BLOGSPOT atas

Saturday, February 28, 2009

[Kompas 100]: Sentul City: "A Green Property Developer in Greater Jakarta"

Bagian 19 dari 100

Sabtu, 28 Februari 2009 | 05:26 WIB

Ternyata Valentino Rossi masih ingat Sentul. Dan itu benar-benar kata dia sendiri untuk menegaskan bahwa kunjungannya ke Indonesia pada tanggal 9 Februari kemarin bukanlah yang pertama. Sebagai pembalap tidak terkenal di kelas 125cc pada musim balap 1996-1997, Rossi memang pernah menjajal Sikuit Sentul yang sempat menjadi salah satu venue balapan MotoGP hingga akhir 1997.

Tidak jelas apakah kenangan Valentino Rossi tersebut karena hal-hal positif atau hal-hal negatif, yang jelas Sirkuit Sentul, yang sempat juga menjadi ajang balap Asian Formula 3 Super Series dan A1 Grand Prix ini, telah berhasil mengangkat nama Sentul di arena global. Ketenaran nama inilah mungkin salah satu alasan PT Sentul City Tbk (BKSL) mempertahankan brand Sentul saat mengubah namanya dari PT Bukit Sentul pada pertengahan tahun 2006.

Perumahan Sentul City yang dibangun oleh BKSL memang hanya terletak kurang lebih 5 km dari Sirkuit Sentul, meskipun dibangun oleh developer yang berbeda. Di lokasi itu, BKSL membangun kawasan perumahan kelas atas dengan konsep eco-friendly yang didukung oleh kondisi alam Sentul. Dengan pemandangan lima pegunungan, kedekatan dengan hutan lindung Gunung Pancar, dan 65 persen kawasan dialokasikan menjadi ruang terbuka hijau, Sentul City mungkin memang bisa dikatakan sebagai salah satu perumahan paling hijau di pinggiran Jakarta.

BKSL, yang berdiri sejak 1993 dan go-public tahun 1997, tampaknya kini sedang berupaya membangun kembali image-nya yang didera berbagai masalah beberapa tahun belakangan ini. Setelah sukses menyelesaikan secara damai beberapa gugatan hukum dari konsumen, pada tahun 2007 perusahaan akhirnya mampu memenuhi seluruh kewajiban dalam Perjanjian Perdamaian. Kedepannya, BKSL musti memperlihatkan bahwa dia dapat bangkit kembali dan menunjukkan bahwa perusahaan ini sebenarnya memiliki fundamental yang kuat.

Namun tampaknya manajemen baru yang dibentuk akhir 2006, dibawah pimpinan Antonius Hanifah Komala, kini juga harus menghadapi satu lagi masalah, yaitu krisis perekonomian global yang mempengaruhi Indonesia secara cukup signifikan.. Efek downturn ini pada BKSL terlihat dalam pembatalan pembangunan dua hotel berbintang dan sebuah fasilitas resort di kawasan Sentul City. Untungnya, Sentul City Convention Center bukan salah satu proyek yang dibatalkan. Gedung pertemuan yang dibangun di atas areal seluas 6 hektar dan menurut kabar akan memiliki kapasitas 12.000 ini konon akan menjadi convention center terbesar di Asia Tenggara dan dapat menjadi icon dari Sentul.

Dalam menghadapi downturn ini, yang diprediksi akan menyebabkan penurunan sales hingga 40 persen, BKSL memilih untuk mengalihkan resources yang sekiranya akan digunakan untuk pembangunan hotel dan resort tersebut diatas untuk pembangunan 1000 unit rumah yang menyasar segmen menengah ke atas. Dengan keputusan ini, BKSL sepertinya memilih untuk fokus pada pembangunan proyek yang menjadi kompetensi utamanya, yaitu residential. Dengan lahan sebesar 3.100 hektar yang dimilikinya, dimana hanya kurang dari setengahnya yang sudah digarap, sebenarnya BKSL memang masih memiliki ruang untuk bereksplorasi untuk meningkatkan keunikan dan nilai tambah di sektor residensial.

Akan tetapi, di lain pihak, BKSL mulai merambah kesempatan pembangunan di tengah kota Jakarta. Pada bulan April 2008, BKSL memenangkan tender untuk mengembangkan proyek Sarinah Square. Sebagai perusahaan yang dikenal mengembangkan salah satu wilayah paling hijau di pinggiran Jakarta, mesti diperhitungkan pengaruh pembangunan Sarinah Square terhadap positioning perusahaan. Bisa jadi terbentuk image bahwa BKSL sedang membangun perumahan hijau di tengah kota Jakarta.

Karena itu kami melihat bahwa keputusan BKSL mengembangkan Sarinah Square di pertengahan kota Jakarta dapat mengurangi konsentrasi dan resources BKSL untuk menjaga uniqueness dari brand “Sentul City”, yang selama ini dikenal sebagai a green property developer in Greater Jakarta.

"Philip Kotler's Executive Class: 88 Days To Go"

Hermawan Kartajaya,Taufik

Kompas

No comments: