BLOGSPOT atas

Sunday, December 27, 2009

Membangun Bisnis di Dunia Maya

Minggu, 27 Desember 2009 | 03:45 WIB

Lusiana Indriasari & Yulia Sapthiani

Pengguna internet adalah pasar yang bisa digarap untuk memulai sebuah bisnis. Berbekal keyakinan itu, sebagian anak muda merintis usaha dengan membuka toko di dunia maya.

Keyakinan itu bukan tanpa dasar. Menurut situs www.internetworldstats.com yang mengutip data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2008 tercatat lebih dari 25 juta pengguna internet di Indonesia dari populasi 237 juta penduduk Indonesia. Padahal pada tahun 2000, pengguna internet di Indonesia masih sekitar 2 juta orang.

Jumlah pengguna internet yang tumbuh pesat seperti gambaran tadi membuat Bayu Amperiawan (43) optimistis bisnis toko cokelat yang ia kembangkan bersama Lisnawati (32), istrinya, bakal maju. Dengan memasang merek dagang Ayla, Bayu mendesain sendiri toko virtualnya dengan nama www.tokocoklat.com.

Sesuai dengan produk yang dijualnya, Bayu memakai warna serba coklat untuk toko virtualnya. Ia lalu memasang foto berbagai jenis produk cokelat buatan istrinya sendiri, berikut harga yang ditawarkan dan tabel ongkos kirim ke luar kota. Selain cokelat, Lisnawati juga memproduksi kue basah dan kue kering.

Bayu dan Lisnawati memulai bisnis di dunia maya pada tahun 2006. Sebelumnya, Lisnawati hanya memasarkan cokelat dan kue kering buatannya dari pintu ke pintu. Namun, karena penjualan mereka tidak tumbuh baik, Bayu berinisiatif memasarkan produk itu melalui internet.

Sejak awal diluncurkan, toko cokelat virtual itu sudah berkembang pesat. Lisnawati memang yakin bahwa produk cokelat bisa diterima pasar karena awet hingga 16 bulan. Cokelat juga tidak mengenal musim seperti kue kering yang hanya laris saat Lebaran atau Natal.

”Kapan saja orang ingin mengungkapkan perasaan hatinya, mereka bisa mengirimkan cokelat,” kata Bayu. Toko Coklat menjual produknya dengan harga Rp 2.000 untuk cokelat batangan dan Rp 20.000-Rp 90.000 untuk cokelat dalam kemasan kotak atau stoples.

Karena bisnis yang dibangun bersama istrinya menunjukkan kemajuan, Bayu memutuskan keluar dari pekerjaannya setelah 15 tahun bekerja di perusahaan teknologi informasi di Jakarta. Ia ingin total mengelola situs dan melayani pesanan toko virtualnya, sementara sang istri lebih berkonsentrasi pada pengembangan produk.

Kalau Bayu menawarkan cokelat, Felicia Santoso (26) menawarkan rangkaian bunga sebagai kado di toko virtual miliknya, www.kadoplus.com. Di situs yang didominasi warna merah muda dan dihiasi berbagai gambar bunga itu, Felicia berkreasi membuat rangkaian bunga untuk berbagai keperluan, seperti ulang tahun, pernikahan, ucapan simpati, duka cita, dan lain-lain.

Felicia baru memulai bisnisnya tahun 2008. Ia dibantu sang pacar, Steven Aliwarga (27), untuk membuat situs guna memasarkan produknya. Felicia lalu mendatangkan bunga-bunga segar dari Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia.

Beberapa bunga, seperti lily dan tulip, bahkan didatangkan dari negara lain, seperti China dan Belanda. Untuk menyimpan bunga agar tetap segar, Felicia memiliki lemari pendingin berukuran besar di rumahnya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Luar negeri

Pesanan yang mengalir ke Toko Coklat datang dari berbagai daerah di Indonesia. Terkadang mereka juga mendapat pesanan dari luar negeri, seperti Amerika, Australia, dan Singapura. Toko Coklat juga memasok produk ke supermarket buat Total Buah Segar dan All Fresh di Jakarta. ”Kebetulan ada teman yang bekerja di kedua supermarket itu,” tutur Lisnawati yang mengaku omzetnya rata-rata bisa mencapai Rp 15 juta per bulan.

Felicia enggan menyebut berapa omzet per bulan. Ia hanya menyebut rata-rata ia menerima 10 pesanan bunga, bingkisan boneka, kue, dan buah-buahan setiap hari. Kadoplus mematok harga bervariasi untuk rangkaian bunga segar, yaitu Rp 300.000-Rp 1,5 juta, tergantung tingkat kesulitan cara merangkainya dan bahan baku yang digunakan.

Untuk melayani pembeli, Felicia mempekerjakan tiga karyawan. Ia juga berencana membuka toko betulan di dekat rumahnya. ”Supaya orang bisa berbelanja langsung dan melihat barangnya,” tutur Felicia.

Tidak semua yang berbisnis di internet mengawali usahanya langsung dari dunia maya. Seperti dilakukan kakak beradik Susan Limena (38) dan Irene Wiguna (30), yang memiliki usaha menjual berbagai macam barang, seperti jam dinding, pigura, aksesori rambut, dompet, lampu, alat tulis, dan lain sebagainya.

Sebelum merambah dunia maya, Susan dan Irene sudah memiliki dua toko dalam pengertian fisik di Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan di Surabaya, Jawa Timur. Toko itu bernama Djiraf. Untuk memasarkan produk yang dijual di kedua tokonya, mereka lalu membuat situs www.djiraf.com melalui jasa seorang desainer situs.

Susan dan Irene memulai bisnisnya pada tahun 1997 dengan membuat pernak-pernik seperti kotak pensil dan stoples dari kertas daur ulang atau daun. Untuk menjual pernak-pernik itu mereka membuka toko di rumah mereka di Mataram dengan nama Djiraf Recycle Spot.

Toko itu hanya bertahan 1,5 tahun karena keduanya harus pindah ke Surabaya, Jawa Timur, untuk kuliah. Namun, pada tahun 2001, toko Djiraf buka kembali di Mataram dan tahun 2007 sudah memiliki cabang di Surabaya.

Setelah dipasarkan melalui internet, Irene mengaku, produk Djiraf tidak hanya dikenal di Mataram dan Surabaya. Mereka sudah menerima pesanan dari berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Padang, dan Manado. Mereka yang membuka usaha di dunia maya ini menggandeng kurir atau perusahaan pengiriman barang untuk mengantarkan pesanan kepada para konsumen.

KOMPAS

No comments: