BLOGSPOT atas

Thursday, May 7, 2009

[Kompas 100]: Japfa Comfeed: "An Aspiring Integrated Food Company"

Kamis, 7 Mei 2009 | 07:59 WIB

Kalau Steve Jobs tidak dipecat oleh Apple, bisa jadi iPod dan iPhone tidak akan lahir.

Ia memang seorang jenius di industri ICT. Tapi karena kejeniusannya itu, ia akhirnya malah jadi tidak perlu pede dan bahkan membuat perusahaan berjalan sesuai dengan mood-nya. Kalau ia adalah pemimpin private company, itu mungkin tidak terlalu masalah.

Masalahnya, ia adalah pemimpin perusahaan publik yang diharapkan bisa terus membaik kinerjanya, tidak peduli apa yang terjadi di dalam. Untunglah ia mau belajar dari kesalahannya dan bisa mengkombinasikan kejeniusannya dengan kematangan dan sikap wise. Dari sanalah ia kemudian memimpin turnaround Apple dan melahirkan iPod dan iPhone.

Apa yang terjadi pada Jobs tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi yang tidak menguntungkan, orang bisa menjadi lebih kreatif untuk membuat perusahaan memiliki masa depan yang bagus. Sepertinya inilah yang ingin dicapai oleh PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), perusahaan pakan ternak yang mempunyai pesaing yang sangat kuat, dimana perusahaan ini kini mulai memasuki bisnis produsen consumer food products.

Awalnya, perusahaan ini didirikan sebagai produsen pellet kopra di tahun 1971 dengan nama PT Java Pelletizing Factory. Penyingkatan dari nama asli perusahaan inilah yang akhirnya menghasilkan nama Japfa. Dalam perkembangannya, perusahaan ini lalu memutuskan untuk memasuki bisnis pakan ternak dengan bermodalkan hasil IPO di tahun 1989 dan penerbitan rights issue di tahun 1990. Saat itu, JPFA melakukan akuisisi terhadap empat perusahaan pakan ternak --termasuk PT Comfeed Indonesia-- dan sebuah pabrik karung plastik. Semenjak itu perusahaan lalu dikenal sebagai Japfa Comfeed Indonesia.

Tahun 1992, JPFA kembali melakukan proses akuisisi terhadap perusahaan pembibitan ayam dan pemrosesannya, serta perusahaan tambak udang dan pemrosesannya. Dengan akuisisi ini, --terutama PT Multibreeder Adirama Indonesia (MBAI)-- JPFA melengkapi integrasi vertikalnya dengan memiliki kompetensi mulai dari produksi pakan ternak, pembibitan ayam, hingga pemrosesan daging ayam.

Selain integrasi vertikal di value chain perunggasan, JPFA juga ingin mengembangkan bisnis di industri daging sapi. Melalui akuisisi di awal tahun 2008, JPFA kini memiliki unit pembibitan dan penggemukan sapi di Lampung dan Jawa Timur. Bahkan perusahaan ini kini tercatat memiliki pembibitan dan peternakan sapi terbesar di Asia.

Integrasi vertikal inilah yang menjadi andalan JPFA untuk bisa menghasilkan economies of scale yang terlindungi dari volatilitas harga komoditas, sehingga memungkinkan perusahaan ini untuk menawarkan produk bagi value-oriented customers, yaitu produk yang berkualitas dengan biaya yang rendah. Dengan competitive advantage ini, JPFA berhasil menjadi salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia.

Meskipun telah melakukan diversifikasi bisnis yang demikian luas, divisi perunggasan tetap menjadi andalan utama JPFA dan memberikan kontribusi lebih dari 80 persen penjualan perusahaan. Lebih spesifik, unit pakan ternak masih mengkontribusi lebih dari setengah pendapatan JPFA. Padahal di industri ini JPFA tercatat sebagai nomor dua di belakang PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), perusahaan pakan ternak dan DOC (Day Old Chick) terbesar di Indonesia.

Industri pakan ternak dan DOC memang sudah menjadi komoditas, dimana cost-leadership menjadi kekuatan utama. Dan JPFA bisa tetap bersaing dalam industri ini, selain dengan integrasi vertikal, juga dengan mengandalkan penerapan teknologi yang didukung pula dengan pelaksanaan performance benchmarking terhadap berbagai pihak, dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan ini, JPFA mampu bertahan melawan CPIN yang notabene didukung oleh salah satu konglomerasi agribisnis terbesar Asia. Namun, tanpa mendapat dukungan kompetensi dan tentunya dana seperti CPIN, kemampuan bersaing di industri yang menuju komoditasi seperti ini tentunya terbatas. Mungkin karena hal inilah, JPFA lalu memutuskan untuk melakukan diversifikasi ke industri budidaya sapi dan juga budidaya perairan.

Namun lebih dari sekedar bisnis budidaya dan pengolahan ternak, JPFA juga berambisi untuk menjadi food company yang menguasai seluruh value-chain, bahkan hingga penjualan produk konsumen. Untuk keperluan yang terakhir itulah JPFA mengembangkan divisi yang memasarkan berbagai produk yang meliputi chicken nuggets, sosis siap saji, bakso, kornet. Dengan brand antara lain: So Good, Sozzis, Santori Beef, dan Takusen Wagyu Beef..

Disinilah letak tantangan ke depan bagi JPFA. Meskipun memiliki kompetensi yang kuat dan terintegrasi di industri ternak, namun memasuki pasar konsumen berarti melakukan pemasaran massal yang melibatkan upaya brand building yang sangat berbeda dengan bisnis B2B yang selama ini dilakukannya. Kalau di bisnis B2B, pertimbangan rasional menjadi faktor utama dalam pemilihan produk, di bisnis B2C, justru kemampuan merebut sisi emosional pembeli yang menjadi salah satu kunci keberhasilan.

Dengan mampu beberapa kali mendapatkan penghargaan “Most Valuable Brand” dari majalah SWA untuk merek So Good dan Sozzis, tampaknya JPFA cukup berhasil mengembangkan consumer brand untuk produk-produk andalan mereka. Namun, ternyata JPFA tidak puas berhenti pada produk yang berhubungan dengan unggas ataupun sapi. Melalui berbagai akuisisi, JPFA kini bahkan memasarkan produk confectionary, minuman, dan susu; dengan brand seperti Hollanda, Miami, Fresh, dan Orson.

Merek-merek baru ini membawa tantangan baru pula bagi JPFA. Namun, jika perusahaan ini bisa belajar dari pengalaman mengembangkan merek So Good dan Sozzis untuk membentuk brand equity dari produk non-unggas dan non-sapi; seperti halnya saat JPFA berhasil belajar dari pengalaman bisnis pakan ternak untuk mengembangkan integrasi vertikal di bisnis unggas dan mengembangkan bisnis budidaya sapi, maka bukan mustahil bahwa perusahaan ini bisa mencapai aspirasinya untuk menjadi a leading integrated food company di Indonesia.


"Philip Kotler's Executive Class: 20 Days To Go"

Hermawan Kartajaya, Taufik

Kompas

No comments: