BLOGSPOT atas

Tuesday, May 12, 2009

[Kompas 100]: Panin Life: "A Low Profile But Aggressive Life Insurance Company"

Bagian 89 dari 100

Selasa, 12 Mei 2009 | 07:25 WIB

Di tahun 1998, Citicorp dan Travelers Group membuat sejarah baru.

Ini bukan sekedar merger terbesar sepanjang sejarah, terkait dengan skala kedua perusahaan yang memang raksasa. Citicorp, dengan Citibank di dalamnya, adalah raksasa perbankan global dan Travelers Group merupakan salah satu raksasa asuransi Amerika. Kedua perusahaan itu berhasil meyakinkan Kongres Amerika Serikat untuk menghapus Glass-Steagal Act, yang selama ini membatasi aktivitas dan bisnis berbagai lembaga keuangan sesuai dengan koridor tertentu, yang menjadi penghalang merger tersebut. Ketika itu lahirlah Citigroup sebagai jawaban atas mimpi bahwa perusahaan asuransi di Amerika Serikat bisa berjualan kepada nasabah bank dan sebaliknya bank bisa berjualan kepada nasabah asuransi secara sinergis. Kesimpulannya, ini adalah merger antara 2 channel keuangan terbesar.

Dalam merger tersebut, Citicorp pada akhirnya berhasil mempertahankan nama “Citi” pada merek perusahaan gabungan, sedangkan Travelers hanya kebagian logo payung merahnya yang diadaptasi ke logo baru Citigroup. Akan tetapi, tidak lama setelah merger, para petinggi Travelers yang dipimpin oleh chairman-nya Sandy Weill berhasil “menyingkirkan” para petinggi Citicorp yang dipimpin chairman-nya, John Reed. Dengan demikian, ada yang beranggapan bahwa ini bukan merger, melainkan “pengambilalihan” sebuah bank oleh perusahaan asuransi.

Di Indonesia, cerita antara sinergi perbankan dan asuransi agak berbeda. Bank-bank besar di Indonesia pada umumnya punya kepemilikan di perusahaan asuransi jiwa. Mandiri punya 49 persen kepemilikan AXA Mandiri. BRI menjadi pemegang saham mayoritas di Bringin Life melalui dana pensiunnya. BNI juga menjadi shareholder utama di BNI Life. Bank-bank lainnya seperti BCA dan Bank Danamon hanya mempunyai mitra asuransi jiwa dimana bank-bank tersebut berperan sebagai bancassurance channel. Bank tetap merupakan pihak yang punya bargaining power yang lebih besar.

Akan tetapi, cerita yang kebalikan justru ada di Panin Group. Tanpa banyak diketahui orang, perusahaan asuransi jiwa PT Panin Life Tbk (PNLF) yang low profile justru menjadi salah satu pemilik Panin Bank yang merupakan bank ketujuh terbesar di Indonesia dari segi aset. Hal ini unik mengingat Panin Bank dua tahun lebih tua dan mencatatkan diri di bursa setahun lebih awal daripada Panin Life. Dengan memiliki saham yang signifikan di salah satu bank yang konservatif tapi punya persentase likuiditas tinggi, PNLF punya kesempatan mengontrol keamanan pertumbuhan dana investasinya dan pada saat bersamaan punya fleksibilitas dalam menjalankan langkah-langkah strategisnya. Selain bisa memanfaatkan Panin Bank sebagai salah satu channel, PNLF juga bisa leluasa melebarkan aksesnya dengan bermitra dengan lembaga keuangan lainnya, terutama untuk menangkap dua tren, yaitu tren menuju asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi serta tren menuju asuransi jiwa berbasis syariah.

Aktifnya perusahaan yang pernah masuk 200 perusahaan publik terbaik di bawah 1 miliar dollar AS (Forbes Asia, 2005) ini dalam membentuk kemitraan bisa terlihat dari kerjasamanya dengan bank-bank syariah. Salah satunya dengan Bank Danamon untuk menawarkan Dirham Shield sebagai asuransi perlindungan tagihan kartu kredit syariah Dirham Card. PNLF juga menjalin hubungan strategis dengan meluncurkan produk Syariah Medika Plus bagi para nasabah Bank Syariah Mandiri. Panin Life pun menggandeng Bank Bukopin Syariah dengan menyediakan jasa pengelolaan asuransi Tabungan iB Rencana. PNLF bersama Manajemen Qolbu Multimedia juga meluncurkan produk investasi unit link berbasis syariah yang dilengkapi perlindungan asuransi syariah berbasis perencanaan keuangan yang diberi nama Tuntas Madani.

Dengan pendekatan multi-channel partnership, PNLF semakin dikenal lebar jangkauannya dalam menawarkan produk-produk baru terkait investasi dan berbasis syariah kepada konsumen selain produk asuransi konvensional.


"Philip Kotler's Executive Class: 15 Days To Go"

Hermawan Kartajaya, Taufik

Kompas

No comments: