BLOGSPOT atas

Monday, November 30, 2009

Manajemen Pelanggan di Kedai Kopinya Paman Howie

Senin, 30 November 2009 | 09:15 WIB

KOMPAS.com - Ketika didesain sejak awal oleh Howard Schultz (Paman Howie), Starbucks memang sudah mengacu pada konsep komunitisasi. Dikatakan oleh orang-orang sebagai “tempat ketiga” untuk kita menikmati kopi setelah rumah dan kantor, Starbucks melihat dirinya sebagai tempat bersosialisasi di luar kehidupan keluarga dan juga kehidupan professional.

Di celah antara dua dunia inilah terletak komunitas sosial. Komunitas yang biasanya terbentuk atas identitas yang kolektif (contohnya dalam hal ini adalah kalangan professional), kesamaan minat (suka kopi atau sekedar ‘nongkrong’), kesamaan aspirasi dan tujuan (memiliki jiwa sosial untuk kehidupan masa depan yang lebih baik).

Sehingga kedai kopinya Paman Howie ini sadar betul bahwa pelanggan mereka datang tidak saja untuk mendapatkan produk yang dijual, tapi juga untuk menghabiskan waktu bersama komunitasnya. Sehingga sangat penting bagi mereka menciptakan “The Starbucks Experience” secara menyeluruh. Mulai dari sapaan saat memasuki ruangan dan mencium aroma kopi, hingga ambience yang mendukung saat pelanggan bersantai dan hang out bersama teman.

Perkembangan perusahaan ini dari hanya beberapa outlet saat Howard Schultz mengambil alih perusahaan ini tahun 1987, menjadi lebih dari 60 ribu outlet tahun 2003, menunjukkan Starbucks cukup jeli dalam menangkap dan memenuhi kebutuhan komunitas yang sudah ada ini, atau bisa disebut “by default”.

Dengan banyaknya pelanggan dari semua kedainya, Starbucks lalu menyadari bahwa para pembeli loyal ini dapat dirangkul dalam suatu wadan dan dibentuk sebagai suatu komunitas. Dengan membentuk komunitas penggemar Starbucks melalui berbagai online social media, perusahaan ini berhasil membentuk sebuah komunitas baru yang dibentuk oleh perusahaan, yang kami sebut sebagai “by design”. Kini, account Twitter mereka memiliki sekitar 500 ribu pengikut dan fan page Starbucks di Facebook memiliki lebih dari 5 juta anggota.

Dengan berhasilnya terbentuk komunitas “by default” dan “by design” ini terlihat bahwa Starbucks berhasil melakukan confirmation terhadap komunitas dengan menawarkan sesuatu yang benar-benar relevan dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Tapi Starbucks juga sadar bahwa axiety and desire pelanggannya tidak sekedar terbatas pada apa yang terjadi dalam kedai kopi mereka. Akan tetapi mencakup keseluruhan hal yang mempengaruhi lingkungan sosial mereka. Oleh sebab itu, Starbucks merasa bahwa mereka juga perlu terus menunjukkan klarifikasi positioning Starbucks melalui berbagai inisiatif yang menganggapi isu-isu penting dunia, seperti sustainability, social responsibility, dan fair trade.

Sehingga komitmen pada aktivisme sosial dan lingkungan adalah salah satu bagian inti dari brand Starbucks. Dari berbagai program social responsibility yang diluncurkannya, salah satu yang paling menarik adalah “Starbucks Earthwatch Contest”. Dalam kontes ini, Starbucks meminta para pelanggannya untuk menulis essay tentang ”How would you change the world”. Hadiah bagi pemenangnya bukan berupa barang ataupun uang, tapi mendapatkan kesempatan untuk mengikuti suatu ekspedisi ke Costa Rica untuk bekerja sama dengan suatu koperasi petani kopi di sana dan membantu mendorong diimplementasikannya prinsip prinsip pertanian yang lebih sustainable.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Sunday, November 29, 2009

Cerita Tentang Kedai Kopinya Paman Howie

Minggu, 29 November 2009 | 13:06 WIB

KOMPAS.com - Anda yang jeli melihat tulisan kami sebelumnya tentu menyadari bahwa sudah beberapa kali kami menggunakan Starbucks sebagai contoh penerapan new wave marketing. Saat menjelaskan codification, kami melihat bagaimana Starbucks mengidentifikasi aspek darinya yang betul-betul berbeda sampai ke tingkat DNA, sehingga mampu membuat produk yang benar-benar sangat personal. Lalu kami juga membahas bagaimana Howard Schlutz (yang dikenal dengan sebutan Paman Howie) berupaya mengembalikan “the Starbucks experience” melalui caring.

Seringnya kami membahas perusahaan ini, bukan berarti bahwa Starbucks adalah contoh sempurna penerapan New Wave. Masih sering kita dengar berita tentang “dosa-dosa” Starbucks seperti kasus pemecatan karyawan karena ’ngeblog’, dan juga kontroversi terhada pergantian loyalty program yang dinilai merugikan pelanggan paling setia.

Salah satu pembaca di kolom ini di Kompas.com bahkan ada yang kesal mendapati pengalaman buruk di Starbucks dengan mengatakan: ”Saya pernah membeli kopi "Starbucks " di daerah Indianapolis - USA, mungkin karena mereka melihat kulit saya coklat lalu mereka risih melayani saya. Karena saya merasa " customer " yang merasa diperlakukan tidak baik lalu saya lemparkan kopi itu ke arah counter mereka dan mereka merasa terkejut sekali. Karena mereka merasa bersalah atas kejadian tersebut mereka menawarkan kopi gratis kepada saya tapi saya tolak lalu saya telpon "Headquater " di Seattle, tidak lama kemudian tokonya ditutup, rugi!”

Satu yang kami ingin angkat adalah bagaimana sebuah perusahaan ingin berubah dengan melakukan rangkaian inisiatif dan program untuk menunjukkan bahwa mereka mengerti bahwa dunia telah berubah menjadi horizontal, dan terus menerus mencoba belajar untuk beradaptasi dalam landskap yang baru ini. Hal inilah yang patut dipelajari oleh perusahaan lain, oleh sebab itu kami menjadikannya sebagai salah satu studi kasus besar tentang new wave marketing dalam tulisan ini.

Pertama-tama kami akan melihat bagaimana ia melakukan inisiatif manajemen konsumennya yang baru di era New Wave ini. Tentunya ini dilihat dari praktek komunitisasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, kita akan lihat bagaimana ia melakukan manajemen produk yang berbasiskan co-creation. Dan ketiga, kita akan juga melihat bagaimana ia melakukan manajemen brand-nya yang mengacu pada pengembalian karakter dan roh-nya yang sempat hilang.

Bagaimana Paman Howie mencoba membawa kembali kinerja kedai kopinya seperti jaman kejayaannya dulu memang merupakan langkah yang sangat berani. Kenapa? Karena memang butuh keberanian dan dedikasi yang sangat tinggi untuk merubah dan merobohkan mental dan paradigma praktek pemasarannya yang lama.

Berbagai hal yang dilakukan oleh Paman Howie yang mengambil alih lagi posisi CEO akibat buruknya prestasi penerusnya memang dalam rangka menghorisontalkan kedai kopinya, seperti yang tercermin di level strategi dan dan juga di lapangan. Di level taktikal, banyak yang kita dapat lihat di dalam berbagai inisiatif seperti kampanye "The Way I See It", "Nutrition by the Cup", ”mystarbucksidea”, ”Earth Contest” dan lain sebagainya.

Studi kasus ini sekiranya menunjukkan bahwa tidak perlu terlalu rumit untuk menerapkan praktik New Wave Marketing, asalkan ada kemauan yang jelas dari level atas. Asalkan pula mau merobohkan mental praktek lama yang vertikal. Satu juga yang penting adalah gagasan-gagasan kreatif dan keberanian untuk menerapkannya dalam praktik sehari-hari.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

INVESTASI & KEUANGAN: Bermain Opsi ketika Pasar "Bullish"

Minggu, 29 November 2009 | 03:26 WIB

Adler Haymans Manurung praktisi keuangan

Beberapa analis dan pemain pasar menyatakan pasar akan naik tahun mendatang dan dimulai akhir November. Desember dianggap berbagai pihak sebagai saat pemain dan issuer saham melakukan window dressing karena ingin memperlihatkan kinerja yang bagus.

Harga saham akhir Desember dipublikasikan pada laporan keuangan perusahaan dan selalu diinginkan ada kenaikan harga saham bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Bila menurun, maka harus ada alasan terjadinya penurunan itu. Bermain opsi pada kondisi ini sangat diperlukan agar mendapat untung.

Asumsi yang digunakan kali ini harga saham naik dalam enam bulan ke depan. Alasan seperti diuraikan sebelumnya dan juga adanya kemungkinan January Effect di mana harga saham akan naik karena fund manager mengubah strategi dengan menukar saham akibat adanya perubahan estimasi pendapatan.

Tindakan pertama yang dilakukan investor adalah membeli opsi cal, bisa yang bergaya Amerika atau Eropa. Disarankan membeli opsi call Amerika supaya investor lebih bebas melakukan eksekusi. Walaupun pasar diasumsikan naik terus, ada kemungkinan turun. Bila penurunan pada akhir periode, maka pembeli opsi call tidak banyak untung.

Pada opsi call Amerika, investor bebas mengeksekusi selama periode opsi untuk mendapatkan keuntungan optimal. Kemampuan melihat waktu yang tepat mengeksekusi sangat diharapkan agar keuntungan optimal.

Dalam membeli opsi call, investor juga harus memerhatikan dan menganalisis periode opsi call agar keuntungan optimal. Periode yang dipergunakan bisa enam bulan atau lebih pendek, yaitu satu bulan. Tetapi, disarankan periode pendek untuk investor yang mempunyai waktu untuk memerhatikan pasar tiap hari. Investor yang tidak mempunyai waktu disarankan membeli yang periodenya panjang.

Investor juga harus memerhatikan harga strike, kesalahan menentukan bisa membuat ketinggalan sehingga keuntungan tidak optimal. Harga strike yang diharapkan tidak jauh berbeda dari harga sekarang, bila perlu harga strike sama dengan harga sekarang.

Tindakan kedua, lindung nilai terhadap tindakan sebelumnya. Tindakan ini ada dua strategi. Bila investor sudah membeli saham atau dikenal dengan underlying asset, investor dapat membeli/menulis opsi. Sebaliknya, pertama sekali investor melakukan tindakan opsi dan tindakan selanjutnya membeli saham.

Bila investor pertama sekali membeli saham, berikutnya investor harus melindungi saham tersebut dengan membeli put. Artinya, bila harga jatuh tajam tiba-tiba, investor sudah punya hak menjual sahamnya pada harga tertentu. Dengan begitu investor hanya rugi sedikit.

Bila investor pertama kali mempunyai tindakan menulis opsi call, investor wajib menyerahkan barang ke lawannya. Tindakan ini salah pilih karena investor mendapat informasi bahwa harga naik. Investor harus melindungi tindakan menulis opsi call tersebut dengan membeli underlying asset atau saham yang dikontrak opsi call tersebut.

Membeli saham memberi keuntungan bagi investor pada masa mendatang karena pasarnya naik. Tetapi, menulis opsi membuat rugi sehingga keuntungan investor stabil (sama) atas portofolio tersebut sepanjang harga saham naik.

Posisi atas opsi

Tindakan berikut, mengambil posisi atas dua atau lebih opsi dengan jenis yang sama. Artinya, investor mengambil posisi dua atau lebih opsi call dan juga demikian dengan opsi put yang disebut sebagai spread. Misalnya, investor membeli opsi call dan juga menulis opsi call.

Harga strike dari membeli opsi call lebih rendah dari harga strike menulis opsi call. Perbedaan harga strike ini merupakan spread bagi investor. Investor juga harus membayar premium opsi call tersebut secara berbeda. Premium pembelian opsi call lebih tinggi dari premium menulis opsi call. Perbedaan nilai premium ini juga menyatakan spread atas opsi tersebut. Kedua tindakan opsi ini harus mempunyai jatuh tempo sama sehingga tidak terjadi missmaturity dalam literature opsi.

Atas tindakan posisi dua opsi call ini atau disebut portofolio opsi call, keuntungan investor akan stabil setelah harga strike menulis opsi. Tetapi, kerugian investor juga stabil bila harga drop sejak harga strike membeli opsi call. Penulisan opsi call dengan harga strike yang lebih tinggi dari harga strike pembelian opsi call untuk membuat kenaikan harga masih jauh terjadi kewajiban penyerahan underlying asset.

Yang juga dapat dilakukan pada saat harga naik adalah mengambil posisi dua opsi put. Posisi pertama membeli opsi put dan posisi kedua menjual/menulis opsi put. Investor harus membuat harga strike membeli opsi put lebih rendah dari menulis opsi put sehingga investor mempunyai spread atas harga strike.

Investor juga membuat premium dari membeli opsi put lebih rendah dari premium menulis opsi put. Perbedaan premium dari kedua opsi put ini merupakan keuntungan investor. Investor sebaiknya mempunyai periode opsi put sama sehingga jatuh temponya sama. Dalam portofolio ini, investor mempunyai keuntungan stabil bila harga terus naik sepanjang masa di mana harga naik dari harga strike menulis opsi put. Namun, investor akan rugi bila harga turun terus dari harga strike membeli opsi put.

KOMPAS

Saturday, November 28, 2009

MTV: Apakah Masih Ada?

Sabtu, 28 November 2009 | 19:53 WIB

KOMPAS.com - Beberapa dari Anda mungkin adalah bagian dari MTV generation. Sebuah label generasi untuk orang yang lahir antara tahun 1975-1986, yang masa remaja atau pendewasaannya cenderung dipengaruhi oleh budaya pop yang disiarkan oleh MTV yang muncul pada tahun 1981.
Generasi ini merupakan saksi hidup yang melihat perkembangan teknologi di akhir 1980an dan sepanjang dekade 1990an mulai dari TV satelit, pager, komputer, video game, internet, dan kemudian handphone. Bisa dibilang generasi ini pada umumnya cenderung technology savvy.

Generasi ini memiliki apresiasi tinggi terhadap musik, film, fashion dan tren lainnya yang berkembang di era tersebut. Bisa dibilang nilai-nilai psikografis, gaya-hidup, perspektif pemikiran, dan attitude mereka dibentuk oleh apa yang ditonton di MTV ketika mereka beranjak dewasa.
Hari-hari di masa remaja mereka lewati dengan menonton idola mereka di channel tersebut mulai dari video jockey (VJs) sampai artis yang beken saat itu mulai dari yang ngepop seperti Cindy Lauper, Prince, Madonna sampai yang metal seperti Metallica dan Guns N Roses.

Anggota generasi ini sekarang sudah beranjak dewasa, dan banyak diantara mereka yang bahkan tidak lagi nonton MTV. Kenapa? Alasannya tentu banyak. Selain tidak punya waktu untuk nonton TV, sekarang juga banyak media lain untuk mengkonsumsi musik. Apalagi musik yang ditampilkan di MTV saat ini toh sudah tidak sesuai lagi dengan selera mereka. Jika dilihat dari konten yang disodorkannya sekarang, MTV memang lebih dari sekedar musik. Ia begitu ikonik, menjadi bagian dari budaya pop, sehingga mengklarifikasi bahwa ia sesungguhnya adalah bagian dari komunitas budaya pop di jaman globalisasi.

Di awal tahun ini, MTV melepas embel ”Music Television” di logo-nya. Hal ini dikarenakan seiring perkembangan jaman bahwa ia tidak lagi tentang musik. Meskipun dilahirkan, diinspirasi, dan didorong oleh musik, dengan melepas embel-embel ”Music Television” ini mereka mencoba mengatakan bahwa mereka tidak dilimitasi oleh musik itu sendiri. Dan tentunya bukan saja musik yang ia ingin tinggalkan, tapi juga Televisi. Satu hal yang ia coba adalah untuk membentuk sebuah kohort generasi baru, sebut saja ”Generasi MTV 2.0”

Ketika dominasi media massa yang bersifat broadcast seperti TV dirobohkan oleh media horizontal seperti blog, podcast, social networking, Facebook, dan YouTube, MTV pun mulai mengeliat. Ketika dominasi MTV sebagai ikon anak muda kian tersaingi oleh media horizontal yang lebih funky dan techy seperti MySpace, MTV pun mulai menggeliat.

Seiring dengan perjalanan waktu, MTV memang semakin mengadopsi tren horisontalisasi di dunia pemasaran. Tidak bisa lagi ia membroadcast secara vertikal, namun menghorisontalkan diri dengan menjadi komunitas yang sifatnya web di dunia online dan offline. Untuk menjadikan komunitas bersifat web-nya secara solid, ia memiliki faktor penarik (pooling factor) yang sangat kuat yaitu budaya pop. Artinya siapapun yang suka akan budaya pop bisa ikut ke komunitas mereka. Selain memiliki pooling factor yang kuat, ia juga punya hub yang tersebar di mana-mana, sebut saja para pembawa acara, dan juga para artis yang diajak nongkrong bareng secara on dan offline, on dan offair.

Meskipun berubah, rohnya MTV tetap sama, bahwa ia adalah bagian dari sebuah budaya pop, yang membentuk nilai-nilai psikografis, gaya-hidup, perspektif pemikiran, dan perilaku dari para pengikutnya yaitu komunitas pencinta budaya pop. Ia menjadi sebuah klaster, tempat di mana segala sesuatu yang berhubungan dengan budaya pop ada di sana, mulai dari pekerja, produser, sampai penikmat budaya pop menyatu di sana. Maka tak heran kalau di tengah pergantian jaman, karakter MTV tetap konsisten sampai sekarang, bahwa ia selalu menjadi bagian dari generasi anak muda dan budaya pop.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Thursday, November 26, 2009

Obama is Mac

Studi Kasus New Wave Marketing: Kampanye Obama (Tulisan Dua)

Kamis, 26 November 2009 | 09:17 WIB

KOMPAS.com - Banyak pelajaran marketing yang bisa dipetik Obama. Sebut saja ketika ia menang pertempuran pemasarannya pertama kali ketika melawan Hillary di penyaringan Capres Partai Demokrat di Amerika Serikat (AS).

Persaingan kedua kandidat presiden dari partai Demokrat ini sangat mendebarkan. Mereka berdua sama-sama penting di dalam sejarah. Satu adalah perwakilan dari kalangan Minoritas Amerika, satunya lagi adalah wanita kulit putih yang sangat berpengaruh dan diakui kepiawaiannya di dunia politik khususnya di Amerika. Mereka berdua sama-sama pengacara, sama-sama lulusan hukum dan sama-sama memiliki visi untuk membangun AS yang lebih baik. Kehadiran mereka pada waktu itu di kampanye perebutan kursi kandidat presiden AS yang mewakili partai demokrat boleh dikatakan sangat bersejarah karena tidak pernah ada kandidat presiden AS dari kalangan wanita ataupun kalangan kulit hitam.

Akan tetapi ternyata Obama yang menang di dalam pemilihan konvensi partai Demokrat yang akhirnya membawa Obama mewakili partai Demokrat melawan kandidat presiden dari partai Republik, John McCain. Mengapa Obama bisa menang? Kalau dianalisa dari strategi kampanyenya, kedua kandidat menggunakan berbagai media untuk mempengaruhi suara dari konstituan partai demokrat. Penggunaan media inilah yang akan kami analisa.

Seperti telah banyak didokumentasikan, Obama telah sukses karena secara signifikan menambah anggaran medianya di dorong oleh rasa “underdog” termasuk masalah di dalam pencarian dana kampanye. Strategi kampanye Obama melalui media baru telah dilakukan lebih awal ketimbang Hillary Clinton. Obama bergantung cukup besar pada aktivitas online dan jaringan social media termasuk situs kampanyenya.

Ketika Hillary Clinton meminjam uang 5 juta dolar untuk meningkatkan kemampuan kampanyenya, tim Obama menanggapinya dengan mengirimkan e-mail ke para pendukungnya pada hari berikutnya yang berbunyi, "Kita harus mencocokkannya dengan cepat, dapatkah Anda membantu?" Dalam waktu 24 jam, responden menyumbangkan 8 juta dollar AS!

Pada awal kampanyenya, Clinton tampil penuh di blog dan merupakan pendukung awal YouTube. Namun, Obama memenangkan saluran “user-generated media” (websites) dengan sangat besar. Hampir tiga kali lebih banyak video yang diupload oleh tim Obama vs tim Clinton, dengan 10 kali lipat jumlah viewernya ketimbang milik Clinton. Dampak virus dari " I got a crush ... on Obama" video dengan "Obama Girl" dan berbagai variannya dinikmati lebih dari 60 juta viewer di Youtube. Obama juga memanfaatkan lebih dari 1 juta pengguna Facebook dan MySpace. Obama menggunakan media sosial tidak hanya untuk membantu dia untuk berhubungan dengan para pemilih muda, tetapi juga cara yang sangat efisien untuk menjaga dirinya di media.

Di media one-on-one, Obama memperoleh keunggulan kompetitif. Dari strategi untuk fokus pada akar rumput, gimmicks seperti pesan voice-mail dari Chris Rock dan eksploitasi 1 juta-plus alamat e-mail yang diperoleh melalui database penggalangan dana , strategi media one-on-one Obama membantunya untuk mendapatkan begitu banyak pemilih.

Kalau di lihat secara keseluruhan strategi komunikasi Obama, Obama menang secara keseluruhan. Kemampuan kampanyenya untuk menciptakan hubungan pribadi melalui teknik pemasaran massal merupakan karakteristik dari strategi media yang di terapkannya. Penggunaan saluran media digital - khususnya situsnya, penggunaan media sosial dan e-mail pemasaran - membantu mendapatkan dukungan pemilih yang lebih muda dan terbukti efektif dalam penggalangan dana, faktor penting dalam mempertahankan upaya pemasaran yang tergolong sangat berat.

Strategi awal untuk membangun merek, dan kemudian fokus pada media-media online yang bertarget (targeted online media) yang kemudian didukung oleh kegiatan even dan program media One on One, membantu dia untuk membangun momentum di Iowa dan memulai kampanyenya sebagai lawan yang patut diperhitungkan. Kampanye Clinton sangat efektif dalam media-media tradisional akan tetapi terbukti tidak dapat membendung kekuatan social media dan pendekatan media barunya Obama.

Inilah dunia barunya Politik, kekuatan kreatif lah yang akan berjaya. Obama lebih berhasil melihat bahwa konektor yang tadinya tradisional sudah berubah menjadi mobile, experiential dan social. Hal inilah yang di lihat oleh Obama, dan dieksploitasi secara cepat dan masif. Di dunia baru yang lebih horizontal, yang kreatif lah yang akan menang.

Akhirnya kami melihat Obama ibaratnya adalah Mac yang kreatif, sedangkan Hillary Clinton ibaratnya PC yang lebih tradisional.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Wednesday, November 25, 2009

Studi Kasus New Wave Marketing: Kampanye Obama (Tulisan Satu)

Rabu, 25 November 2009 | 17:11 WIB

KOMPAS.com - Suka atau tidak dengannya, Barack Obama, adalah sebuah nama yang sangat fenomenal. Bukan saja karena dia terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat berkulit hitam pertama tetapi juga karena dia adalah seorang New Wave Marketer yang tulen. Jika dibandingkan dengan kampanye para kandidat presiden lainnya, kampanye Obama terbukti lebih tech-savvy, meninggalkan kampanye McCain. Andrew Rasiej, pendiri TechPresident.com, mengatakan ini adalah panggilan sebuah "budaya kepercayaan di Internet" di antara Obama dan staf. "Mereka melompati media mainstream dengan menghasilkan konten yang mereka tahu akan didistribusikan bagi para pendukung setelah itu upload."

Tidak hanya di Youtube, kampanye Obama juga cerdas tentang segmentasi para pendukungnya, metode komunikasi yang berbeda untuk setiap kelompok. Pemilih yang lebih muda, misalnya, mereka memanfaatkan pesan teks, untuk pemilih yang lebih tua, mereka mengirimkan email yang lebih ringkas.

Di awal, kampanye menggunakan informasi para pendukung mereka melalui email atau teks setiap beberapa hari, paling banyak - untuk membuat orang mengikuti berita terbaru dan berbicara berbagai aspek tanpa biaya iklan TV atau surat langsung. Tapi hari-hari terakhir sebelum November 4 terlihat kampanye Obama mengirimkan email setiap hari dan teks desakan dari pendukung Obama untuk memberikan suara bersama teman-teman, berpartisipasi dalam telepon kampanye, dan sukarelawan di kegiatan kampanye di dekat rumah pendukung. Mereka bahkan menawarkan sebuah kontes di mana-menit terakhir donor dapat dipilih untuk menghadiri pesta malam pemilihan Obama.

Untuk menyusul kampanye web Obama, staf Republik menjawab dengan menciptakan semacam "perang ruang" produksi video, pembuatan video digital pada kecepatan tinggi dan meng-upload itu bagi para pendukung untuk dapat di sebarluaskan. Namun, tanpa strategi online yang lebih besar, efektivitas kampanye upaya itu dipertanyakan. Kampanye dilakukan mungkin tidak cukup untuk memupuk komunitas online, yang bisa sangat membatasi penyebaran virus konten yang telah diciptakan.

Kedua kampanye juga menggunakan sesuatu yang disebut penargetan perilaku online, tetapi tim Obama terbukti lebih baik dalam meningkatkan efektivitas. Ketika seorang calon pemilih melakukan navigasi ke salah satu kandidat situs, sebuah "cookie," atau Internet tag, ditempatkan dalam browser Web pengguna. Cookie yang dapat mengidentifikasi jenis situs yang dikunjungi pengguna sesudahnya, membantu menginformasikan iklan politik yang dilihat oleh para pengguna.

Sebelumnya, kandidat harus mengandalkan segmentasi stereotip pemilih yang sangat besar dan membuat acara TV yang sesuai; tahun ini mereka sudah mampu merumuskan secara harfiah kampanye iklan untuk setiap individu pemilih. Mungkin karena publikasi yang panjang di musim kampanye Demokrat, website Obama menerima lebih banyak hit, membuat perilaku online-nya dapat ditargetkan secara lebih efektif. Pada awal Juli, rasio laulintas BarrackObama.com mengalahkan JohnMcCain.com dengan rasio 4:1, dan pada awal bulan September, jumlah tersebut hanya berkurang menjadi 2:1, menurut Nielsen.

Dan hebatnya kampanye Obama di dunia web sangat berbiaya rendah. Selain fokus kepada mybarackobama.com, para staff juga berupaya menggunakan sumber daya gratis seperti facebook, myspace dan youtube sehingga mereka terasah di dalam bagaimana berkomunikasi dengan pemilih muda dan bagaimana melipatgandakan usaha mereka. Hal ini terbukti membawa ratusan ribu pendukung obama muncul dan secara sukarela bergabung menjadi brand ambassador Obama di web.

Hal ini berdampak kepada pengumpulan dana kampanye dan komunikasi dua arah yang lebih efektif. Bahkan menurut beberapa analis, komunikasi dua arah dengan para pendukung ini lebih bernilai secara politik ketimbang pengumpulan dana kampanye. Dengan 3,4 milyar impresi, 200+ display creatives, 400+ websites, ini merupakan 15x lipat dari impresi yang di dapat oleh McCain selama kampanye. Sehingga banyak yang mengatakan masa depan kekuatan politik terletak pada seberapa besarnya para kandidat politik terlibat di dalam percakapan di dunia sosial ini, bukan berapa banyak uang yang mereka punyai. Komunikasi dua arah ini tidak terlihat di para kandidat presiden lainnya.

Menurut kami, kekuatan dari Obama adalah cara pandang dia terhadap perubahan lanskap komunikasi politik yang dari vertikal (pengumpulan dana kampanye sampai penggunaan media-media mainstream) kepada komunikasi politik yang lebih horizontal (jejaring social dan two ways communication melalui komunitas online) yang tidak di miliki oleh para kandidat lainnya, jadi Obama berhasil menggunakan segala connector yang ada (mobile, experiential dan social) yang ada di offline dan online dengan pendekatan low budget high impact.

Kedua adalah peningkatan jumlah suara melalui komunitas melalui berbagai media oline dan konten yang kreatif (’Yes We Can’ video yang dibuat oleh Black Eyed Peas yang menjadi viral hits, widgets, ring tones, photos, collaborative formats, micro crowds, dan lain sebagainya) yang memiliki nilai yang sangat strategis di dalam kemenangan Obama di panggung persaingan politik.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

Tuesday, November 24, 2009

"Human Race": Ras Manusia atau Balapan Manusia?

Selasa, 24 November 2009 | 08:39 WIB

KOMPAS.com – Jika Anda ketik keyword di Google “human race”, Anda akan diperlihatkan masukan dari Wikipedia tentang apa itu human race, yang bisa dimaknakan manusia atau ras manusia. Di peringkat kedua pencarian di Google, Anda akan bisa lihat sebuah link yang akan mengajak Anda untuk adu balap lari, untuk sesama manusia, yang inisiatifnya datang dari Nike Plus, sebuah langkah New Wave yang dilakukan oleh Nike dalam rangka mengajak komunitas mereka yang suka lari.

Menyambung dari artikel yang kemarin, Nike juga menggunakan konektor social untuk meningkatkan ikatan dengan para runners, salah satunya adalah melalui kegiatan aktivasi yang dinamakan Human Race. Acara ini terdiri dari beberapa seri lomba lari 10 km yang dilakukan dibeberapa kota besar di dunia.

Nike pertama kali melaksanakan kegiatan ini pada tahun 2008 dengan tema “One Day, One Race, One Million Runners.” Ketika itu Human Race adalah bagian dari kampanye promosi Nike+iPod yang bertujuan untuk mempertemukan komunitas pengguna Nike+ dan runners diseluruh dunia.

Acara ini terbilang sukses, terlihat dari banyaknya jumlah kota yang berpartisipasi. Pertama kali dilaksanakan pada tahun 2008, Nike mampu mengundang 25 kota besar yang kemudian bertambah menjadi 30 kota besar pada tahun berikutnya.

Kesuksesan ini juga didukung oleh meningkatnya popularitas Nike+ (www.nikeplus.com) yang sebelumnya telah berhasil mengumpulkan lebih dari 800,000 runners. Nike menggeser level hubungan komunitas tersebut, yang semula tingkatnya virtual menjadi ikatan yang sifatnya nyata secara fisik.

Ada beberapa keuntungan bagi Nike dan runners dalam kegiatan Human Race ini. Keuntungan pertama adalah Nike dapat menggunakannya sebagai media komunikasi bahwa Nike masih merupakan brand terkemuka di industrinya. Kedua, kegiatan ini merupakan kesempatan Nike untuk berinteraksi dengan para “runners-nya.” Ketiga, kegiatan ini menghubungkan komunitas runners yang tersebar dari berbagai negara dalam satu periode waktu acara yang bersamaan. Terahir, kegiatan ini dapat memenuhi kebutuhan para peserta sebagai mahluk sosial. Melalui Human Race, Nike memfasilitasi peserta untuk berinteraksi dan menarik mereka sebagai bagian dari kelompok sosial yang lebih besar.

Seiring dengan bertambahnya jumlah negara yang berpartisipasi dalam kegiatan ini, antusiasme peserta pun turut meningkat. Hal ini karena mereka termotivasi ketika melihat lebih dari ribuan orang—walaupun terpisah di benua yang berbeda—memiliki kesamaan persepsi. Nike berhasil menggabungkan beragam aspek ketertarikan—olah raga, lari, kompetisi, musik, dan tujuan sosial—dalam satu minat acara yaitu kebersamaan.

Nike tidak hanya menggunakan Human Race sebagai media konektor social, tetapi juga mentransformasi visi dan misi kegiatan. Acara ini telah menjadi salah satu ajang global yang memiliki fokus tujuan sosial. dan secara besar menarik minat peserta dengan melibatkan beberapa organisasi international: PBB, Yayasan Lance Amstrong, ninemillion.org, dan WWF.

Human Race adalah bentuk konektor Social hasil terobosan Nike yang memberikan pengalaman maya dan nyata. Dengan sempurna, peserta terhubung secara sosial dan berpartisipasi meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Semakin besar lingkup aspek yang tergabung dalam Human Race, semaking luas dan kuat ikatan yang tercipta antara Nike dan runners.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Monday, November 23, 2009

Konektor dengan Mobilitas Tinggi

Senin, 23 November 2009 | 15:38 WIB

KOMPAS.com - Nike iD yang telah dibahas dalam artikel kemarin dan beberapa artikel sebelumnya adalah contoh bagaimana ia mencoba untuk mengkonek dengan konsumen lewat berbagai langkah, apakah itu lewat kegiatan eksperiensial, pendekatan mobile, dan juga tentunya mensosialisasikan diri dengan masyarakat new wave, baik itu secara online dan offline.

Seperti yang telah dibahas juga sebelumnya, dalam kampanye Nike iD di Shanghai, Beijing dan Guangzhou, beberapa Billboard Nike iD di 3 kota ini dilengkapi dengan teknologi bluetooth yang secara otomatis akan mengirimkan pesan kepada pejalan kaki yang lewat di dekatnya. Isinya berupa instruksi untuk berlari ke toko Nike terdekat secepat mungkin! Sebuah stopwatch virtual secara otomatis akan muncul begitu pejalan kaki menerima pesan, dan akan berhenti secara otomatis begitu mereka sampai di toko sepatu Nike.

Setiap hari toko sepatu itu akan memberikan sepasang sepatu gratis pada pelari tercepat. Dan hari berikutnya, foto sang juara sudah nampang di layar billboard.

Kampanye di tiga kota tadi berlangsung selama 3 minggu. Tercatat ada 250.000 pesan terkirim via bluetooth, 15.000 peserta ikut berpartisipasi, dan 63 pasang sepatu Nike diberikan sebagai hadiah.

Dunia New Wave adalah dunia online dan offline, di mana pemasar mencoba mengkonek diri secara eksperiensial, mobile, dan sosial. Tentunya segala langkah pemasarannya dilakukan lewat prinsip dasar 12C yang telah kami bahas sebelumnya, mulai dari C yang pertama yaitu communitization sampai collaboration.

Apa yang dilakukan Nike lewat Nike+ nya bisa dibilang adalah satu contoh bagaimana ia masuk ke komunitas sekaligus berkolaborasi. Dalam hal ini ia melakukannya dengan masuk ke komunitas pengguna iPod dan berkolaborasi dengan Apple. Tidak hanya itu ia mencoba mengkonek diri dengan konsumennya secara eksperiensial, mobile dan sosial pula. Sebuah contoh New Wave. Bagaimana ceritanya?

Seiring dengan perubahan yang ada pada teknologi dan gaya hidup, kebutuhan akan produk yang dapat mengakomodasi individu yang mobile dan aktif semakin meningkat. Salah satu yang dikembangkan oleh Nike adalah Nike+. Sebuah produk inovasi atas kolaborasinya dengan Apple. Nike+ diciptakan untuk tetap terhubung dengan runners yang memiliki kebiasaan mendengarkan musik dikala berolah raga ataupun ketika mereka sedang beraktifitas menuju suatu tempat.

Ini adalah sebuah bukti dari kerja keras Nike dalam mengamati kebiasaan Nike runners dan usahanya dalam memenuhi kebutuhan mereka akan produk yang dapat digunakan dalam keadaan on the move. Secara tidak langsung, Nike ingin terus memiliki ikatan dengan penggunanya dan menciptakan alat yang dapat merealisasikan hal tersebut.

Nike+ adalah sebuah sepatu yang didesain dengan kantung khusus dibawah bagian dalam solnya. Hal ini memiliki fungsi sebagai tempat untuk menyimpan sensor—iPod Sport Kit. Sensor ini akan terhubung dengan produk Apple yang digunakan oleh si pengguna Nike+. Produk dari Apple yang dapat digunakan pun cukup flesibel, penguna Nike+ dapat memilih beberapa produk Apple yang terdiri dari iPod nano, iPod touch, atau iPhone 3GS untuk dihubungkan dengan sensor mereka. Ketika pengguna tersebut dalam keadaan mobile, sensor tersebut akan bekerja dan mengirimkan data ke produk Apple yang terhubung.

Canggihnya, selama pengguna Nike+ sedang mobile, mereka dapat terus dimanjakan dengan musik yang sesekali mendapat update dalam bentuk laporan. Laporan tersebut adalah Informasi seperti lamanya aktifitas, jarak yang ditempuh, pedometer (jumlah langkah), dan kalori yang telah terbuang. Nike runners juga dapat melihat informasi lebih detil dengan melihat layar iPod ataupun iPhone.

Nike+ mendulang kesuksesan dan menjadi suatu trend baru diantara para runners, sport enthusiasts dan komunitas mobile. Melihat kebiasaan penggunanya yang mobile dan juga kompetitif, Nike tidak berhenti berinovasi. Nike mengembangkan manfaat produk tersebut melalui sebuah platform online www.nikeplus.com yang dapat diakses dimana saja.

Website tersebut memperbolehkan sesama penggunanya yang mobile terhubung sekalipun mereka tersebar diseluruh dunia. Mereka dapat bertemu dengan sesama Nike+, mengunggah (upload) dan membagi riwayat rekaman latihan dan pencapaian mereka. Hal ini pun berkembang menjadi sebuah kompetisi diantara para pengguna Nike+. Kesempatan ini dipergunakan Nike dalam menambah produk lini Nike+ dengan hadirnya Nike+ Sportband. Nike mulai merintis pembentukan komunitas mobile Nike dan mempersiapkan Nike+ sebagai klub (online dan offline) runners terbesar didunia.

Secara keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan runners akan access, entertainment, sport, dan mobility, Nike telah membuat sebuah produk dan layanan yang lengkap. Nike+ merupakan bentuk inovasi Nike dalam memberikan beragam fasilitas mobile yang menunjang hubungan Nike dengan runners dan juga antara para runners yang tersebar didunia.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Cerita Nike Sebagai Konektor Eksperiensial

Senin, 23 November 2009 | 08:02 WIB

KOMPAS.com - Philip Kotler, gurunya pemasaran modern, pernah mengatakan bahwa Nike Town adalah sebuah retailing experience. Toko flagship yang dibuka sejak awal tahun 1990an ini diibaratkan sebagai sebuah ruang pamer berbagai produk Nike, bukan sekedar toko Nike biasa, Kenapa? Karena, di situ produk-produk Nike bukan hanya disusun berdasarkan kategori produk, tapi ditata berdasarkan kategori cabang olahraga. Dan diupayakan agar suasana setiap cabang olahraga mengemuka. Itu bukan hanya diupayakan melalui pemasaran poster bintang-bintang olahraga, tapi juga dengan memunculkan suara khas yang biasa muncul di suatu cabang olahraga. Di counter tenis, misalnya, muncul suara bola tenis dipukul.

Sebab itu, orang yang berkunjung ke sana tidak pernah merasa pergi ke toko, melainkan ke ruang pamer. Dan itu bukan sekedar ruang pamer biasa, melainkan ruang pamer yang memunculkan memorable experience. Karena banyaknya atlet yang diendorse oleh Nike selama ini, maka otomatis masing-masing atlet tersebut menjadi pooling factor tersendiri untuk mendatangkan komunitasnya. Dengan banyaknya atlet yang ia endorse dan dipamerkan di Nike Town, maka ketika berkunjung ke sana, pengunjung merasa seperti berkunjung ke sebuah community center, di mana orang-orang yang suka dengan Tiger Woods atau Ronaldinho, ketemu dan berkumpul di sana.

Nike memang sudah bukan sepatu nike lagi, tapi ia adalah sebuah pengalaman dari segala aktivitas yang berhubungan dengan karakter brand-nya. Aktivasi dari bentuk experience yang diberikannya ada di mana-mana, mulai dari produk, experiential channel seperti Nike Town, communal activation (seperti jogo bonito), dan juga tentunya parade iklan yang selama ini kita lihat. Mereka dapat mengkonek dengan audiens-nya lewat pendekatan multisensory, emosional, dan sharing.

Multisensory bisa menjadi hidup karena mereka merangsang panca indra audiens, ada poster yang besar dengan gambar yang tajam, suasana intens layaknya sedang di sebuah acara olah-raga, dan sebagainya. Kalau sudah nyala panca indranya, maka audiens tentunya akan dapat secara emosional merasakan sesuatu yang luar biasa dan secara intelektual mendapatkan sesuatu yang positif.

Untuk mendapatkan pengalaman maksimal, tentunya ada elemen sharing pula. Artinya, audiens dilibatkan agar mereka bisa ikut serta dan lebih aktif ketika menikmati sebuah pengalaman. Seperti bisa menendang bola seperti layaknya seorang Ronaldinho atau mencoba memukul seperti Tiger Woods, dan sebagainya. Maka tak heran karena begitu adanya, mereka akan terdorong untuk membagi pengalamannya dengan teman-teman, koneksinya, dan jaringannya.

Menjadi experiential connector di dunia online

Melihat trend yang berkembang ditahun 90an, penggabungan antara experience dan customization yang terbentuk dalam sebuah platform online merupakan cara baru untuk berinteraksi dengan runners. Hal ini menjadi sangatlah tepat bagi Nike karena pada saat yang bersamaan, para pengguna Nike telah berubah. Mereka tidak lagi menginginkan sebuah perlengkapan olahraga yang “state-of-the-art-technology,” tetapi mereka justru mencari produk olah raga yang sesuai/“tailored” dengan yang mereka butuhkan.

Melihat popularitas dan cepatnya pertumbuhan NikeID.com sejak pertama kali berdiri, Nike terbilang sukses dalam memulai hubungan dengan para Nike runners. Sejak NikeID.com diluncurkan pada tahun 1999, Nike tidak henti-hentinya mengembangkan portal online tersebut. Bermula dari bertambahnya jumlah akses dan pengunjung, Nike mengembangkan pilihan produk-produknya. Dari beberapa model sepatu; Nike telah menambah pilihan kustomisasi pada produk lini lainnya, seperti pakaian dan aksesories olah raga.

Hal ini tentunya mentransformasi cara Nike runners membeli produk. Ada dua keuntungan bagi runners. Pertama adalah mereka akhirnya dapat merealisasikan sepatu yang sesuai dengan kebutuhan dan juga personal style mereka. Dimana hal ini sebelumnya cukup sulit mereka lakukan karena tingginya biaya customization desain dan produksi.

Keuntungan kedua adalah experience yang baru dan berbeda—mengingat konsep NikeID.com adalah yang pertama dalam industrinya. Cukup penting untuk disadari bahwa pengalaman yang ditawarkan oleh Nike dalam proses penciptaan dan pembuatan produk merupakan value-added bagi para runners. NikeID.com meningkatkan excitement para runners dan selain memberikan pengalaman, Nike telah memberikan kepuasan tersendiri bagi runners. Hal inilah yang dapat meningkatkan ikatan emosional runners dengan produk yang mereka ciptakan dan brand yang menyediakan pengalaman tersebut.

Dari sisi Nike sebagai perusahaan dan brand, NikeID.com juga memiliki beberapa keuntungan. Pertama adalah NikeID.com telah memperluas jangkauan interaksi mereka dengan penggunanya. Kedua, Nike memiliki kesempatan berinteraksi secara langsung dengan para penggunanya diseluruh dunia. Ketiga, Nike dapat mengembangkannya menjadi sebuah proses data mining yang juga menggeser level hubungan—dari mass menjadi lebih kearah relationship marketing.

Diluar dari itu, Nike kembali menjadi sebuah brand pioneer yang terdepan dan selalu menciptakan terobosan. Pendekatan melalui NikeID.com ini pun menjadi trend dibeberapa industri lainnya. Secara spesifik pada industri footwear dan olah raga. Banyak dari brand-brand lain berusaha mengikuti kesuksesan Nike iD dengan meluncurkan versi kustomisasi. Beberapa contoh adalah seperti Build Your Own Boot dari Timberland, Made over to your taste dari Converse, dan Custom Old Skools dan Custom Slip-Ons dari Vans.

NikeID.com merupakan satu contoh dimana Nike telah membuktikan keberhasilannya dalam menggunakan experiential konektor dalam meningkatkan hubungan dan meningkatkan popularitasnya.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Sunday, November 22, 2009

Nike, Connect Here, There, & Everywhere

Minggu, 22 November 2009 | 10:27 WIB

KOMPAS.com - Tidak banyak yang tahu bahwa brand "Nike" berasal dari nama seorang dewi Yunani yang melambangkan kemenangan. Nama tersebut mencitrakan filosofi brand Nike yang merupakan cikal bakal dari DNA-nya yang kuat. Nike bukan sekedar brand yang menang dipasaran atau leader dalam industrinya. Nike adalah sebuah identifikasi legendary brand yang memiliki ikatan dengan para penggunanya di seluruh dunia.

Terlepas dari kejayaan Nike ditahun 80-an dan awal 90-an, banyak resistensi yang mulai tumbuh di masyarakat—terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Ini dikarenakan tekanan persaingan global yang mendorong pentingnya cost efficiency. Nike pun berusaha menekan biaya tenaga kerja agar dapat lebih kompetitif. Hal ini kemudian digunakan oleh pihak tertentu untuk mengecam dan menjatuhkan image Nike. Persepsi orang akan Nike sebagai brand yang respectable pun mulai menurun dan Nike perlahan kehilangan kredibilitas dan popularitasnya.

Tersirat jelas bahwa ketika itu Nike hanya fokus pada hubungan vertikal—bukan horizontal. Nike melihat pasar dari posisinya sebagai perusahaan yang berada di atas. Bagaimana Nike sebagai perusahaan dapat memenangkan pasar? Dan bagaimana Nike sebagai perusahaan dapat menjual lebih banyak kepada customer? Pendekatan yang terbentuk saat itu adalah top-down dan jawaban yang mereka temukan ketika itu adalah cost efficiency, harga bersaing, pilihan banyak (mass), ketersediaan dan distribusi seluas-luasnya.

Mereka melupakan entitas para pengguna Nike. Nike users adalah faktor utama yang meningkatkan sales revenue dan profit margin—jelas bukan cheaper labor cost. Dan untuk memecahkan masalah tersebut, Nike pun mengevaluasi kembali standar operasional dan mulai membangun hubungan horizontal dengan customer base-nya—Nike menyebut mereka sebagai runners.

Nike akhirnya menyadari bahwa runners yang tersebar diseluruh dunia adalah individu terpisah yang memiliki karakter, pribadi, dan idealisme yang berbeda. Kejadian inilah yang mendorong Nike untuk membangun hubungan horizontal dengan para penggunanya melalui tiga konektor dalam New Wave Landscape: Experiential, Mobile, dan Social.

NikeID, contohnya, adalah satu contoh konektor experiential, setelah ia melihat trend yang berkembang di tahun 90-an, perusahaan asal Oregon ini mencoba untuk menggabung antara experience dan customization yang terbentuk dalam sebuah platform online merupakan cara baru untuk berinteraksi dengan runners.

Ada lagi cerita tentang bagaimana ia menjadi konektor mobile. Seiring dengan perubahan yang ada pada teknologi dan gaya hidup, kebutuhan akan produk yang dapat mengakomodasi individu yang mobile dan aktif semakin meningkat. Salah satu yang dikembangkan oleh Nike adalah Nike+. Sebuah produk inovasi atas kolaborasinya dengan Apple. Nike+ diciptakan untuk tetap terhubung dengan runners yang memiliki kebiasaan mendengarkan musik di kala berolah raga ataupun ketika mereka sedang beraktifitas menuju suatu tempat.

Satu lagi yang juga sangat menarik adalah bagaimana ia menjadi konektor sosial, untuk meningkatkan ikatan dengan para runners, salah satunya adalah melalui kegiatan aktivasi yang dinamakan Human Race. Acara ini terdiri dari beberapa seri lomba lari 10 km yang dilakukan dibeberapa kota besar di dunia. Cerita tentang Nike ini akan kami bahas dalam tiga artikel berikutnya.

Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Investasi: Kesempurnaan Finansial

Minggu, 22 November 2009 | 02:58 WIB



Elvyn G Masassya - praktisi keuangan

Kemandirian finansial adalah kondisi yang memberikan rasa aman dari persoalan keuangan. Tingkatan yang lebih tinggi dari kemandirian finansial adalah kesempurnaan finansial.

Setidaknya, ada empat anak tangga yang mesti dilalui menuju puncak kemandirian finansial. Pertama, membebaskan logika dari pengaruh perasaan ketika mengambil keputusan di bidang keuangan. Kedua, memiliki penghasilan yang lebih besar daripada pengeluaran yang paling mendasar. Ketiga, kemampuan merencanakan keuangan dan mengimplementasikannya. Keempat, terbebas dari kebutuhan keuangan untuk membiayai hidup di saat tidak produktif lagi.

Apakah setelah keempat anak tangga tersebut berhasil dicapai, pasti akan memberikan rasa bahagia? Belum tentu. Kemandirian finansial baru sekadar kondisi yang memberikan rasa aman dari persoalan keuangan. 

Sedangkan rasa bahagia, kepuasan hidup, tidak semata-mata soal uang. Namun, pola pengelolaan uang itu sendiri sebenarnya memberikan pengaruh juga terhadap rasa puas dalam menjalani hidup.

Makna yang paling dasar dari uang adalah sebagai alat tukar, untuk kemudian seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Uang dan harta yang banyak adalah tujuan keuangan untuk mencapai tujuan hidup. Dan, itu bisa dicapai oleh siapa saja. Tetapi, banyak orang lupa bagaimana proses mencapainya.

Hasil yang baik mestinya dicapai berdasarkan proses yang baik. Ringkasnya, kemandirian finansial hanya akan berhenti pada tahap tersebut jika proses mencapai kemandirian itu tidak dilakukan dengan kaidah-kaidah yang semestinya. Artinya, jika proses menuju kemandirian finansial itu tidak dilakukan dengan cara yang membikin rasa aman, besar kemungkinan kemandirian finansial tersebut akan bersifat artifisial. Tidak hakiki.

Jangankan untuk mencapai tahap kesempurnaan finansial, bahkan mempertahankan kemandirian finansial sekalipun akan menjadi problema besar. Ini seperti kata pepatah, ”Dari zero kembali ke zero”. Ketika muda, seseorang bekerja keras dengan segala cara mencari uang, tetapi setelah tua, harta yang diperoleh akan habis dipakai untuk menyelesaikan segala problema yang dibuat ketika mencari harta.

Kalau situasinya seperti ini, kemandirian finansial yang diraih sebenarnya bersifat semu. Sebab, kemandirian finansial adalah ketika uang sudah tidak diperlukan lagi, sampai akhir hayat. Bukan cuma kondisi sesaat.

Prinsip

Lantas, bagaimana cara untuk bisa mencapai kesempurnaan finansial? Tidak sulit. Hanya dua prinsip. Pertama, proses menuju kemandirian finansial mesti dilakukan dengan cara dan kaidah yang layak. Sebutlah pada anak tangga yang pertama, dalam hal mendudukkan logika di atas perasaan. Ini merupakan proses yang tiada henti. Dalam semua hal menyangkut keuangan, jangan sekali-kali mencampurkan aspek perasaan dalam pengambilan keputusan.

Begitu juga pada anak tangga yang kedua, jangan pernah berpikir atau merasa tidak cukup sehingga pengeluaran menjadi lebih besar dibandingkan dengan pemasukan. Betapapun kecilnya penghasilan saat ini, harus disikapi dengan makna cukup. Bahwa ingin meningkatkan penghasilan adalah suatu keharusan. Tetapi, delta peningkatan penghasilan mesti lebih besar ketimbang peningkatan pengeluaran.

Lepas dari itu, yang paling penting adalah tata cara peningkatan penghasilan itu. Lakukan dengan perencanaan keuangan yang memiliki norma-norma. Bukan karena ingin mendapatkan mobil Mercedes S-Class, kemudian ”melacurkan” prinsip atau memerkosa kaidah tata krama hidup. Hal yang sama juga berlaku dalam investasi. Jangan menggunakan ”kendaraan” investasi spekulatif untuk meningkatkan kekayaan karena hasilnya akan artifisial.

Prinsip kedua adalah memaknai uang itu sendiri. Seperti apa? Uang adalah sekadar sarana untuk memberikan manfaat. Tujuan mencari uang sebanyak-banyaknya bukanlah demi uang, tetapi bagaimana agar uang itu bisa memberikan nilai tambah dalam kehidupan si pemilik uang, keluarga, sanak saudara, orang lain, dan siapa pun seluas-luasnya.

Jadi, kalau uang yang dimiliki belum memberikan kenyamanan hidup, berarti ada yang keliru dalam menafsirkan peran uang. Dan, kekeliruan itulah yang mesti diperbaiki. Misalnya, dengan mendefinisikan kembali bagaimana mestinya cara mencari uang. Dalam 24 jam sehari, hidup bukan hanya untuk uang, tetapi ada hal-hal dan kegiatan lain yang mesti dilakukan agar tidak menjadi ”budak” uang.

Selanjutnya, setelah uang diperoleh, peruntukannya mesti jelas. Tanpa peruntukan yang jelas, makna keberadaan uang menjadi sirna. Kesimpulannya, jika Anda ingin merasakan ”hidup yang lebih hidup”, tujuan keuangan bukan sekadar pada tahap mencapai kemandirian finansial, melainkan juga menuju kesempurnaan finansial, di mana uang memberikan manfaat bagi si pemilik dan orang lain. Selamat mencoba.

KOMPAS

- Muhammad Idham Azhari

Friday, November 20, 2009

Tantangan Konektor Sosial

Jumat, 20 November 2009 | 15:52 WIB

KOMPAS.com - Keputusan pertama yang harus diambil saat mencoba menciptakan suatu konektor sosial , adalah menentukan apakah konektor ini akan bersifat Offline atau Online. Dengan tingginya pemberitaan tentang popularitas Facebook dan juga Twitter, mudah terjebak dan memutuskan dengan cepat untuk menggunakan konektor online . Ini ditambah lagi dengan persepsi bahwa komunitas online itu jauh lebih murah dibandingkan dengan komunitas offline.

Namun, sebenarnya kedua tipe konektor sosial tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Ada beberapa hal yang hanya bisa dilakukan melalui komunitas offline, dan ada juga yang hanya dilakukan melalui komunitas online. Dalam beberapa kasus keduanya saling melengkapi dan melakukan sinergi.

Secara umum komunitas sosial offline, sangat baik untuk menciptakan intimacy diantara komunitasnya. Kedekatan yang didapatkan dari hubungan face-to-face memang belum bisa digantikan oleh layanan maya melalui Internet. Tapi perlu dilihat pula sejauh mana intimacy ini dihargai oleh pelanggan. Untuk beberapa tipe customer, mungkin privasi jauh lebih penting daripada intimacy. Sehingga pertemuan offline justru ingin dihindari.

Sedangkan komunitas sosial online, sangat efektif dalam menciptakan dan mempertahankan excitement. Dengan sifatnya yang 24-jam, tanpa ada batasan geografis, komunitas sosial online terbebaskan dari batasan-batasan waktu (jadwal pertemuan yang konflik) maupun batasan geografis. Sehingga, tanpa perlu ada pertemuan rutin, dengan diskusi dan interaksi yang terus berjalan, excitement dapat terus dipertahankan dalam komunitas tersebut.

Pilihan mana yang akan diambil tentunya tergantung profil individu yang akan dirangkul dan juga produk atau jasa perusahaan. Percuma membentuk komunitas online jika profil konsumen anda adalah masyarakat tanpa akses Internet. Sebaliknya, jika produk anda hanya bisa ditemukan dan dibeli melalui situs online, dan profil pelanggan anda adalah tipe penyendiri dan individualis, atau karena produk yang anda jual adalah sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan pribadi, tentunya disini komunitas offline akan sangat tidak menarik bagi konsumen.

Untuk beberapa kasus, kombinasi antara keduanya merupakan pilihan yang paling tepat. Dimana masing-masing jenis digunakan sesuai keunggulannya. Komunitas offline dimanfaatkan untuk menciptakan intimacy yang dalam tapi berlangsung secara terputus-putus dan berkala. Sedangkan komunitas online dimanfaatkan untuk menjaga hubungan dan excitement, serta dapat juga membantu membentuk antusiasme anggota komunitas; dimana hal tersebut dapat berlangsung secara kontinu, 24jam sehari, 7 hari seminggu, dan 365 hari setahun.

Platform Yang Sudah Ada atau Platform Baru ?

Pilihan lainnya adalah apakah konektor sosial ini akan menggunakan platform lama, seperti Facebook, Twitter, dll; atau menciptakan platform interaksi baru, seperti MyStarbucks Idea dan Dell Idea Storm. Tentu keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan yang berbeda. Dan, seperti juga pilihan sebelumnya, kombinasi kedua pilihan itu bisa jadi merupakan pilihan paling tepat.

Platform lama ideal digunakan jika fungsi fungsi yang ditawarkan oleh platform tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kebutuhan berbagi ide dan pemikiran sesaat dan spontan dapat dengan mudah dipenuhi oleh social media yang sudah ada. Begitu juga kebutuhan untuk berbagi foto dan video. Namun jika diperlukan platform untuk merumuskan ide yang konkrit dan matang, serta ada mekanisme voting yang spesifik dan customized, tentunya belum ada platform lama yang tersedia.

Untuk itu, perlu dibentuk platform baru seperti dilakukan oleh MyStarbucks Idea. Visi Starbucks saat ingin membentuk MyStarbucks Idea sangat spesifik, sehingga tidak bisa dipenuhi oleh social media seperti Facebook. Namun, kelemahannya adalah, perlu usaha yang lebih keras untuk menarik pengguna kedalam platform baru ini. Investasi yang diperlukan juga lebih besar dibandingkan menggunakan platform lama.

Penanggung Jawab. Pertanyaan paling penting yang perlu dijawab saat hendak menciptakan konektor sosial adalah ”Siapa yang akan bertanggung jawab?” Banyak contoh kegagalan kampanye social media yang dilakukan oleh berbagai perusahaan. Seringkali ini terjadi karena kurangnya keseriusan perusahaan tersebut, dan tidak adanya bagian atau individu khusus yang bertanggung jawab atas kampanye tersebut.

Di balik upaya suatu perusahaan membentuk komunitas sosial yang berhasil, pada umumnya terdapat sebuah tim atau seorang individu yang bertugas untuk menganinya secara spesifik. Brad Nelson misalnya. Mantan barista yang juga turut membantu mengembangkan MyStarbucks Idea ini, adalah sosok dibalik @Starbucks di twitter. Dengan adanya individu nyata, @Starbucks benar-benar berhasil menjadi salah satu anggota komunitas penggemar Starbucks. Dengan hubungan yang horizontal ini, tweet yang datang dari @Starbucks tidak lagi dianggap sekedar sebagai promosi, tapi sudah menjadi bagian dari percakapan antara anggota komunitas.

Starbucks kini berhasil menjadi brand paling sering disebutkan di Twitter. Kesuksesan seperti ini juga terjadi pada @ComcastCares yang dikelola Frank Eliason yang secara proaktif mencari keluhan mengenai Comcast di Internet, dan mencoba membantunya. Contoh ekstrim adalah @zappos, dimana account tersebut sepenuhnya dikelola oleh sang CEO, Tony Hsieh.

Setinggi apa level mereka yang bertanggung jawab akan komunitas sosial ini tentu bergantung pada kondisi internal perusahaan. Tidak semua perusahaan bisa menempatkan posisi khusus Vice President of Communities and Coversations seperti dilakukan di Dell, tapi yang perlu dicatat adalah usaha memasuki social media bukan sesuatu yang bisa dijadikan ”kerjaan sampingan”. Perlu ada tim atau seseorang yang menjadi penanggung jawab utama.

Menciptakan suatu konektor sosial yang benar benar bermanfaat bagi pelanggan maupun bagi perusahaan memang tidak mudah. Seperti disebutkan sebelumnya, banyak terdapat cerita kegagalan kampanye social media, bahkan yang dilakukan oleh perusahaan yang kuat sekalipun. Namun, menghadapi tantangan ini dengan lebih memahami bagaimana lanskap bisnis terlah berubah, tentu lebih mempersiapkan perusahaan untuk mengatasinya.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Thursday, November 19, 2009

Karakteristik Dari Sebuah Konektor Sosial

Kamis, 19 November 2009 | 15:39 WIB

KOMPAS.com - Dalam buku berjudul “Meeting Business Needs by Meeting Social Needs in Small Communities: Why Size Matters”, Julie Wittes Schlack, Michael Jennings dan Manila Austin mengidentifikasi lima karakteristik seorang pelanggan yang bersifat “sosial” Karakteristik itu adalah: “Status & Self-Esteem”, “Expressing Identity”, “Giving & Getting Help”, “Affiliation & Belonging”, dan “Sense of Community

Seperti dibahas sebelumnya, tidak cukup perusahaan secara pasif menunggu terciptanya hubungan dengan customer, change agents, dan competitor. Perusahaan harus secara aktif menciptakan platform yang memfasilitasi terciptanya hubungan antara semua elemen tersebut. Salah satu platform itu adalah social connector. Dengan mengacu pada karakteristik tersebut, dapat dipelajari bagaimana perusahaan dapat menciptakan konektor sosial yang efektif.

Status dan Self Esteem. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk yang ingin diperhatikan. Dalam piramida kebutuhan psikologis manusia, pencapaian dan penghargaan dari orang lain disebut sebagai kebutuhan tertinggi setelah aktualisasi diri. Tetapi, pada budaya timur seperti negara-negara Asia, termasuk Indonesia, keinginan untuk diakui dan dihargai ini mungkin menyamai atau lebih tinggi daripada keinginan aktualisasi diri.

Untuk itu, suatu konektor sosial harus mampu memenuhi hasrat ini. Hal ini misalnya dapat dicapai dengan memberikan platform dimana anggota komunitas dapat menyuarakan pendapat, dan pendapat tersebut dapat dinilai positif atau negatif oleh anggota lainnya. Untuk komunitas offline “status” ini dapat ditentukan oleh jabatan atau peranannya dalam komunitas tersebut. Dalam komunits online, ini dapat berupa jumlah pemilih (MyStarbucks Idea), jumlah pemirsa (YouTube), atau bahkan jumlah orang yang memberi komentar status (Facebook, Twitter)

Expressing Identity. Hal kedua yang tidak terlepas dari sifat dasar manusia, terutama manusia yang menghargai kebebasan, adalah keinginan mengekspresikan identitasnya yang unik. Setiap individu memiliki keinginan untuk dihargasi sebagai seseorang yang spesial. Berbeda dengan orang lain, dan memiliki ciri khas yang tak dapat ditiru. Dalam konsep new wave, kami menyebutnya sebagai karakter.

Konektor sosial harus mampu memberikan wadah bagi tiap individu untuk menyatakan keunikan pribadinya. Hal yang paling sederhana dapat dilihat dalam penggunaan avatar untuk komunitas online. Gambar kecil berukuran tak lebih dari 300 piksel ini, merupakan ekspresi pribadi yang unik. Kalau dalam komunitas sepeda motor, misalnya, identitas terlihat dari bagaimana orang tersebut melakukan modifikasi.

Giving and Getting Help. Meskipun, seperti disebutkan diatas, salah satu motivasi melakukan interaksi sosial adalah mendapatkan pengakuan dan status, ternyata mencari dan memberikan bantuan juga merupakan komponen penting dalam setiap interaksi sosial. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 76 persen pembeli mengandalkan pada rekomendasi teman untuk sumber informasi mengenai produk. Sedangkan hanya 15 persen yang percaya pada informasi dari iklan.

Beberapa ahli bahkan menilai bahwa jejaring sosial merupakan program referral paling besar dan effektif. Memberikan dan meminta rekomendasi serta bantuan adalah sesuatu yang sangat natural terjadi dalam suatu hubungan sosial. Berbagai testimonial yang muncul secara natural dalam berbagai forum adalah bukti dari keinginan ini. Beberapa social media memanfaatkannya dengan memberikan kemampuan menciptakan daftar favorit (Twitter, Amazon), atau dengan sekedar memberikan tanda ’like’ yang otomatis menyebarkannya kepada seluruh teman dalam jejaring sosial (FriendFeed, Facebook).

Affiliation and Belonging. Meskipun di atas disebutkan bahwa memiliki identitas yang unik adalah salah satu hasrat manusia, di lain pihak, ada kecenderungan pula untuk mendambakan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Sebagai individu, seringkali kita merasa tidak mampu melakukan perubahan besar. Lain halnya jika kita menjadi bagian dari suatu komunitas sosial. Jika salah satu regu olahraga Indonesia berhasil memenangkan suatu turnamen internasional yang prestisius, banyak warga negara Indonesia akan turut merasa bangga.

Ikatan ini dapat tercipta melalui dibentuknya budaya dan tradisi yang khas, yang membedakan dengan pihak lain. Untuk negara, ini berarti bendera, bahasa, dan tanah air. Untuk komunitas sosial, ini dapat berupa, seragam, dialek khusus, dan mungkin tempat berkumpul (alamat website). Penggunaan sapaan Gan di komunitas online Kaskus misalnya. Atau istilah tall, venti dan grande bagi penggemar Starbucks.

Sense of Community. Karakteristik sosial terakhir yang diidentifikasi oleh Schlack, Jennings dan Austin dalam bukunya, berkaitan dengan keinginan berkumpul dan menjadi bagian dari sesuatu yang dapat menopang-nya melalui kesulitan. Keinginan ini juga didorong oleh perasaan ”senasib dan sepenanggungan” yang dialami.

Disini, keinginan yang harus dipenuhi adalah terjadinya interaksi pribadi yang lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan rasional, tapi juga kebutuhan emosional dan bahkan spiritual. Komunitas online yang akhirnya berkumpul untuk melakukan amal bersama, memberikan sense of community ini. Sehingga interaksi antara individu yang tercipta lebih dari tujuan utama dibentuknya komunitas tersebut.

Berdasarkan pengamatan kami, suatu platform konektor sosial yang berhasil, baik secara sadar maupun tidak, telah menerapkan lima prinsip diatas. Baik itu dilakukan secara online di dunia maya, ataupun secara offline dalam interaksi secara langsung. Sehingga, ada baiknya, sebelum mencoba memanfaatkan atau menciptakan suatu social connector, dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah sudah dapat menampung dan memenuhi lima karakteristik makhluk sosial tersebut.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Wednesday, November 18, 2009

Kehidupan Sosial Bagi Seluruh Masyarakat New Wave

Rabu, 18 November 2009 | 08:15 WIB

KOMPAS.com - Dari dulu dari tahun satu, manusia pada umumnya membutuhkan rasa untuk berada dan diterima di suatu lingkaran sosial. Teori motivasi dari Abraham Maslow bahkan mengkultuskan kebutuhan ini sebagai salah satu yang kebutuhan manusia yang sangat penting. Di dalam pembahasan umum mengenai teori motivasi dari Maslow, kebutuhan sosial bagi manusia sifatnya sangat psikologis, yang mana sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia akan hubungan emosional seperti persahabatan, kekerabatan, rasa kekeluargaan, persaudaraan, dan juga hubungan intim.

Dalam piramida Maslow, kebutuhan sosial ditempatkan di bawah kebutuhan esteem dan kebutuhan aktualisasi diri, yang kalau dilihat lagi secara seksama, semuanya saling terkait. Kebutuhan esteem, misalnya, hanya akan berarti jika pencapaian tersebut diketahui oleh lingkungan sekitarnya. Percaya pada diri sendiri dan kebanggaan adalah sesuatu yang relatif terhadap apa yang kita jumpai dalam kelompok sosial. Begitu pula halnya dengan aktualisasi diri. Kebutuhan akan tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan juga realisasi dari potensi diri secara utuh, yang merupakan komponen aktualisasi diri, menjadi sesuatu yang nyata saat di bandingkan dengan konteks lingkungan yang dihadapi.

Wujud dari bagaimana orang memenuhi kebutuhan sosialnya sudah kita lihat dari tahun satu pula. Lihat saja perkumpulan sosial ada di mana-mana dari dulu sampai sekarang, dibentuk atas dasar hal-hal ketertarikan, pekerjaan, atau aktivitas yang sama. Sebut saja mulai dari perkumpulan keagamaan, arisan, fans untuk klub-klub olah-raga, sampai bahkan dharma wanita, yang kesemuanya bisa dikategorikan sebagai konektor sosial yang ada di dunia offline.

Di era New Wave, kita semakin melihat bahwa teori Maslow ini menjadi semakin kentara, dalam arti semakin mudah bagi siapa pun untuk tampil, mengaktualisasi diri, tampil percaya diri, di lingkungan sosial mereka. Tentunya asal mereka menggunakan konektor sosial yang ada di dunia online dan offline secara cerdas. Dan konektor sosial tersebut tentunya semakin mudah untuk diakses, bagi siapapun, asalkan mau.

Tren hubungan sosial di era New Wave tentunya semakin berkembang.. Tentunya dibantu dengan kehadiran teknologi maju, seperti produk-produk web 2.0 berikut dengan media sosialnya. Popularitas layanan seperti Facebook dan Twitter bahkan telah melewati popularitas pornografi, yang sebelumnya selalu menjadi hal yang paling favorit dikonsumsi di Internet. Hal tersebut sekiranya dapat memberikan indikasi bahwa menjaga hubungan sosial kian menjadi lebih penting ketimbang memuaskan birahi.

Selain menghubungkan lingkaran komunitas teman, media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita dari luar komunitas tersebut. Informasi yang disebarkan melalui komunitas sosial yang memiliki minat dan cara berpikir serupa akan berfungsi selaku penyaring antara berita yang relevan dengan yang tidak relevan. Ini saat membantu di era dimana kemudahan mendapatkan informasi menjadikan pengguna Internet justru mengalami fenomena information overload.

Konektor sosial memang bukan sesuatu yang baru. Komunitas offline yang berfungsi seperti kami jelaskan di atas sudah ada jauh sebelum komputer pertama kali ditemukan. Kekuatan konektor ini seakan dilipatgandakan saat media sosial yang ada di online menjadikan interaksi sosial dapat terjadi secara efisien waktu dan tidak terbatas lokasi. Sehingga kami percaya bahwa konektor sosial ini adalah salah satu kekuatan penghubung utama di dunia New Wave yang semakin horisontal ini. Kehidupan dan hubungan sosial bagi seluruh masyarakat new wave adalah semacam way of life yang sudah sepatutnya diperhatikan oleh marketer di jaman New Wave.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Tuesday, November 17, 2009

Dunia Dalam Genggaman

Selasa, 17 November 2009 | 09:05 WIB

KOMPAS.com - Tidak selamanya perkembangan teknologi menghasilkan gedung yang semakin tinggi ataupun mahakarya fisik lainnya yang berukuran semakin besar. Bisa jadi, kemajuan paling luar biasa yang kita rasakan saat ini justru ketika teknologi menjadikan berbagai piranti kehidupan menjadi semakin kecil.

Konvergensi teknologi memang telah menjadikan berbagai perangkat elektronik melebur hingga hanya tinggal sebesar genggaman telapan tangan. Tak heran, Telkom pun mendeklarasikan bahwa saat ini dunia telah bisa berada di dalam genggaman kita (The World in Your Hand).

Dalam artikel sebelumnya kami telah menyinggung bagaimana pemanfaatan mobile connector secara offline. Sedangkan tulisan yang sedang Anda baca ini adalah tentang sisi satunya lagi, dunia online.

Dalam menyusun produk atau layanan dengan memanfaatkan mobile connector, terutama yang bersifat online, ada 4 hal yang harus diperhatikan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Tomi T. Ahonen dalam buku “m-Profits”.

Jika produk atau service kita bisa memiliki satu saja dari 4 atribut ini, maka ini akan menjadi sebuah penawaran yang “layak dilirik” oleh para pelanggan yang semakin mobile. Semakin banyak atribut ini diadopsi, semakin besar pula potensi kesuksesannya.
Untuk memudahkan kita dalam mengingatnya, 4 atribut tersebut sengaja disingkat dalam sebuah akronim: PAIR, kepanjangan dari Personal, Available, Immediate, dan Real Time.

Personal berarti informasi atau service yang diberikan memang sesuatu yang unik bagi pelanggan tertentu, bukan sekedar penawaran massal yang dikirim ke semua orang, yang akhirnya berakhir “tragis” dengan di-delete atau ditolak karena hanya dianggap sebagai spam.

Ya, karena di era yang semakin connected seperti saat ini, pelanggan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menentukan pilihan: akankah mereka meng-confirm atau justru meng-ignore suatu penawaran. Masih ingatkan saat kami membahas bergesernya strategi targeting ke confirmation?

Untuk bisa memberikan personalized service/information, syarat pertamanya adalah perusahaan harus benar-benar memahami karakter pelanggannya. Semakin kita mengenal mereka, semakin personalized produk atau service yang bisa kita tawarkan. Sebagai contoh, jika seorang pelanggan menyenangi dunia olahraga, maka informasi, layanan, atau produk seputar olahraga menjadi sesuatu yang akan mudah diterimanya. Apalagi jika kita bisa tahu cabang olahraga apa yang digemarinya, maka kita bisa menawarkan service/produk/informasi yang semakin personalized.

Jika mereka penggemar golf, maka informasi tentang harga-harga peralatan golf, diskon, cuaca, hingga jadwal turnamen akan menjadi sesuatu yang nampaknya tidak akan mereka ignore.

Atribut kedua adalah Available, artinya service atau produk yang Anda tawarkan haruslah sesuatu yang bisa diakses oleh pelanggan melalui mobile device mereka. Ini adalah syarat mendasar untuk menjadikan produk serta layanan kita menjadi sesuatu yang bisa langsung berada di dalam genggaman tangan.

Mobile device memang telah dimanfaatkan oleh berbagai produsen sebagai sarana yang mempermudah pelanggan untuk melakukan pembelian, transaksi pembayaran, hingga mendapatkan layanan purna jual. Semua serba online hanya dengan beberapa kali pencetan tombol, sebuah kemudahan yang tentu akan sangat diapresiasi pelanggan.

Atribut ketiga adalah Immediate. Artinya informasi atau service yang diberikan bisa diterima oleh pelanggan dalam bentuk dan waktu yang tepat. Ini adalah tentang what dan when. Jenis informasi yang tepat (what) bisa saja akan menjadi tidak relevan jika diberikan dalam waktu yang salah (when).

Ada contoh unik yang dilakukan oleh sebuah produsen susu bayi di luar sana. Melalui websitenya mereka menawarkan keanggotaan gratis kepada ibu-ibu muda yang menjadi pelanggannya. Setelah melakukan registrasi online dengan menginput data-data seputar biodata anaknya, para ibu ini secara kontinyu akan mendapatkan informasi produk dan kesehatan sesuai dengan usia sang anak. Misalnya saat usia anak memasuki 3 bulan, maka produsen susu tadi akan mengirimkan informasi tentang tips-tips perawatan pada usia ini berikut produk yang sesuai (tentu yang ditawarkan adalah produk buatan mereka). Hasilnya, selain meningkatkan loyalitas pelanggan, produsen tadi juga bisa melakukan cross serta up-selling.

Atribut terakhir adalah Real Time. Artinya service atau informasi yang ditawarkan adalah versi terbaru yang paling up date.
Dengan fasilitas seperti video streaming, sekarang informasi-informasi bisa mengalir secara real time tidak hanya dalam bentuk angka dan tulisan, tapi juga gambar bergerak. Mobilitas pelanggan yang semakin cepat menjadikan mereka menuntut informasi yang juga semakin up date.

Keempat atribut PAIR yang telah disebutkan di atas akan menjadikan value proposition yang kita tawarkan memiliki nilai lebih bagi pelanggan. Pelanggan yang semakin mobile akan menuntut produk serta service yang mampu menjawab tantangan mobilitas mereka.
Dan melalui teknologi online yang terintegrasi dengan mobile device, menjadikan dunia dalam genggaman pelanggan bukan lagi suatu impian.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Monday, November 16, 2009

Pemasaran yang Berjalan (Bagian Dua dari Dua Tulisan)

Senin, 16 November 2009 | 20:38 WIB

KOMPAS.com — Contoh yang sangat menarik adalah program komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Nike untuk mengampanyekan "Nike iD", sepatu yang pilihan warnanya bisa di-customize oleh pelanggan. Apa media yang digunakan? Salah satunya sudah kami sebutkan di atas: billboard. Nike memasang sebuah papan raksasa berisi gambar sepatu di New York Times Square. Namun, billboard ini bukan sekadar papan iklan yang hanya bisa dipandang.

Dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi, para pejalan kaki yang melewatinya bisa "berkomunikasi" secara interaktif dengan pesan yang ada di billboard. Dengan memanfaatkan ponsel, mereka bisa mengubah-ubah warna sepatu yang ada di dalam layar raksasa berbentuk billboard tadi. Caranya sederhana, mereka tinggal menelepon nomor yang tertera di layar dan selanjutnya rangkaian instruksi untuk melakukan customization akan muncul di layar ponsel. Dan ini berlangsung secara real time!

Tak hanya itu, setelah sepatu yang ada di billboard raksasa berubah warna, mereka pun akan dikirimi pesan berisi link untuk men-download gambar ke dalam ponsel dan menjadikannya sebagai wallpaper. Tak lupa, Anda juga akan ditawari untuk langsung melakukan order pembelian secara on-line. Sangat interaktif bukan?

Apa yang dilakukan Nike di Shanghai, Beijing, dan Guangzhou beda lagi. Billboard yang dipasang di 3 kota ini dilengkapi dengan teknologi Bluetooth yang secara otomatis akan mengirimkan pesan kepada pejalan kaki yang lewat di dekatnya. Isinya berupa instruksi untuk berlari ke toko Nike terdekat secepat mungkin! Sebuah stopwatch virtual secara otomatis akan muncul begitu pejalan kaki menerima pesan, dan akan berhenti secara otomatis begitu mereka sampai di toko sepatu Nike.

Setiap hari, toko sepatu itu akan memberikan sepasang sepatu gratis pada pelari tercepat. Dan hari berikutnya, foto sang juara sudah nampang di layar billboard.

Kampanye di tiga kota tadi berlangsung selama 3 minggu. Tercatat ada 250.000 pesan terkirim via Bluetooth, sebanyak 15.000 peserta ikut berpartisipasi, dan 63 pasang sepatu Nike diberikan sebagai hadiah.

Cerita kedua seputar pemanfaatan mobile connector ala new wave adalah tentang sebuah perusahaan periklanan asal Eropa bernama Adwalker.

Perusahaan ini memiliki armada pejalan kaki yang tiap orangnya "dipersenjatai" dengan sebuah rompi berteknologi multifungsi. Di bagian depan rompi ada sebuah layar LCD tipis yang terhubung dengan internet. Hal ini memungkinkan pengiklan untuk menampilkan pesan-pesannya secara dinamis dan personal karena sang pemakai rompi akan dengan antusias mengajak target audiensi berkomunikasi.

Rompi itu juga dibekali dengan sebuah printer mini. Dengan peranti ini, seandainya ada hypermarket yang sedang mengampanyekan program diskon besar-besaran, audiensi bisa mencetak langsung kupon promosinya saat itu juga.

Teknologi yang dikombinasikan dengan kemampuan mobilitas serta penetrasi yang tinggi dari sang pemakai rompi juga menjadikannya sebagai sarana yang efektif untuk melakukan pengumpulan data pelanggan. Inilah yang dilakukan Castrol saat menggunakan jasa Adwalker untuk mendata sekaligus mempromosikan produknya dalam sebuah event balapan akbar.

Dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini, masih banyak lagi model interaksi yang bisa dilakukan dengan target pelanggan melalui perantara sang pemakai rompi.

Inilah model new wave mobile connection yang tidak sekadar canggih dari sisi teknologi, tetapi juga mampu membuka komunikasi dua arah dengan pelanggan.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Pemasaran yang Berjalan (Bagian Satu Dari Dua Tulisan)

Senin, 16 November 2009 | 09:12 WIB

KOMPAS.com - Pernahkan Anda cukup "beruntung" bertemu seorang lak-laki berambut kribo dengan dandanan aneh menenteng-nenteng papan di dadanya? Dari tampilan khasnya, ditambah lagi dengan tulisan dengan huruf-huruf besar yang menempel di depan dadanya, Anda pasti akan langsung tahu bahwa dia sedang mempromosikan program talk show di sebuah stasiun televisi.

Sejak dahulu, manusia sudah dikaruniai dengan kemampuan sekaligus kebutuhan mobilitas yang tinggi. Dengan beragam alasan kita senantiasa bergerak dan berpindah tempat, entah didorong oleh kebutuhan ekonomi, sosial, ataupun spiritual. Fakta ini disadari pula oleh para marketer. Beragam marketing tools pun diciptakan untuk "mengimbangi" pergerakan konsumen yang tidak bisa diam.

Di era legacy, kita sudah mengenal beragam bentuk "iklan berjalan", atau biasa di kenal juga dengan istilah out-of-home media. Bentuknya beraneka ragam, sifatnya pun bervariasi; ada yang statis dan ada pula yang lebih dinamis (mobile).

Contoh out-of-home media yang statis adalah billboard dan street furniture. Billboard tentu bukan barang asing bagi kita. Papan ukuran raksasa semacam ini sengaja di tempatkan di titik-titik strategis tempat manusia berlalu-lalang, mencoba menarik perhatian mereka dengan gambar ilustratif dan pesan-pesan pemasaran. Street furniture tak jauh beda konsepnya, hanya bentuk medianya saja yang berbeda. Pesan pemasaran tidak diukir di papan ukuran raksasa, tapi di "perabotan" yang bergeletakan di pinggir jalan-jalan utama: kotak telepon umum, halte bis, tembok toko di pinggir jalan, dan sebagainya.

Namun sifatnya yang statis menjadikan media-media out-of-home di atas memiliki kelemahan mendasar. Bagi para pemakai jalan yang selalu menggunakan rute tempat billboard ataupun street furniture tersebut dipajang, mungkin pesan pemasaran akan lebih efektif tersampaikan karena adanya interaksi yang berulang-ulang. Namun jika Anda hanya sesekali melewatinya, belum tentu pesan itu akan sempat dicerna karena ada banyak hal di jalan raya yang bisa menjadi noise. Meskipun demikian contoh-contoh out-of-home media di atas tetap dilandasi oleh keinginan untuk menjangkau target audience yang senantiasa mobile.

Maka mulai digunakanlah media-media lain yang lebih dinamis (mobile). Pilihan out-of-home media selanjutnya adalah transit advertising. Jika Anda pernah melihat bus umum yang body-nya penuh dengan warna-warni pesan iklan, itu adalah salah satu contohnya. Iklan di dalam kereta api, pesawat terbang maupun kapal laut adalah contoh-contoh lainnya. Melalui taktik transit advertising, media yang digunakan adalah sarana yang dianggap biasa menemani mobilitas pelanggan dalam jumlah yang massal.

Harapannya, pesan pemasaran akan lebih lama berinteraksi dengan target audience karena media yang digunakan ikut "berjalan" bersama mereka.

Contoh-contoh di atas adalah pemanfaatan mobile connector di era legacy. Jika kita mengacu pada konsep "Triple-T Revolution" yang pernah kami singgung dalam tulisan sebelumnya, "T" yang dioptimalkan baru sebatas transportation dan travel. Perkembangan teknologi, terutama di bidang informasi dan telekomunikasi, belum sepenuhnya dieksplorasi.

Jika kita perhatikan media-media yang telah disebutkkan sebelumnya, semuanya masih memiliki karakter yang sama: cenderung berkomunikasi secara searah (one way). Inilah ciri khas pendekatan marketing yang legacy.

Lalu seperti apa pemanfaatan mobile connnector di era new wave?

Dengan perkembangan teknologi yang demikian massif, sekarang telah terbuka peluang untuk menjadikan out-of-home media menjadi lebih interaktif. Ada dua contoh menarik yang akan kami ceritakan dalam artikel berikutnya.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Sunday, November 15, 2009

Mobile Karena Konsumen Mobile

Minggu, 15 November 2009 | 19:35 WIB

KOMPAS.com - Sejak dahulu, manusia sudah dikaruniai dengan kemampuan sekaligus kebutuhan mobilitas yang tinggi. Dengan beragam alasan kita senantiasa bergerak dan berpindah tempat, entah didorong oleh kebutuhan ekonomi, sosial, ataupun spiritual. Fakta ini disadari pula oleh para marketer. Beragam marketing tools pun diciptakan untuk "mengimbangi" pergerakan konsumen yang tidak bisa diam.

Contoh yang sangat menarik adalah program komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Nike untuk mengkampanyekan "Nike iD", sepatu yang bisa di-customize pilihan warnanya oleh pelanggan. Apa media yang digunakan? Salah satunya adalah: billboard. Nike memasang sebuah papan raksasa berisi gambar sepatu di New York Times Square. Namun billboard ini bukan sekedar papan iklan yang hanya bisa dipandang.

Dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi, para pejalan kaki yang melewatinya bisa "berkomunikasi" secara interaktif dengan pesan yang ada di billboard. Dengan memanfaatkan handphone, mereka bisa mengubah-ubah warna sepatu yang ada di dalam layar raksasa berbentuk billboard tadi. Caranya sederhana, mereka tinggal menelpon nomor yang tertera di layar dan selanjutnya rangkaian instruksi untuk melakukan customization akan muncul di layar handphone. Dan ini berlangsung secara real time!

Tak hanya itu, setelah sepatu yang ada di billboard raksasa berubah warna, mereka pun akan dikirimi pesan berisi link untuk men-download gambar ke dalam handphone dan menjadikannya sebagai wallpaper. Tak lupa Anda juga akan ditawari untuk langsung melakukan order pembelian secara on line. Sangat interaktif bukan?

Apa yang dilakukan Nike di Shanghai, Beijing dan Guuangzhou beda lagi. Billboard yang dipasang di 3 kota ini dilengkapi dengan teknologi bluetooth yang secara otomatis akan mengirimkan pesan kepada pejalan kaki yang lewat di dekatnya. Isinya berupa instruksi untuk berlari ke toko Nike terdekat secepat mungkin! Sebuah stopwatch virtual secara otomatis akan muncul begitu pejalan kaki menerima pesan, dan akan berhenti secara otomatis begitu mereka sampai di toko sepatu Nike.

Setiap hari toko sepatu itu akan memberikan sepasang sepatu gratis pada pelari tercepat. Dan hari berikutnya, foto sang juara sudah nampang di layar billboard.

Kampanye di tiga kota tadi berlangsung selama 3 minggu. Tercatat ada 250.000 pesan terkirim via bluetooth, 15.000 peserta ikut berpartisipasi, dan 63 pasang sepatu Nike diberikan sebagai hadiah.

Cerita kedua seputar pemanfaatan mobile connector ala new wave adalah tentang sebuah perusahaan periklanan asal Eropa bernama Adwalker.

Perusahaan ini memiliki armada pejalan kaki yang tiap orangnya "dipersenjatai" dengan sebuah rompi dengan teknologi multifungsi. Di bagian depan rompi ada sebuah layar LCD tipis yang terhubung dengan internet. Hal ini memungkinkan pengiklan untuk menampilkan pesan-pesannya secara dinamis dan personal, karena sang pemakai rompi akan dengan antusias mengajak target audience berkomunikasi.

Rompi itu juga dibekali dengan sebuah printer mini. Dengan piranti ini, seandainya ada hypermarket yang sedang mengkampanyekan program diskon besar-besaran, audiens bisa mencetak langsung kupon promosinya saat itu juga.

Teknologi yang dikombinasikan dengan kemampuan mobilitas serta penetrasi yang tinggi dari sang pemakai rompi juga menjadikannya sebagai sarana yang efektif untuk melakukan pengumpulan data pelanggan. Inilah yang dilakukan Castrol saat menggunakan jasa Adwalker untuk mendata sekaligus mempromosikan produknya dalam sebuah event balapan akbar.

Inilah model new wave mobile connection yang tidak sekedar canggih dari sisi teknologi, tapi juga mampu membuka komunikasi dua arah dengan pelanggan.


Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

KOMPAS

Investasi & Keuangan: Bermain Opsi Saat Bursa Stasioner

Minggu, 15 November 2009 | 16:17 WIB

Adler Haymans Manurung - praktisi keuangan

Sebelumnya telah dibahas bermain opsi ketika bursa saham turun. Belakangan ini harga saham tidak bisa naik terus dan juga tidak bisa turun terus. Artinya, harga saham naik-turun pada kisaran harga tertentu dan bisa disebutkan harga saham tersebut stasioner. Konsep stasioner sangat dikenal dalam statistik untuk menggambarkan fluktuasi pada kisaran tertentu. Orang bursa menyebut harga saham pada posisi sideways.

Salah satu strategi yang sering dipergunakan ketika bermain opsi adalah spread, yaitu strategi mengambil posisi untuk dua atau lebih opsi sejenis berupa beli call dan jual call atau beli put dan satunya lagi jual put. Kedua opsi ini mempunyai harga strike berbeda, bisa saja harga strike untuk beli opsi lebih kecil atau lebih besar untuk jual opsi.

Investor juga dapat mempunyai portofolio opsi dengan tiga atau lebih harga strike. Berarti, investor mempunyai opsi sejenis dengan banyak harga strike sesuai portofolio opsi yang telah ditentukan. Bila investor ingin mempunyai empat portofolio opsi, tetapi mempunyai tiga harga strike, maka hasilnya berbeda dengan portofolio empat opsi dan empat harga strike.

Bila empat opsi yang dibuat menjadi portofolio dengan tiga harga strike, maka ada dua opsi sejenis mempunyai harga strike sama. Misalkan, investor membeli dua opsi call yang berbeda harga strike dan menjual dua opsi call dengan harga strike berbeda. Investor juga bisa membeli dua put dengan dua harga strike dan menjual dua put dengan satu harga strike.

Pada pasar opsi dikenal strategi opsi butterfly spread call yang menyatakan portofolio opsi call sebanyak empat kontrak dengan tiga harga strike. Artinya, ada dua opsi yang mempunyai harga strike sama dan dua opsi mempunyai harga strike berbeda. Untuk kasus ini, investor harus membeli dua call dengan dua harga strike. Pembelian opsi call pertama mempunyai harga strike paling kecil dan pembelian opsi call kedua dengan harga strike jauh lebih tinggi.

Nilai premium call pertama lebih tinggi dari nilai premium kedua. Kemudian investor menjual opsi call dua kontrak dengan harga strike sama pada pertengahan harga strike paling kecil dan paling tinggi pada pembelian opsi call sebelumnya.

Nilai premium pada penjualan opsi ini jauh lebih kecil atau hampir sama dari hasil jumlah nilai premium pembelian opsi. Pada portofolio ini, investor akan mempunyai hasil negatif dari mulai harga saham terendah sampai harga strike paling kecil dengan kerugian sebesar nilai tertentu. Artinya, investor tidak pernah untung bila harga saham drop terus.

Grafik hasil selanjutnya meningkat sampai puncaknya pada harga strike kedua (pertengahan) dan kembali menurun sampai pada harga strike tertinggi (ketiga). Pada posisi ini, investor akan untung karena harga saham bergerak pada sekitar harga strike kedua. Oleh karenanya, investor harus menggunakan strategi ini bila harga berfluktuasi atau sideways pada harga tertentu. Dalam portofolio ini, harga saham bergerak dari harga strike pertama (paling kecil) sampai harga strike tertinggi. Grafik hasil selanjutnya mendatar merugi sebesar nilai tertentu bila harga saham terus meningkat.

Strategi lain

Strategi lain pada pasar opsi adalah strategi opsi butterfly spread put yang menyatakan portofolio opsi put sebanyak empat kontrak dengan tiga harga strike. Artinya, ada dua opsi yang mempunyai harga strike sama dan dua opsi mempunyai harga strike berbeda. Untuk kasus ini, investor harus membeli dua put dengan dua harga strike. Pembelian opsi put pertama mempunyai harga strike paling kecil dan pembelian opsi put kedua dengan harga strike jauh lebih tinggi.

Nilai premium put kedua lebih tinggi dari nilai premium put pertama. Kemudian investor menjual dua kontrak opsi put dengan harga strike sama pada pertengahan harga strike terkecil dan tertinggi pada pembelian opsi put sebelumnya. Nilai premium penjualan put jauh lebih kecil atau hampir sama dengan nilai kedua pembelian opsi.

Pada portofolio ini investor akan mempunyai hasil negatif dari mulai harga saham terendah sampai harga strike terkecil dengan kerugian sebesar nilai tertentu. Artinya, investor tidak pernah untung bila harga saham drop terus. Grafik hasil selanjutnya meningkat sampai puncaknya pada harga strike kedua (pertengahan) dan kembali menurun sampai pada harga strike tertinggi (ketiga).

Pada posisi ini, investor akan untung karena harga saham bergerak pada sekitar harga strike kedua. Karenanya investor harus menggunakan strategi ini bila harga pasar berfluktuasi atau sideways pada harga tertentu. Dalam portofolio ini harga saham bergerak dari harga strike pertama (paling kecil) sampai dengan harga strike tertinggi. Kemudian grafik hasil selanjutnya mendatar, merugi sebesar nilai tertentu bila harga saham terus meningkat.

Investor yang mempunyai portofolio opsi call atau put untuk strategi ini mempunyai risiko bila harga saham tidak berfluktuasi pada sekitar harga strike tengah. Tetapi, kerugian tersebut tidak sebesar nilai premium masing-masing opsi call atau put. Bila investor menandatangani jumlah saham cukup besar, maka keuntungan atau kerugian tergantung besaran saham yang sudah diperjanjikan.

KOMPAS