BLOGSPOT atas

Sunday, August 23, 2009

Investasi & Keuangan: Seni Berinvestasi Saham

Minggu, 23 Agustus 2009 | 03:14 WIB

Elvyn G Masassya - praktisi keuangan

Bahasan tentang potensi untung ataupun potensi rugi di pasar modal yang dimuat di rubrik ini dua pekan silam hanyalah bagian kecil dari seni berinvestasi di pasar modal, khususnya saham.

Seni? Ya, sebab untuk menjadi pemain alias investor sukses di pasar modal, khususnya Bursa Efek Indonesia, tidak cukup hanya dengan kompentensi, pengetahuan, keterampilan, atau keberanian, tetapi juga seni. Kenapa? Karena di pasar modal kerap terjadi anomali yang tidak bisa diduga siapa pun, termasuk analis kondang. Misalnya, kondisi pasar saham dunia dan regional tengah turun, kondisi politik di dalam negeri, dan perekonomian tidak terlalu mendukung, tetapi ada saham-saham yang naik harga, dan bahkan indeks saham gabungan pun melonjak. Demikian juga sebaliknya. Anomali hanya bisa disikapi jika investor menggunakan rasa seni dalam bermain di pasar modal.

Seni berinvestasi di pasar modal tentu berbeda untuk investor institusi yang memiliki dana besar dari investor ritel yang dananya terbatas. Bahasan, dalam tulisan ini hanya akan difokuskan pada investor ritel yang tujuannya berinvestasi di pasar modal adalah mendapat tambahan pendapatan atau pendapatan sampingan dari investasinya. Artinya, kalaupun seluruh modal yang ditanamkan amblas, si investor tidak serta-merta jatuh miskin. Jika dana yang dimainkan bisa mereguk keuntungan, maka bukan tidak mungkin menjadi kaya raya. Lantas bagaimana melakukan semua itu?

Pertama, dana yang ditanamkan di pasar modal mestilah bukan dana yang diperuntukkan untuk uang belanja rumah tangga, melainkan sebagai bagian investasi yang memiliki risiko rendah dan moderat. Jadi, dana yang digunakan untuk jual-beli saham cukup 25 persen atau separuhnya, bergantung pada karakteristik personal Anda. Jika Anda cukup kuat menanggung risiko, dana yang ditempatkan bisa lebih besar.

Kedua, investasi di pasar modal bertujuan jangka pendek untuk mendapatkan hasil dari jual-beli saham dan atau mendapat dividen bersama dengan hasil potensial jika Anda memegang saham tersebut untuk jangka menengah-panjang. Nah, dalam hal ini, dana yang Anda alokasikan sebaiknya dipastikan peruntukannya, apakah untuk jual-beli saham sehari-hari atau beli saham lalu dipegang untuk kurun waktu cukup lama. Lazimnya, tujuan pembelian saham pun bisa dibagi, yang peruntukannya untuk ”perdagangan” sehari-hari maupun untuk jangka waktu di atas satu tahun.

Ketiga, bertransaksi untuk perdagangan dan untuk jangka panjang hakikatnya tetap sama, yakni memilih saham dengan fundamental bagus, dalam arti perusahaan emiten memiliki prospek usaha dan harga sahamnya di bawah nilai sebenarnya. Artinya, harga target saham tersebut untuk beberapa waktu ke depan berpotensi masih lebih tinggi daripada harga saat ini.

Dalam praktiknya, bukan tidak ada saham yang sebenarnya secara fundamental sudah mencapai ”harga wajar”, tetapi ketika ditransaksikan bisa saja harganya tetap meningkat. Nah, saham semacam ini hanya pantas masuk dalam portofolio perdagangan. Bisa beli hari ini jual besok, dua hari kemudian, atau malah pada hari yang sama. Dan Anda akan mengeruk keuntungan. Bagaimana mungkin? Di sinilah seninya.

Berbeda

Seni berjual-beli (trading) saham sedikit berbeda dari investasi saham untuk jangka menengah panjang kendati prinsip dasarnya sama, yakni mesti memiliki nilai fundamental yang bagus. Namun, dalam perdagangan, naik-turunnya harga saham tidak semata-mata karena faktor fundamental, tetapi juga ada unsur sentimen dan aspek yang sulit dianalisis secara matematika karena lebih mengedepankan persepsi dan ekspektasi.

Nah, untuk mendapat keuntungan dari transaksi jual-beli jangka pendek, bisa melihat pergerakan harga saham ketika pasar baru dibuka. Sebagai investor ritel, tentu Anda tidak memiliki dana cukup untuk menggerakkan harga saham. Namun, ibarat ikan teri, tentunya bisa nebeng di pergerakan ikan paus. Dengan kata lain, jika yakin saham Anda akan bergerak harganya karena saat pasar dibuka harga saham tersebut langsung bergerak yang berarti ada permintaan besar, Anda bisa ikut membeli saham itu.

Di sisi lain, Anda tentu tidak tahu apakah si investor besar akan memegang saham tersebut dalam jangka waktu lama atau kemudian menjualnya lagi setelah memperoleh keuntungan potensial dan melakukan aksi ambil untung. Di sinilah kerap terjadi musibah bagi investor ritel karena terlambat menjual.

Oleh karena itu, agar Anda tidak terjebak situasi itu, jika Anda bermain saham untuk dijual segera, tidak boleh serakah. Konkretnya, jika harga di pasar sudah lebih tinggi dari harga beli, maka sesegera mungkin saham itu dijual lagi. Tidak perlu kecewa kalau ternyata harga saham itu terus melambung. Ingat, Anda adalah investor ritel yang cuma mengikuti ”paus”. Tentu harus tahu kapan menyingkir agar tidak terimpit paus kalau tiba-tiba sang paus putar haluan.

Seni lain

Adakah seni yang lain? Ada. Anda mesti sangat hati-hati menggunakan dana yang terbatas. Caranya, belilah saham yang sektornya terdiversifikasi, pecah dana ke dalam beberapa saham. Dengan demikian, jika satu saham turun, saham lain bisa meningkat.

Kalau hasil transaksi dikonsolidasikan, Anda tetap akan memperoleh hasil, tetapi tidak sebesar investor institusi. Sisi baiknya, risiko Anda juga menjadi tidak terlalu besar.

Singkatnya, seni bermain saham sebenarnya perpaduan antara kelihaian dalam menentukan kapan masuk dan kapan keluar, dibarengi itikad memperoleh keuntungan secukupnya, tanpa serakah, serta mendiversifikasi saham yang dibeli. Selamat mencoba.

KOMPAS

No comments: