BLOGSPOT atas

Sunday, December 28, 2008

Rencana Anggaran Investasi (RAI)

Minggu, 28 Desember 2008 | 01:07 WIB

Elvyn G Masassya praktisi keuangan

Bagaimana kinerja investasi Anda tahun ini? Sebagian dari Anda yang senang menempatkan uang di pasar modal, tetapi berperilaku takut risiko boleh jadi sedang harap-harap cemas.

Ya, sebab tengah berada dalam posisi unrealized loss alias menanggung potensi kerugian. Kenapa begitu? Karena Anda masih memegang saham-saham yang harganya tidak kunjung naik, sementara waktu beli harganya ada di atas. Saham-saham tersebut masih dipegang karena berharap suatu ketika harganya akan naik lagi.

Keyakinan seperti itu bisa saja menjadi kenyataan. Tetapi, kalau keyakinan tidak dibarengi aksi lain, Anda bisa disebut tidak melakukan upaya meminimalisasi potensi kerugian karena Anda tidak tahu sampai kapan saham yang saat ini Anda pegang harganya akan naik lagi, setidaknya mencapai harga seperti ketika Anda beli.

Soal lain, jika Anda yakin harga saham akan naik lagi, mestinya Anda juga membeli saham-saham tersebut dan juga saham lain yang harganya Anda yakini juga akan naik. Alasannya, jika perkiraan itu benar, Anda bukan saja meminimalisasi potensi kerugian saham Anda, tetapi juga bisa mendulang keuntungan dari saham yang baru Anda beli. Untuk merealisasikan keyakinan seperti itu, ada baiknya Anda merancang apa yang disebut rencana anggaran investasi (RAI).

Sebagaimana lazimnya perusahaan, pasti memiliki rencana perusahaan atau kalau dalam istilah agak ”kuno” disebut RKAP (rencana kegiatan dan anggaran perusahaan). RKAP biasanya membahas kegiatan yang hendak dilakukan dan penyiapan anggarannya, termasuk sumber dan penggunaannya. Dengan pendekatan sama, sebenarnya Anda juga bisa merancang agar kegiatan investasi Anda menjadi lebih terkelola berbasis RAI. Lantas, apa saja isinya?

Menyusun RAI

Pertama, tentu saja Anda mesti rela mengevaluasi kinerja investasi Anda tahun ini. Ingat kembali tujuan keuangan Anda, bagaimana realisasinya. Kalau belum tercapai, apa penyebabnya. Apakah benar karena masalah ekonomi dan keuangan makro yang di luar kontrol Anda atau karena kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan. Ini penting sebab kebanyakan dari kita lebih suka mengambinghitamkan pihak lain jika terjadi kegagalan.

Kondisi ekonomi makro, misalnya, sangat sering menjadi sasaran tumpahan kemarahan: kondisi makro tidak kondusif, tidak bersahabat. Kalaupun memang seperti itu, toh pertanyaannya, apakah kita pernah meramalkan kondisi makroekonomi akan memburuk? Kalau tidak, ya salah sendiri. Kalau ya, kenapa tidak membuat keputusan yang bisa dilaksanakan dalam kondisi makroekonomi memburuk?

Aneh? Tidak juga. Investasi bisa dilakukan kapan saja, dalam keadaan ekonomi baik maupun buruk. Intinya, ketika kita melakukan evaluasi terhadap kinerja investasi pada tahun berjalan, maka jangan lupa melihat bagaimana konsistensi kita ketika membuat putusan investasi dalam keadaan ekonomi seperti apa pun. Termasuk, misalnya, apakah kita pernah serakah atau ketakutan amat sangat.

Makna serakah adalah ketika memegang satu saham dan harganya sudah meningkat, kita masih berharap harganya terus meningkat dan tidak mau menjualnya. Padahal, mungkin sebelumnya Anda cuma berharap memperoleh keuntungan 10-15 persen saja. Yang terjadi malah potensi kerugian karena harga saham kemudian jatuh.

Contoh lain, ketika harga saham sudah turun 10-15 persen, Anda tidak berani melakukan cut loss, tetap berharap esok hari harga akan meningkat. Begitu seterusnya. Padahal, harga saham yang Anda pegang semakin longsor ke bawah.

Konkretnya, sebagian besar kegagalan dalam berinvestasi sebenarnya karena kegagalan dalam membuat keputusan yang konsisten dengan apa yang telah direncanakan dan termuat dalam RAI. Singkatnya, perbaiki dulu perilaku pengambilan keputusan sebelum Anda masuk ke aspek pembuatan rencana kegiatan investasi baru.

Kedua, memasukkan rencana kegiatan investasi berbasis tujuan keuangan. Tujuan keuangan, apa pun itu, sebaiknya jangan terlalu di awang-awang, tetapi juga jangan terlalu rendah. Prinsipnya, menantang, tetapi realistis.

Menantang dalam arti lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya, tetapi masuk akal untuk diraih. Setelah Anda melewati fase ini, tentu saja mesti dibuatkan alokasi investasinya, termasuk ke pasar modal.

Basisnya investasi untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Pengertian menengah dan panjang adalah saham yang Anda beli dimaksudkan untuk dipegang dalam jangka lebih dari setahun dan yang jangka pendek di bawah satu tahun, bisa Anda lepas atau beli lagi dalam kurun waktu tersebut dengan maksud memperoleh keuntungan.

Dalam melaksanakan investasi, Anda tentu mesti memilih saham-saham yang sesuai dengan tujuan investasi. Anda juga tentu pernah mendengar istilah diversifikasi dalam pembuatan portofolio investasi.

Ada baiknya Anda hati-hati memaknai diversifikasi dalam portofolio. Istilah dan strategi ini akan valid jika dipergunakan pada saat ekonomi sedang bertumbuh kembang. Jika ekonomi ternyata kurang bersahabat, mungkin Anda bisa mempertimbangkan strategi fokus, utamanya untuk portofolio investasi jangka pendek.

Artinya, Anda tidak perlu menyebar uang ke berbagai jenis saham, tetapi fokus pada saham-saham yang bisa memberi imbal hasil besar dalam jangka pendek, termasuk saham-saham yang pergerakan harganya cukup besar ketika diperdagangkan. Itulah makna RAI. Selamat mencoba.

Kompas

Sunday, December 21, 2008

Perencanaan dan Evaluasi Investasi

Minggu, 21 Desember 2008 | 01:33 WIB

Adler Haymans Manurung praktisi keuangan

Pada penghujung tahun setiap orang biasanya mengevaluasi kerja yang dilakukan pada tahun bersangkutan untuk melihat apakah hasil yang dicapai sesuai target yang ditentukan pada awal tahun.

Sebaiknya pada akhir tahun investor membuat proyeksi target tahun depan dan sekaligus evaluasi tahun ini. Bila investor mengetahui hasil yang dicapai, kemungkinan rencana tahun depan dapat dibuat.

Bila hasil yang dicapai kurang dari target, investor perlu memikirkan penyebabnya. Sebaliknya, bila target lebih kecil dari hasil yang dicapai, akan muncul pertanyaan apakah bisa lebih besar lagi hasilnya tahun depan.

Hasil yang dicapai dihitung dengan cara harga saat ini ditambah dividen dari distribusi pendapatan dibagi harga sebelumnya dikurangi 100.

Misalnya, investor A mempunyai nilai aset saat ini Rp 950 dan satu tahun lalu ketika mulai diinvestasikan Rp 750 dan selama setahun memperoleh distribusi pendapatan (dividen, bunga dan sewa) Rp 50, maka tingkat pengembalian yang diperoleh (((Rp 950 + Rp 50) : Rp 750) -1)% = 33,33%.

Bila investasi pada properti, maka investor akan memperoleh sewa dan apresiasi harga properti tersebut. Bila membeli properti pada harga Rp 1 miliar lalu saat ini harganya Rp 1,1 miliar dan properti tersebut disewakan Rp 75 juta per tahun, maka hasil investasi adalah (((Rp 1,1 miliar + Rp 75 juta) : Rp 1 miliar) – 1)% = 17,5%.

Bila investasi Rp 1 miliar tersebut pada obligasi dua tahun dengan kupon 12% pada harga 101,4, maka investor akan memperoleh hasil dari kupon obligasi dan apresiasi harga obligasi dengan harga obligasi saat ini 95,3 sebesar (((Rp 0,953 miliar + Rp 0,12 miliar) : Rp 1,014 miliar) – 1)% = 5,82%.

Hasil uraian di atas memperlihatkan, investasi dapat memberi hasil bervariasi, tergantung dari aset yang diinvestasikan.

Sumber hasil

Sumber hasil juga dapat sangat berbeda, dapat juga diuraikan dari berbagai sumber.

Sumber utama terjadi dari hasil pasti, yaitu distribusi pendapatan, bunga (kupon), dan sewa. Sisanya merupakan selisih harga dari aset yang diinvestasikan.

Selisih harga ini dapat juga diuraikan dari berbagai sumber, misalnya dikarenakan kebijakan pemerintah yang menaikkan/menurunkan tingkat bunga.

Kebijakan tingkat bunga merupakan faktor eksternal, termasuk juga inflasi dan nilai kurs di mana semua nilainya tidak bisa dikendalikan. Tetapi, selisih harga tersebut juga bisa disebabkan keahlian investor memilih aset sebagai investasi dan tentu saja pengelolaan aset tersebut sehingga investor dapat memperoleh selisih harga yang baik.

Bila investor menggunakan keahlian pihak lain yang mempunyai izin untuk pengelolaan investasi, investor dapat meminta pihak lain tersebut menjelaskan kelebihan/kekurangan hasil yang dicapai dibandingkan dengan target yang disepakati.

Target investasi

Target investasi tahun mendatang bisa menggunakan hasil yang dicapai tahun sebelumnya, tetapi tidak seluruhnya karena hasil masa lalu bukan mencerminkan hasil yang akan dicapai masa depan.

Untuk menentukan target masa depan, investor harus memerhatikan situasi yang akan terjadi. Salah satu indikatornya adalah perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi masa mendatang.

Biasanya, pemerintah mengeluarkan angka perekonomian tahun mendatang, terutama menyangkut indikator makro, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga, inflasi, dan nilai kurs.

Investor juga bisa menggunakan angka yang dikeluarkan lembaga yang lain, seperti lembaga riset dan lembaga internasional yang sering memerhatikan negara ini.

Untuk kasus Indonesia, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan 5,3%-6% walaupun Bank Dunia memperkirakan jauh lebih kecil, yaitu 4,4%.

Tingkat bunga SBI untuk tiga bulan diperkirakan 8%, inflasi 6,2%, dan nilai kurs Rp 9.150 per dollar. Angka asumsi ini dapat dipergunakan untuk merencanakan target investasi tahun mendatang. Artinya, investor akan memperoleh hasil yang bebas risiko sekitar 8% karena SBI 8% sehingga tingkat bunga kemungkinan akan turun tahun mendatang.

Karena itu, target investasi investor harus lebih tinggi dari angka tersebut sebab investor berinvestasi pada sektor lain yang berisiko. Investor juga harus memerhatikan karakteristik industri yang diinvestasikan sehingga tingkat pengembalian yang diinginkan berada di atas risiko yang dapat ditolerir.

Bila investor berinvestasi pada deposito, investor dapat memilih investasi yang jatuh setiap bulan kemudian di-roll-over setiap bulan atau langsung berinvestasi satu tahun.

Untuk satu bulan kemungkinan masih dapat bunga 13% untuk bulan pertama dan kemudian turun lagi pada bulan kedua. Bila investasi langsung satu tahun dengan hasil 11%, maka akan lebih baik memilih pilihan pertama, yaitu investasi satu bulan yang kemudian diperpanjang (roll-over) setiap bulannya.

Jika berinvestasi pada obligasi perusahaan swasta, patokannya adalah tingkat pengembalian dari obligasi pemerintah. Saat ini obligasi pemerintah besarnya 10%-15% sehingga tingkat pengembalian harus lebih besar dari angka tersebut. Demikian pula investasi pada saham, hasil yang diinginkan (target) harus lebih tinggi karena risikonya lebih tinggi dari deposito. Selamat berinvestasi.

Kompas

Sunday, December 14, 2008

Keterbatasan Penghasilan

Minggu, 14 Desember 2008 | 01:17 WIB

Elvyn G Masassya praktisi keuangan

Penghasilan terbatas, sementara kebutuhan pengeluaran tidak terbatas. Hal semacam itu memang bukan hal baru, tetapi masih saja terus terjadi. Karena itu, ulasan mengenai hal tersebut tetap saja aktual.

Mari kita cermati dulu filosofinya. Apakah benar penghasilan terbatas dan kebutuhan akan pengeluaran tidak terbatas. Jawabannya adalah tidak benar.

Tentang penghasilan, misalnya, jika Anda bekerja pada suatu perusahaan, maka Anda akan menerima antara lain gaji dan bonus. Anda menyebutnya sebagai terbatas karena penerimaan tersebut bersifat tetap. Benarkah demikian? Tidak juga. Anda sebenarnya masih memiliki peluang memperoleh penghasilan lain, di antaranya melalui investasi.

Ketika Anda mau menyisihkan sebagian penghasilan tetap itu untuk berinvestasi, maka hasil investasi Anda bisa tidak terbatas. Jangan pernah bilang tidak ada dana tersisa untuk investasi. Berapa pun kecil dana yang Anda sisihkan, suatu ketika dana itu akan beranak pinak. Itulah investasi.

Namun, bagaimana jika Anda bukan karyawan, tetapi bekerja untuk diri sendiri? Benar, penghasilan Anda tidak tetap, bisa besar bisa kecil. Tetapi, coba pikir, kenapa bisa besar dan bisa kecil? Jika Anda mampu mendapatkan order atau pembeli dari produk/jasa yang Anda jual dalam jumlah besar, maka penghasilan Anda juga bisa sangat besar dan tidak terbatas. Dari penghasilan tersebut, sebagian bisa diinvestasikan. Konkretnya, penghasilan yang Anda sebut sebagai terbatas, sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah masih belum optimalnya kemampuan yang dikerahkan untuk memperoleh penghasilan tidak terbatas.

Pengeluaran

Berikutnya aspek pengeluaran. Sudah menjadi rahasia umum banyak keluarga setiap bulan mengeluh karena penghasilan tidak cukup untuk membiayai ini-itu. Intinya, banyak sekali keinginan yang tidak terpenuhi karena (anggapan) minimnya penghasilan.

Pertanyaannya, apakah jika keinginan itu tidak terpenuhi, lantas hidup selesai? Keluhan selalu ada, tetapi ketika keinginan tidak terpenuhi toh juga tidak apa-apa. Anda ingin memiliki telepon seluler paling mutakhir, tetapi tidak terbeli, lalu kenapa? Telepon seluler yang sekarang dipakai toh masih berfungsi. Itu contoh betapa keinginan itu sebenarnya tidak terbatas, tetapi kebutuhan ada batasnya.

Anda bisa memiliki 10 telepon genggam, tetapi fungsinya tetap sama. Gengsinya saja yang mungkin berbeda. Dalam jagat keuangan, ihwal gengsi tidak bisa dianggap sebagai kebutuhan. Itu hanya keinginan yang jika tidak terpenuhi sama sekali tidak berdampak apa-apa, kecuali dampak perasaan belaka.

Konsep penghasilan dan pengeluaran di atas sebenarnya sangat mendasar dan semua orang juga tahu, tetapi kenapa mengimplementasikannya terasa sangat sulit?

Masalahnya bukan lagi di tataran pengaturan keuangan, melainkan pengaturan diri sendiri. Soalnya adalah bagaimana mengalahkan nafsu diri. Itu fondasinya. Lantas, bagaimana dengan jurus keuangan mengatasi keterbatasan penghasilan dan besarnya pengeluaran?

Pertama, telaah dulu aspek yang dapat dikendalikan, yakni pengeluaran. Hakikatnya, berapa pun kecilnya penghasilan akan mencukupi untuk membiayai pengeluaran karena di dunia ini pengeluaran lebih bersifat pilihan. Anda bisa sarapan pagi di hotel mewah dengan biaya Rp 500.000, tetapi juga bisa hanya dengan sepotong roti yang harganya Rp 5.000.

Dalam realitasnya, yang lebih sulit dikontrol adalah pengeluaran untuk hal bersifat sekunder dan tersier. Oleh karena itu, perlu didefinisikan kembali apa saja yang tergolong kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, dengan menggunakan logika kebutuhan manusia secara umum.

Ini penting dipahami, sebab ada kalangan tertentu yang misalnya, beranggapan pergi ke kelab malam merupakan kebutuhan utama, sementara sandang dan pangan menjadi kebutuhan nomor sekian. Jika ini yang menjadi ”mazhab” tentu saja tidak ada konsep keuangan yang bisa dijadikan solusi. Makhluk seperti itu tergolong tidak biasa, maka solusi permasalahan keuangannya juga mesti khusus; tidak berlaku bagi orang kebanyakan. Dus, tidak perlu kita bahas di sini.

Kedua, jangan pernah berutang untuk memenuhi kebutuhan bukan primer. Kalau tidak mampu lagi memberi makan keluarga, dalam keadaan darurat Anda boleh saja berutang, kepada siapa saja. Tetapi, kalau gara-gara Anda ingin membeli telepon seluler model terbaru, atau ingin jalan-jalan ke Karibia, atau sekadar memiliki barang konsumtif yang sebenarnya tanpa itu Anda tidak apa-apa, maka Anda telah menggadaikan masa depan keuangan Anda.

Kok begitu? Ya, karena Anda telah mengalokasikan pendapatan masa datang Anda untuk hal yang tidak utama. Dijamin Anda akan terjerembab dalam ”kuburan” utang karena penghasilan Anda tidak mencukupi lagi, bahkan untuk membiayai kebutuhan primer. Kecuali, Anda bermaksud ngemplang kepada pemberi utang. Itu soal lain. Itu artinya, Anda memang rela menggadaikan harga diri Anda hanya karena barang konsumtif.

Ringkasnya, kebutuhan manusia pada dasarnya terbatas. Yang tidak terbatas adalah keinginan. Oleh karena itu, mengelola penghasilan agar cukup untuk membiayai pengeluaran, hakikatnya adalah mengelola keinginan dan meningkatkan kontrol diri. Selamat mencoba.

Kompas

Wednesday, December 10, 2008

[Bagian 100 dari 100] Welcome to the New Wave Marketing!

Rabu, 10 Desember 2008 | 08:20 WIB

PEMBACA KOMPAS.com sekalian, inilah tulisan keseratus atau tulisan terakhir saya di rubrik New Wave Marketing ini. Selama 100 hari berturut-turut sejak hari Sabtu tanggal 30 Agustus 2008 saya telah mengajak Anda semua untuk sama-sama berpetualang ke era baru pemasaran ini.

Saya memang melihat bahwa perkembangan Internet dengan Web 2.0 dan Social Networking-nya serta perkembangan mobile technology bukan hanya akan mengubah lanskap dunia bisnis dan pemasaran, namun juga akan mengubah perilaku masyarakat secara keseluruhan. Jangan salah, walaupun hampir semua contoh yang saya berikan berasal dari luar Indonesia, namun praktik New Wave Marketing ini bukan hanya terjadi di negara-negara maju. Dengan kemajuan teknologi, apa-apa yang terjadi di negara-negara tersebut bisa dengan cepat masuk ke Indonesia.

bersambung...

---------------------------------------
Bahasan lengkap artikel ini sudah diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul "New Wave Marketing, The World Is Still Round, The Market is Already Flat."

Hermawan Kartajaya

Kompas

Tuesday, December 9, 2008

[Bagian 99 dari 100] New Wave Marketing: Humanizing Human Being

Selasa, 9 Desember 2008 | 07:28 WIB

ADA yang bertanya kepada saya, darimana datangnya semua gagasan tentang New Wave Marketing (NWM) ini? Jawabannya sederhana saja. Semua ide ini berasal dari pengamatan saya terhadap praktik yang terjadi di lapangan. Saya pun sering berdiskusi dengan banyak orang—termasuk dengan tim saya di MarkPlus, Inc—sehingga konsep ini bisa semakin tajam.

Dan tentu yang terpenting adalah praktiknya secara langsung. Saya selalu bilang, practice what you preach, praktikkan apa yang kita ucapkan. Karena itulah, baik secara individu maupun secara korporat, saya juga telah mempraktikkan konsep NWM ini. Lewat Facebook misalnya, saya bisa mendapatkan banyak relasi yang sebagian berujung kepada relasi bisnis. Saya juga mendapatkan banyak masukan lewat e-mail sehingga bisa semakin memperkaya dan memperluas pengetahuan saya tentang praktik NWM.

bersambung...


Hermawan Kartajaya

Kompas

Krisis Keuangan Global (Artikel 2)

Selasa, 02 Desember 08

Kondisi Ekonomi kita dan Gelombang Pasang Surutnya

Dalam sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia, kita selalu mengalami gelombang pasang surutnya pertumbuhan ekonomi beserta indikator-indikatornya seperti kesempatan kerja, investasi, tabungan, tingkat suku bunga, besarnya anggaran negara.

Ekonomi tidak bisa tumbuh terus tanpa batas. Kehidupannya selalu ditandai oleh fluktuasi dengan periode meningkatnya kegiatan ekonomi, disusul dengan titik puncak yang sekaligus merupakan titik balik (the upper turning point). Terjadi krisis, yang disusul dengan periode menurunnya kegiatan ekonomi, atau baisse, sampai tingkat pertumbuhan dan besaran-besaran makro ekonomi lainnya mencapai titik paling rendah. Terjadilah titik balik terendah (the lower turning point), disusul dengan periode kenaikan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, atau economic boom, atau hausse lagi. Gejala pasang surutnya kegiatan ekonomi secara periodik di dalam teori ekonomi disebut business cycle atau conjunctuur.

Jadi kalau ekonomi suatu negara pada saat tertentu tiba pada titik tertinggi, yang lalu mentok dan terjadi krisis, yang disusul dengan memasuki resesi, hal itu sangat wajar. Ekonomi akan merosot terus, dan pada waktunya nanti akan dicapai titik terrendah. Bertolak dari sini, gelombangnya meningkat lagi.

Sangat jelas bahwa ekonomi kita memasuki resesi. Titik baliknya berupa krisis keuangan di Amerika Serikat dengan dampak yang telah saya kemukakan dalam artikel pertama, yaitu ekspor ke AS, Eropa dan Jepang tersendat. Modal yang tertanam dalam saham-saham di Indonesia dijual karena sedang sangat diperlukan untuk negerinya sendiri. Dampaknya IHSG anjlok. Hasil rupiahnya dibelikan dollar, nilai tukar rupiah anjlok. Dampak psikologisnya semuanya mengerem pembelian, permintaan menurun, produksi dikurangi, PHK meningkat, daya beli menurun, permintaan menurun, omset menurun, investasi dikurangi lagi dan seterusnya terjadi spiral ke bawah atau downward spiraling yang sangat kita kenali dalam resesi-resesi, apalagi depresi yang lalu.

Apakah pemerintah sebagai pengelola ekonomi negara tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membiarkan ekonomi bergelombang naik turun atas dasar mekanisme pasar? Jawabnya jelas bisa, dan bahkan harus. Kita mengenalnya dengan sebutan kebijaksanaan yang "antisiklis". Tetapi tipologi dari krisisnya itu sendiri yang merupakan the upper turning point sangat bervariasi. Tipe titik balik tertinggi atau krisis mewarnai resesi yang dimasukinya. Pengenalannya sangat penting untuk mengetahui, apakah kita memang mempunyai instrumen-instrumennya untuk membendung arus yang tidak kita kehendaki, ataukah kita dihadapkan pada keterbatasan yang membuat semua upaya dan usaha sia-sia?

Mari kita telusuri permasalahannya.

ANALISA TIPE KRISIS DAN RESESI

Dalam tulisan ini saya mencoba mendekati resesi yang kita masuki dari segi teori dan pola business cycle. Pertama-tama ingin saya kemukakan berbagai macam teori dan pola yang ada. Lalu kita coba menempatkan tipe resesi ekonomi yang kita alami dewasa ini termasuk kedalam teori atau pola yang mana. Berdasarkan pengenalan dan analisa mengenai teori dan pola yang kira-kira berlaku untuk Indonesia, kita bisa mencoba mendeteksi, terapi apa yang sebaiknya kita terapkan.

Semua teori sepakat mengenai gambaran dari periode meningkatnya kegiatan ekonomi, hausse, atau gelombang pasang, dan menurunnya kegiatan ekonomi, baisse atau gelombang surut. Dalam periode gelombang pasang, investasi selalu lebih besar daripada tabungan yang dapat dibentuk oleh pendapatan nasional. Kekurangannya selalu dibiayai oleh penciptaan uang, antara lain melalui kredit bank. Dalam periode gelombang surut, tabungan yang terbentuk dari pendapatan nasional selalu lebih besar daripada investasi. Dalam periode ini terjadi pemusnahan uang, antara lain dengan membayar kembali kredit bank. Selisih antara investasi dan tabungan justru merupakan saluran bagi mengembang dan menciutnya arus uang, yang dalam hal ini sama dengan mengembang dan menciutnya permintaan akan barang dan jasa.

Dalam menjelaskan mengenai mengapa krisis terjadi yang merupakan titik balik dari gelombang pasang menjadi gelombang surut, teori-teori business cycle dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yang masing-masing dapat disebut sebagai kelompok dari teori-teori overinvestment dan kelompok dari teori-teori underconsumption.

KELOMPOK TEORI UNDERCONSUMPTION

Menurut kelompok teori-teori ini, cikal bakal dari krisis adalah kenaikan dari permintaan untuk barang-barang konsumsi yang tidak setimpal dengan kenaikan kapasitas produksi dari barang-barang konsumsi tersebut. Permintaan masih meningkat, tetapi naiknya tidak setimpal dengan membesarnya kapasitas produksinya. Karena permintaan tidak dapat menyerap volume produksi, tidak ada gunanya memperluas kapasitas lebih lanjut. Gairah untuk investasi berkurang. Di sini awal kirsis, karena dengan berkurangnya gairah investasi, investasi menurun, yang mengakibatkan pendapatan menurun, dengan akibat konsumsi menurun. Konsumsi menurun berarti permintaan terhadap barang-barang konsumsi menurun, sehingga gairah terhadap investasi tambah menurun lagi dan seterusnya. Terjadilah spiral ke arah menurunnya seluruh kegiatan ekonomi dan menurunnya indikator-indikator makro ekonomi. Menurut teori ini, sebab utama adalah konsumsi yang tidak bisa membengkak terus sesuai dengan pembengkakan kapasitas produksinya. Maka menurut kelompok teori ini, obatnya adalah bahwa pada waktu krisis terjadi, kita harus meningkatkan konsumsi dengan cara memompa atau menambah daya beli kepada masyarakat, kalau perlu dengan deficit spending. Sasarannya biasanya adalah pembangunan proyek-proyek prasarana oleh pemerintah. Kalau pola krisis dan resesi seperti ini, investasi proyek-proyek besar disyukuri.

Para pencetus atau penganut teori ini dengan nuansa dan variasinya masing-masing adalah Samuelson melalui teori akselerasi dan multiplier. Aftalion dengan memasukkan unsur gestation period. Hicks, Harrod dan Haberler yang melihat mentoknya unsur manusia sebagai faktor produksi, Kaldor dan Kalecki yang melihatnya dari segi psikologis, yaitu faktor kejenuhan manusia, dan Schumpeter yang menjelaskannya dari segi kurangnya inovasi untuk berinvestasi.

KELOMPOK TEORI OVERINVESTMENT

Inti dari teori-teori overinvestment adalah bahwa investasi yang selama gelombang pasang selalu memang lebih besar daripada tabungan, dilakukan dengan menggunakan kredit dari bank yang semakin lama semakin besar. Artinya, selama gelombang pasang, pembentukan modal sendiri atau equity capital tertinggal dibandingkan dengan kesempatan dan gairah investasi. Maka investasi dilakukan dengan kadar kredit dari bank yang semakin lama semakin membengkak. Kesediaan dan kemampuan bank tidak akan berkelanjutan tanpa batas. Pada suatu saat, kredit bank akan berkurang. Dengan demikian investasi akan berkurang, dan krisis dimulai. Pemikiran ini tampak jelas pada Machlup.

Antara lain Witteveen mengatakan bahwa selama kesempatan bisnis atau kesempatan untuk investasi masih ada, walaupun investasi dibiayai oleh kredit bank pada mulanya, peningkatan investasinya sendiri akan mengakibatkan kenaikan pendapatan yang berganda lewat multiplier. Pendapatan yang meningkat akan membentuk pula tabungan yang meningkat, dan tabungan ini akan cukup untuk menutup investasi yang pada mulanya dibiayai dengan kredit bank. Maka selama kita masih belum mentok pada salah satu faktor produksi, investasi bisa dilakukan terus.

Namun kelompok teori overinvestment menekankan bahwa walaupun kredit bank bisa dipakai sebagai pembiayaan investasi, yang nantinya akan ditutup dengan tabungan yang akan dibentuk, pasti akan ada faktor produksi yang menjadi kendala di dalam gelombang pasang. Faktor produksi ini menjadi rerbutan dan harganya akan naik. Maka untuk mempertahankan volume investasi, dibutuhkan lebih banyak lagi modal, karena adanya peningkatan harga pada faktor-faktor produksi yang sudah menjadi langka. Dengan demikian, kebutuhan akan pembiayaan oleh bank akan menjadi membengkak, sehingga akhirnya banknya sendiri akan tersendat dalam kemampuannya. Bilamana sumber pembiayaan bagi investasi ini tersendat, investasinya tentunya akan tersendat pula, dan dengan menurunnya investasi, krisis dimulai. Jadi yang mentok akhirnya toh berpulang pada faktor modal lagi.

Saya sendiri ingin menambahkan bahwa rentabilitas dari seluruh investasi tidak selalu lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank. Bilamana rentabilitas investasi atau Return On Investment (ROI) lebih kecil dari tingkat suku bunga, perusahaan-perusahaan yang memakai banyak kredit akan berguguran dengan kebangkrutan, atau dipaksa menciutkan skala usahanya.

PERBEDAAN DASAR ANTARA KEDUA KELOMPOK TEORI KONJUNGTUR

Sekarang kita telaah lebih dalam, apa sebenarnya yang merupakan inti perbedaan antara kelompok teori underconsumption dan kelompok teori overinvestment? Teori overinvestment melihat bahwa cikal bakal krisis muncul selama gelombang pasang sedang berlangsung, karena kuatnya keinginan untuk investasi, sehingga akhirnya pertumbuhan investasi ini mentok pada pembiayaannya, yang selalu ditutup oleh kredit bank. Kredit bank ini ada batasnya, sehingga pada saat pembiayaan oleh bank tersendat, krisis terjadi. Oleh karena itu, kelompok teori ini berpendapat bahwa usaha menghindarkan diri dari krisis harus dilakukan selama gelombang pasang sedang berjalan. Tidak boleh ditunggu sampai krisis sudah terjadi. Bahkan banyak penganut teori ini mengatakan bahwa apabila krisis sudah terjadi, kita tidak dapat berbuat lain kecuali menyerahkan penyembuhannya pada proses alamiah yang sangat menyakitkan. Artinya, kita tidak dapat berbuat lain kecuali membiarkan resesi ekonomi sampai mencapai titik balik yang terendah, dan proses gelombang pasang dimulai lagi berdasarkan titik keseimbangan baru yang terletak pada tingkat “the lower turning point”.

Pada kelompok teori underconsumption (seperti yang kita lihat tadi), cikal bakalnya krisis adalah pertumbuhan konsumsi yang kurang sepadan dengan pertumbuhan kapasitas produksi dari barang-barang konsumsi ini. Oleh karena itu, penanganan krisis adalah dengan meningkatkan konsumsi setelah krisis terjadi.

Jadi pada teori underconsumption, krisis harus diatasi dengan meningkatkan konsumsi. Pada teori overinvestment, krisis hendaknya diperlunak dengan cara mengurangi konsumsi dan investasi, agar bisa memperbesar tabungan. Tindakannya pun harus cukup dini selama gelombang pasang masih berlangsung. Kalau sudah terlambat, tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali menjalani proses yang sangat menyakitkan.

Contoh bagi kita saat ini antara lain adalah mega proyek dalam bidang properti yang mencapai jumlah puluhan milyar US$. Berapa besar yang sudah dibangun setengah jalan? Kalau diteruskan tidak ada uangnya. Kalau dihentikan akan menjadi besi tua. Inilah antara lain yang saya artikan dengan proses yang menyakitkan.

Kita lihat dengan jelas bahwa terapi yang disajikan oleh teori underconsumption bertolak belakang dengan terapi yang disajikan oleh teori overinvestment. Baik instrumen yang dipakai maupun timing penanganannya. Maka pertanyaan yang paling krusial adalah teori manakah yang pada saat ini kira-kira berlaku bagi Indonesia? Teori underconsumption atau teori overinvestment? Sebelum menelusuri lebih dalam, kita teropong terlebih dahulu hubungan antara kedua kelompok teori ini dengan struktur ekonomi makro kita, karena teori mana yang berlaku bagi sesuatu negara dalam suatu kurun waktu tertentu, sangat banyak ditentukan oleh struktur ekonomi makronya yang berlaku dalam kurun waktu yang bersangkutan.

STRUKTUR DAN KONJUNGTUR

Dalam analisa tulisan ini yang diartikan dengan struktur adalah perbandingan antara modal dan tenaga kerja. Kegiatan ekonomi atau investasi dan produksi tidak lain adalah mengkombinasikan faktor produksi tenaga manusia dan modal untuk mengolah alam menjadi barang-barang konsumsi dan alat-alat produksi. Jarang sekali terjadi bahwa untuk jangka waktu yang cukup lama, jumlah tenaga kerja yang tersedia tepat cukup untuk dikombinasikan dengan jumlah modal yang ada.

Untuk periode yang cukup lama, modal lebih banyak daripada tenaga kerja yang tersedia. Struktur yang demikian kita namakan STRUKTUR LANGKA TENAGA KERJA. Keadaan yang sebaliknya adalah bahwa kita selalu kekurangan modal untuk dapat menciptakan lapangan kerja bagi seluruh angkatan kerja. Struktur ini kita namakan STRUKTUR LANGKA MODAL.

Witteveen berpendapat bahwa dengan struktur langka modal, yang berlaku adalah teori-teori overinvestment. Dalam kurun waktu yang ditandai oleh struktur langka tenaga kerja, yang berlaku adalah teori underconsumption. Tanpa penelahaan lebih dalam, hubungan ini memang logis. Kurang modal berarti faktor ini yang akan mentok terlebih dahulu. Jadi klop dengan overinvestment seperti yang tergambarkan tadi. Kurang tenaga manusia berarti kurang mulut yang berkonsumsi. Jadi klop dengan underconsumption.

Kita melihat bahwa pada teori underconsumption, struktur yang melandasi penyebab krisis adalah tiadanya kesempatan untuk menginvestasikan tabungan, karena faktor tenaga kerja sudah terpakai habis. Dalam struktur yang ditandai oleh langka modal, kita dihadapkan pada kecenderungan yang kuat dan terus menerus untuk melakukan investasi agar bisa memberikan lapangan kerja kepada penduduknya. Kecenderungan yang kuat ini lalu dipaksakan dengan pembiayaan-pembiayaan melalui kredit bank. Seperti telah diuraikan diatas, pembiayaan semacam ini tidak bisa berkelanjutan tanpa batas. Kredit bank akan tersendat, dan biaya-biaya investasi akan meningkat.

APA YANG BERLAKU UNTUK INDONESIA?

Tanpa penelitian lebih lanjut, rasanya bagi Indonesia, seperti halnya dengan negara-negara berkembang lainnya, struktur pada umumnya adalah langka modal. Maka yang berlaku rasanya adalah teori overinvestment.

Berdasarkan teori ini, tidak akan banyak manfaatnya untuk meningkatkan investasi terus dengan memompa atau memperbesar daya beli masyarakat, karena krisis terjadi justru disebabkan oleh overinvestment. Yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sekedar supaya resesi tidak menjadi terlampau parah. Secara mental kita harus sudah siap dengan proses alamiah untuk mencapai keseimbangan baru. Yang dapat dilakukan adalah tight money policy, penjadwalan kembali proyek-proyek besar tanpa pandang bulu milik siapa proyek itu, pengendalian kredit komersial dari luar negeri. Pokoknya mengerem investasi. Dengan mengerem investasi kita memang memasuki resesi yang akan merupakan proses yang menyakitkan, tetapi tidak bisa kita hindarkan. Ini adalah biaya yang dari waktu ke waktu harus kita bayar karena kita ingin memiliki ekonomi yang tidak sentralistik dan tidak otoriter. Maka kita harus menghadapi resesi yang kita masuki sekarang ini dengan tenang dan wajar, karena gelombang ekonominya sedang surut. Kita berkonsolidasi untuk boom yang pasti akan datang setelah kita mencapai the lower turning point .

Yang perlu ditegakkan adalah konsistensi dalam pelaksanaan dan disiplin baja tanpa pilih kasih. Yang perlu dipantau dan diantisipasi adalah perubahan kondisi psikologi massa yang setiap saat mendadak bisa mencapai momentumnya, agar theory of the rational expectation yang negatif tidak terjadi. Pemerintah perlu siap dengan gebrakan-gebrakan psikologis bilamana sewaktu-waktu nanti diperlukan.

Oleh Kwik Kian Gie

KoranInternet.com

Monday, December 8, 2008

10 Website Paling Populer Di Dunia

Metro 10, pukul 22.05WIB, tanggal 8 Desember 2008, Metro TV

10 Website Paling Populer Di Dunia:

1. yahoo.com

2. google.com

3. youtube.com

4. windowslive.com

5. facebook.com

6. msn.com

7. myspace.com

8. wikipedia.org

9. blogger.com

10. yahoo.co.jp

Metro 10 - Metro TV

Reksa Dana Terbatas

Minggu, 7 Desember 2008 | 00:58 WIB

Adler Haymans Manurung praktisi keuangan

Bapepam mengeluarkan Peraturan IV.C.5 pada Februari 2008 mengenai Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas, selanjutnya disebut sebagai Reksa Dana Terbatas (RDT).

Reksa dana ini agak unik dibandingkan dengan reksa dana yang biasanya dan peraturannya telah dikeluarkan sebelum peraturan ini diterbitkan Bapepam. Adapun definisinya, yaitu wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari pemodal profesional yang selanjutnya diinvestasikan manajer investasi pada portofolio efek.

Definisi RDT memberi tiga karakteristik, yaitu pemodal profesional, diinvestasikan pada portofolio efek, dan dikelola manajer investasi. Investor yang berinvestasi pada RDT harus sudah cukup berpengalaman lama dalam bidang investasi, bahkan disebutkan secara jelas profesional. Investor sudah bisa memperkirakan risiko yang akan dihadapi ketika membeli RDT.

Pada awal penawaran, ditetapkan nilai aktiva bersih per unit sebesar Rp 5 miliar untuk RDT yang berdenominasi rupiah dan sebesar 500.000 dollar AS untuk denominasi dollar atau 500.000 euro untuk berdenominasi euro.

Artinya, tiap investor yang ingin berinvestasi pada RDT untuk satu unit bernilai angka yang diuraikan sebelumnya. RDT ini tidak ditujukan kepada investor ritel, tetapi investor dengan kekayaan tinggi (high net worth).

Berdasarkan peraturan Bapepam, sebuah reksa dana harus mempunyai total aktiva bersih minimum Rp 25 miliar selama 30 hari sejak diterbitkan. Artinya, manajer investasi harus sudah menjual reksa dana dengan aset Rp 25 miliar pada hari ke-30. Untuk RDT, bisa dimiliki lima investor dengan masing-masing berinvestasi Rp 5 miliar. Akan tetapi, investor RDT ini juga bisa hanya satu pihak pada awalnya untuk memenuhi Rp 25 miliar. Investor tidak bisa lebih dari 50 investor sehingga bila investor penuh sebanyak 49 pihak dan minimal investasi sebesar Rp 5 miliar, total aset awal minimum sebesar Rp 245 miliar.

Perhitungan nilai aktiva bersih (NAB) dilakukan tiap tiga bulan, berbeda dari reksa dana konvensional yang harus menerbitkan NAB setiap hari.

RDT juga bisa melakukan rapat umum pemegang unit penyertaan (RUPUP), sementara reksa dana lain tidak ada yang mengatur. Namun, NAB tersebut harus diumumkan di media massa seperti reksa dana lain.

Salah satu yang menarik dari peraturan ini adalah pengelola RDT harus bersertifikat Chartered Financial Analyst (CFA) atau wakil manajer investasi yang telah mempunyai pengalaman dalam mengelola portofolio efek paling kurang lima tahun.

Investasi dana

Pertanyaan mendasar, ke mana dana diinvestasikan?

Sesuai dengan definisi, dana diinvestasikan ke dalam portofolio efek. Alokasi ke setiap efek itu tidak diatur oleh peraturan tersebut sehingga manajer investasi mempunyai kebebasan melakukan investasi.

Meski begitu, investor dilarang 1) membeli efek yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri yang informasinya dapat diakses melalui media massa atau fasilitas internet yang tersedia lebih dari 15% dari NAB reksa dana, kecuali efek yang diterbitkan Pemerintah Republik Indonesia, emiten, dan atau perusahaan publik berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasar Modal Indonesia.

2). Pembelian efek yang diterbitkan badan hukum asing yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri lebih dari 5% dari modal disetor perusahaan dimaksud dan lebih dari 10% dari NAB reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas pada setiap saat.

3). Terlibat dalam penjualan efek yang belum dimiliki (short selling).

4). Terlibat dalam pembelian efek secara marjin.

5). Menerbitkan obligasi atau sekuritas kredit.

6). Terlibat dalam berbagai bentuk pinjaman, kecuali pinjaman jangka pendek berkaitan dengan penyelesaian transaksi dan pinjaman tersebut tidak lebih dari 10% dari portofolio reksa dana saat pembelian.

Melihat investasinya yang tidak diatur, risiko investor untuk berinvestasi pada RDT ini sangat tinggi, terkecuali sudah ditentukan lebih awal.

Karena itu, RDT ditujukan untuk proyek khusus yang bisa memberi tingkat pengembalian tinggi dan juga risiko tinggi karena sesuai dengan motto investasi high risk high return. Karena itu, investor RDT harus membaca saksama prospektus RDT dan berdiskusi dengan manajer investasi RDT. Pada sisi lain, investor RDT kelihatannya tidak berubah setiap saat seperti reksa dana lain yang umum beredar di masyarakat.

RDT bisa dimanfaatkan berbagai pihak dalam rangka mengembangkan proyek tertentu, seperti pemerintah daerah yang ingin membangun proyek air minum. Pemda bekerja sama dengan manajer investasi untuk membuat reksa dana di mana perusahaan air minum menerbitkan obligasi yang dibeli reksa dana tersebut. Investor RDT dapat juga pemda atau pemilik dana yang ingin membantu daerahnya atau juga bank dan lembaga asuransi.

Saatnya RDT diterbitkan pihak berkepentingan karena mempunyai tujuan sangat mulia. Pembangunan daerah akan lebih cepat dilakukan bila RDT bisa muncul secepatnya. Mudah-mudahan sangat bermanfaat dan selamat berinvestasi.

Kompas

Kutipan Ceramah Hari Raya Idul Adha tgl. 8 Des 2008 di Lapangan Parkir Pacuan Kuda - Pulomas

"Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Hakim Ibnu Hizam, Nabi Muhammad SAW bersabda: Wahai Hakim! Harta itu mempesona (dan semua orang akan selalu terpesona terhadapnya). Siapa yang mendapatkannya dengan cara dan hati yang baik, ALLAH SWT akan berkahi kekayaannya. Sebaliknya, barang siapa yang mendapatkannya dengan penuh kerakusan, ALLAH SWT tidak akan memberkahinya dan akan menjadikannya selalu berburu kekayaan. Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan bahwa, umat islam akan mengalami kehancuran bila memperebutkan kekayaan dengan cara-cara negatif, tidak sehat dan bersifat menghancurkan".

Komentar: "Apa artinya ini semua, terutama untuk pebisnis muslim, mencapai kekayaan setinggi-tingginya adalah halal tetapi dengan cara yang halal dan benar."

Sunday, December 7, 2008

[Bagian 98 dari 100] New Wave Marketing: Pangea Day: When the World Becomes One

Minggu, 7 Desember 2008 | 07:16 WIB

By sharing stories, we’ve started the process of turning strangers into friends.” Itulah yang dikatakan Jehane Noujaim, seorang sutradara Amerika kelahiran Mesir, yang juga merupakan penggagas Pangea Day.

Apa itu Pangea Day? Pangea Day merupakan acara multimedia yang diselenggarakan di enam kota sekaligus: Kairo, London, Los Angeles, Mumbai, Rio de Janeiro, dan Kigali (ibu kota Rwanda). Selama empat jam pada 10 Mei 2008 lalu, keenam kota tersebut secara simultan menyelenggarakan pemutaran film, pementasan musik, dan menampilkan pidato dari sejumlah tokoh terkemuka.

Hebatnya, keseluruhan program ini disiarkan secara langsung dalam tujuh bahasa kepada jutaan orang lewat media televisi, Internet, dan telepon seluler! Acara ini bertujuan untuk menyatukan jutaan orang di seluruh dunia melalui sebuah pengalaman bersama yang unik. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih baik antara tiap-tiap manusia yang terdiri dari berbagai bangsa, budaya, dan bahasa.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Saturday, December 6, 2008

[Bagian 97 dari 100] New Wave Marketing: The Era of Internet Presidency

Sabtu, 6 Desember 2008 | 16:29 WIB

PEMILIHAN Presiden Amerika Serikat sudah usai. Barack Obama sudah terpilih menjadi Presiden AS periode 2008-2012 dan akan dilantik pada 20 Januari 2009. Ada satu catatan yang menarik bagi saya dari Pilpres Amerika kali ini, yaitu bagaimana pentingnya peranan internet, terutama Web 2.0 dan social networking, sebagai media kampanye. Ini menandai era baru pemanfaatan media dalam sejarah kepresidenan di Amerika.

Dulu, pada masa kepemimpinannya, Franklin D Roosevelt (FDR) memanfaatkan radio untuk menjelaskan kebijakan New Deal-nya kepada warga Amerika. Sepanjang tahun 1933 sampai 1944, pidato radio FDR yang dikenal sebagai fireside chats ini mampu membangkitkan semangat kepada warga Amerika yang sedang dilanda the great depression dan disusul Perang Dunia Kedua.

Belasan tahun kemudian, pada September dan Oktober 1960, John F Kennedy (JFK) dan Richard Nixon melakukan debat kepresidenan untuk pertama kalinya di televisi. Hasilnya? Menurut penonton televisi, JFK yang menang. Namun, menurut pendengar radio, Nixon-lah yang menang atau setidaknya seri.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Friday, December 5, 2008

[Bagian 96 dari 100] New Wave Marketing: "We are the World": by USA for Africa

Jumat, 5 Desember 2008 | 09:24 WIB

There comes a time, when we need a certain call. When the world, must come together as one.” Anda tahu lirik lagu ini? Itulah lirik pembuka dari lagu “We are the World” yang sangat populer pada tahun 1985. Lagu ini dinyanyikan secara keroyokan oleh para musisi ternama dunia, mulai dari Michael Jackson, Bob Dylan, Stevie Wonder, Tina Turner, Bruce Springsteen, Paul Simon, Kenny Rogers, dan masih banyak lagi.

Lagu ini melodinya indah, liriknya juga sederhana dan mudah diingat. Karakter vokal yang unik dari para musisi ternama ini mampu membuat harmonisasi suara yang indah, sehingga masih terngiang-ngiang di telinga kita sampai saat ini walaupun sudah lebih dari 20 tahun.

Proyek yang digarap oleh Quincy Jones ini bertujuan untuk mengumpulkan dana dalam rangka membantu upaya pemberantasan kelaparan di Ethiopia. Pada tahun 1984-1985 itu Ethiopia memang sedang mengalami tragedi kemanusiaan kekurangan pangan akibat musim kering yang berkepanjangan.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Thursday, December 4, 2008

Become A Writer First To Create Your Own Ebook?

Become a writer first to create an ebook ? I don't think so.

Firstly, you must have a passion (desire) with something...secondly focus on your daily routine jobs/activities....thirdly...you want to add something pals!.....please!.....

[Bagian 95 dari 100] New Wave Marketing: IBM Rochester: High-Tech High-Touch Collaboration

Kamis, 4 Desember 2008 | 07:16 WIB

Masih ingat kisah saya soal Mayo Clinic? Nah, kali ini saya mau cerita soal kunjungan saya ke fasilitas IBM di kota yang sama dengan lokasi Mayo Clinic itu, yaitu di Rochester, di negara bagian Minnesota, Amerika. Gedung IBM Rochester ini sendiri oleh karyawan IBM dijuluki sebagai ”Blue Zoo”. Hal ini karena gedungnya dipenuhi panel-panel berwarna biru, sesuai warna korporat IBM.

Di sinilah terdapat fasilitas manufaktur, rekayasa, dan pendidikan dari IBM. Anda tahu sistem komputer AS/400? Nah, di IBM Rochester inilah tempat pembuatannya. Kapasitas produksi di sini memang sangat besar, sehingga kalau dijadikan perusahaan terpisah bisa menjadi produsen komputer terbesar ketiga di dunia!

Saya sangat terkesan dengan persiapan dan layanan yang diberikan. Nama saya sudah dipasang di papan nama di briefing room dan di gedungnya. Juga sudah ada material presentasi yang disiapkan untuk saya.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Wednesday, December 3, 2008

[Bagian 94 dari 100] New Wave Marketing: InnoCentive: Crowdsourcing for Solutions

Rabu, 3 Desember 2008 | 07:18 WIB

ANDA ingin mengembangkan produk baru namun tidak punya biaya untuk melakukan risetnya? Jangan khawatir. Anda bisa meminta bantuan dari para peneliti di seluruh dunia dengan biaya yang relatif terjangkau. Caranya? Daftar saja ke InnoCentive di www.innocentive.com. Di situ Anda bisa mengutarakan permasalahan Anda, ajukan berapa nilai kompensasi yang mau Anda berikan untuk orang yang bisa menyelesaikannya, dan nanti orang akan berduyun-duyun menghubungi Anda dengan tawaran solusi dari mereka.

Ya, InnoCentive yang diluncurkan pada tahun 2002 ini merupakan situs yang menjadi mediator antara pihak-pihak yang menghadapi suatu masalah (disebut “Seekers”) dan orang-orang yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah tersebut (“Solvers”).

Setiap orang, di mana pun ia berada asal punya akses Internet, dapat bergabung ke Innocentive ini, baik sebagai Seekers maupun sebagai Solvers. Organisasi yang tercatat sebagai Seekers berasal dari perusahaan dari berbagai industri, institusi pemerintahan, dan organisasi nirlaba. Di lain pihak, sampai saat ini sudah tercatat ada 160 ribu Solvers dari 175 negara serta berasal dari 60 disiplin industri.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Tuesday, December 2, 2008

[Bagian 93 dari 100] New Wave Marketing: It's not Process anymore, It's Collaboration!

Selasa, 2 Desember 2008 | 07:22 WIB

ELEMEN terakhir dari Value Pemasaran, sekaligus elemen terakhir dari Sembilan Elemen Inti Pemasaran, adalah Proses. Proses adalah value enabler dari suatu perusahaan, karena hanya dengan adanya proses, kedelapan elemen inti pemasaran lainnya akan bisa berjalan dengan efektif dan efisien.

Secara garis besar, sebuah perusahaan melakukan tiga jenis proses dalam aktivitasnya. Yang pertama adalah Routine Delivery Order. Ini merupakan proses yang berlangsung secara rutin untuk menghantarkan produk atau servis kepada pelanggan. Proses ini menjadi tanggung-jawab Operational Managers. Lalu yang kedua adalah Customer Handling, yang merupakan proses yang terkait dengan penanganan layanan atau keluhan pelanggan. Ini merupakan tanggung-jawab Service Manager.

Dan, jenis proses yang ketiga adalah New Product Development. Di sini perusahaan melakukan proses mulai dari tahapan penggagasan (ideation) sampai ke penjualan ke pelanggan (commercialization) sebuah produk atau layanan baru. Yang bertanggung-jawab di sini adalah Brand/Product Manager.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Monday, December 1, 2008

[Bagian 92 dari 100] New Wave Marketing: Mayo Clinic: Dealing with Customer's Life

Senin, 1 Desember 2008 | 06:40 WIB

SEPERTI pernah saya ceritakan sebelumnya, sejak pertengahan Oktober sampai awal November lalu saya pergi ke Amerika. Di situ saya sempat melakukan general check-up di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika, dari tanggal 20 sampai 24 Oktober. Nah, selama di sinilah saya merasa takjub, betapa proses yang ditunjang dengan teknologi dan manusia (process, people, technology/PPT) menjadikan proses tersebut berlangsung horisontal. Tidak lagi terjadi silo-silo alias vertikal.

Ceritanya begini. Ada dokter koordinator yang namanya Salma Iftikhar, M.D. Setelah bertemu saya, ia kemudian memasukkan semua catatan kesehatan saya ke dalam komputer. Terus ia menentukan, tes apa saja yang harus dilakukan. Juga dokter spesialis apa saja yang harus saya temui. Hebatnya, setiap kali ada tes atau konsultasi, hasilnya bisa langsung masuk ke komputer. Sehingga semua dokter—yang merawat saya semuanya ada 5 dokter—bisa langsung melihat datanya. Komentar mereka juga bisa dimasukkan ke komputer.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas