para investor atau di pasar membuat jumlah permintaan dan penawaran terhadap saham mengalami fluktuasi.

Teori Dow

Pendekatan ini dimulai oleh Charles Dow dan selanjutnya terkenal dengan teori Dow dan juga pendiri The Wall Street Journal. Dow membuat gambar (chart) atas semua harga saham tersebut dengan waktu yang panjang maka pengikut pendekatan ini dikenal sebagai Chartist Analyst.

Harga saham di bursa bisa pada satu hari hanya tiga jenis, yaitu harga penutupan, harga terendah, dan harga tertinggi. Harga penutupan adalah harga saham yang transaksinya terjadi terakhir sekali dan biasanya pada penutupan pasar. Transaksi saham di bursa ditutup pada pukul 16.00. Saham yang mempunyai transaksi jual-beli sampai pukul 16.00 disebutkan harga penutupannya merupakan harga tersebut. Bila investor melihat surat kabar esok harinya, disebut harga transaksi terakhir dan menjadi harga penutupan.

Ada tiga premis dalam pendekatan teknis ini, yaitu, pertama, tindakan pasar selalu mendiskon harga atas informasi. Artinya, informasi yang masuk kepada investor melalui publik ekspose perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa selalu didiskon investor untuk saham tersebut. Misalkan, investor mendapatkan informasi dari perusahaan dan dari berbagai pihak dengan harga Rp 12.000 per saham maka investor tidak langsung menerima harga tersebut, tetapi akan menurunkan/mendiskon harga tersebut.

Kedua, harga-harga saham di bursa mempunyai arah atau kecenderungan, baik jangka pendek dan jangka panjang. Kecenderungan harga saham bisa saja naik atau turun. Umumnya, kecenderungan ini dibutuhkan investor agar bisa mengambil keputusan untuk membeli atau menjual atau menahan saham yang dimiliki atau akan dimiliki.

Ketiga, pola harga saham yang terjadi tersebut akan berulang kembali pada masa mendatang. Artinya, pola harga yang terjadi pada masa lalu akan berulang kembali. Bila pola harga tersebut terulang, investor dapat mengambil kebijakan untuk membeli atau menjual atau menahan saham yang akan dimiliki.

Grafik pergerakan

Grafik ketiga harga ini dibuat untuk periode jangka panjang. Grafik akan menunjukkan pergerakan harga. Bila sekaligus tiga harga digrafikkan dan dibuat dalam jangka panjang, ada sedikit kebingungan. Kemudian, analis chart hanya menggunakan harga penutupan. Gambar harga saham yang dibuat dalam jangka panjang memperlihatkan pergerakan harga tersebut. Gambar tersebut membuat sumbu datar (horizontal) adalah waktu dan sumbu vertikalnya harga saham.

Grafik harga saham ini dibuat secara harian dengan jangka panjang, tetapi harga masa lalu bukan harga pada masa mendatang karena harga masa mendatang tidak diketahui. Grafik harga saham tersebut bisa mendatar karena harga tidak bergerak atau tidak berubah. Harga bisa juga naik terus dan kemudian menurun sehingga membuat sebuah perbukitan dan berulang lagi membuat perbukitan yang sangat besar.

Bahkan, juga harga tersebut bisa membuat lembah yang dalam karena harga turun terus dan naik kemudian. Charles Dow membuat grafik ini dan memberikan pandangannya sehingga grafik tersebut mempunyai arti dan memberikan masukan kepada investor untuk membeli atau menjual saham.

Bila grafik harga dilihat dalam jangka panjang, misalnya bulanan dan tahunan, investor melihat kecenderungan harga yang sangat mendasar. Artinya, ke arah mana sebenarnya harga saham tersebut bergerak. Bahkan, sejumlah pihak akademik mencoba membuat siklus arah pergerakan harga saham. Untuk kasus Indonesia, harga saham yang ditunjukkan indeks sedang pada siklus keempat pada posisi kenaikan.

Pergerakan harga dengan jangka panjang ini berguna untuk melihat gambaran harga saham secara keseluruhan.

Pergerakan harga jangka panjang ini dipergunakan investor untuk mengetahui apakah situasi masa lalu akan terulang kembali. Bila terulang kembali, investor bisa mengambil keputusan dalam rangka membeli atau menjual saham yang dimiliki atau akan dimiliki investor.

Bila pergerakan harga mingguan dan bulanan dibuat pembuat analisis, analisis dikenal dengan kecenderungan jangka menengah. Akhirnya, pergerakan harga harian dikenal dengan kecenderungan dengan minor (minor trend). Pergerakan harian disebut dengan kecenderungan minor karena sangat jangka pendek dan belum dapat secara signifikan dipergunakan secepatnya untuk membeli atau menjual saham walaupun ada yang menggunakannya untuk transaksi harian.

Grafik harga dipergunakan investor untuk membeli dan menjual saham yang akan dimiliki. Investor harus hati-hati menggunakan analisis teknis ini karena kesalahan akan merugikan investor.

KOMPAS

Sunday, April 4, 2010

Investasi: Alokasi Aset Investasi

Minggu, 4 April 2010 | 03:42 WIB

Elvyn G Masassya - Praktisi Keuangan

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang sukses ataupun gagal dalam berinvestasi. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah strategi ataupun cara mengalokasikan aset investasi.

Umpamakan Anda memiliki dana Rp 1 miliar. Dan teman Anda juga memiliki dana dalam jumlah yang sama. Lalu Anda berdua sama-sama melakukan investasi. Bisa dipastikan, hasil investasi tersebut akan berbeda.

Katakanlah, Anda dan teman Anda sama-sama melakukan diversifikasi alias ”tidak menempatkan semua telur dalam satu keranjang”. Artinya, dana Rp 1 miliar itu dibelikan saham, obligasi, reksa dana, tanah, dan mungkin emas. Lantas, apakah hasilnya akan sama? Tidak, karena saham yang dibeli mungkin berbeda.

Atau kalaupun membeli saham yang sama, tetapi jangka waktu investasi pada saham itu tidak sama. Anda hanya 6 bulan, sedangkan teman Anda mungkin 1 tahun. Konkretnya, kendati pilihan instrumen sama, tetapi jika jangka waktu investasi berbeda, hasilnya bisa berbeda pula.

Oleh karena itu, diversifikasi saja belumlah cukup untuk bisa meraih sukses dalam berinvestasi. Lebih dari itu, diversifikasi harus diikuti dengan perhitungan mengenai berapa besar alokasi dana pada setiap instrumen investasi. Inilah yang mungkin membedakan Anda dengan teman Anda.

Selain itu, alokasi tersebut juga mesti diikuti dengan time horizon investasi yang jelas, yakni apakah untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Kemudian, dalam alokasi aset tersebut, yang nantinya disebut sebagai portfolio investasi, Anda mesti memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan investasi aktif ataukah investasi pasif.

Alokasi aset

Alokasi aset pada hakikatnya adalah investasi dengan melakukan klasifikasi yang berbeda untuk tiap jenis aset. Klasifikasi itu terdiri atas jenis investasi, jumlah, risiko, potensi keuntungan, jangka waktu, dan juga cara mengelola investasi itu sendiri.

Ada investasi dalam bentuk produk riil atau di sektor riil dan investasi dalam bentuk ”kertas berharga” yang diperdagangkan di pasar modal. Dalam hal ini, termasuk tetapi tidak terbatas, pada saham, obligasi, reksa dana, indeks, dan sebagainya.

Pilihan Anda terhadap alokasi aset investasi tersebut tentunya mesti disesuaikan dengan tujuan investasi itu sendiri. Pada umumnya, para investor menginginkan return yang besar dari setiap jenis investasi yang dilakukan. Dan kalau bisa return yang tinggi tersebut diraih dalam jangka pendek. Namun, ada juga yang menginginkan hasil stabil dalam kurun waktu yang panjang. Dus, tujuan investasi yang berbeda akan menghasilkan strategi alokasi investasi yang berbeda.

Setelah Anda memastikan tujuan investasi, barulah kemudian memilah alokasi aset investasi yang relevan dan sekaligus memperhitungkan ekspektasi imbal hasil serta risiko yang terkandung di dalam jenis investasi dimaksud. Katakanlah, Anda memilah aset investasi menjadi 50 persen di sektor riil dan 50 persen di pasar modal. Untuk yang di sektor riil, Anda pilah lagi menjadi properti, tanah, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, Anda juga sekaligus memastikan berapa tahun investasi di sektor riil tersebut akan Anda pegang.

Sementara, yang 50 persen lagi dialokasikan untuk saham, obligasi, dan reksa dana. Jumlah pada setiap instrumen investasi itu tentu bergantung juga pada risk taking capacity yang melekat pada diri Anda. Jika Anda termasuk risk taker dan berorientasi jangka pendek menengah, tentu saham bisa menjadi pilihan yang terbesar. Selanjutnya reksa dana saham dan baru obligasi.

Diversifikasi

Ketika Anda mengalokasikan dana untuk investasi di saham, maka saham jenis apa yang Anda beli? Di sektor mana? Suka tidak suka, Anda harus juga melakukan diversifikasi lebih lanjut. Pertama, bagi dana saham Anda pada beberapa sektor ekonomi. Lalu, saham untuk papan atas yang berfundamen bagus dalam jangka menengah untuk kepastian dividen dan saham pada lapis kedua yang menjanjikan potensi capital gain.

Kedua, pilah reksa dana yang Anda beli dalam beberapa jenis, yakni reksa dana saham, reksa dana obligasi, dan reksa dana campuran. Ketiga, Anda dapat juga membeli obligasi ritel yang diterbitkan pemerintah, dengan risiko sangat rendah.

Setelah Anda mengalokasikan dana pada setiap jenis investasi tersebut, maka berikutnya adalah, apakah Anda akan melakukan investasi secara pasif atau aktif. Kalau investasi pasif, nasib investasi Anda akan bergantung sepenuhnya pada pergerakan pasar. Untuk saham, misalnya, jika saham yang mengalami pergerakan harga dan kemudian Anda melepasnya, maka Anda akan mendulang keuntungan.

Demikian juga dengan reksa dana saham, yang jika indeks meningkat maka nilai asset value (NAV) dari reksa dana tersebut juga meningkat. Namun, jika harga saham jatuh, investasi Anda juga akan jatuh. Pendeknya, semua bergantung pada pergerakan pasar dengan konsep paling dasar, yakni, buy low sell high.

Namun, jika Anda memiliki nyali dan juga kemampuan investasi yang memadai, Anda bisa juga memilih strategi investasi aktif. Artinya, keberhasilan dan ataupun kegagalan investasi Anda tidak sepenuhnya bergantung pasar, tetapi lebih kepada diri Anda dalam mengambil inisiatif, terlepas bagaimanapun kondisi pasar.

Misalnya, ketika harga saham berjatuhan dan mungkin termasuk saham yang Anda miliki, maka tindakan Anda bukanlah menjual saham itu, melainkan kembali membeli, bahkan dalam jumlah lebih besar. Atau Anda membeli saham lapis kedua, yang Anda yakini memiliki potensi besar untuk bergerak, kendati investor lain kurang berminat. Hal sama juga berlaku untuk reksa dana dan obligasi. Anda aktif melakukan perdagangan dan pertukaran jenis instrumen investasi yang Anda yakini memiliki potensi capital gain dalam horizon investasi Anda.

KOMPAS