BLOGSPOT atas

Sunday, December 28, 2008

Rencana Anggaran Investasi (RAI)

Minggu, 28 Desember 2008 | 01:07 WIB

Elvyn G Masassya praktisi keuangan

Bagaimana kinerja investasi Anda tahun ini? Sebagian dari Anda yang senang menempatkan uang di pasar modal, tetapi berperilaku takut risiko boleh jadi sedang harap-harap cemas.

Ya, sebab tengah berada dalam posisi unrealized loss alias menanggung potensi kerugian. Kenapa begitu? Karena Anda masih memegang saham-saham yang harganya tidak kunjung naik, sementara waktu beli harganya ada di atas. Saham-saham tersebut masih dipegang karena berharap suatu ketika harganya akan naik lagi.

Keyakinan seperti itu bisa saja menjadi kenyataan. Tetapi, kalau keyakinan tidak dibarengi aksi lain, Anda bisa disebut tidak melakukan upaya meminimalisasi potensi kerugian karena Anda tidak tahu sampai kapan saham yang saat ini Anda pegang harganya akan naik lagi, setidaknya mencapai harga seperti ketika Anda beli.

Soal lain, jika Anda yakin harga saham akan naik lagi, mestinya Anda juga membeli saham-saham tersebut dan juga saham lain yang harganya Anda yakini juga akan naik. Alasannya, jika perkiraan itu benar, Anda bukan saja meminimalisasi potensi kerugian saham Anda, tetapi juga bisa mendulang keuntungan dari saham yang baru Anda beli. Untuk merealisasikan keyakinan seperti itu, ada baiknya Anda merancang apa yang disebut rencana anggaran investasi (RAI).

Sebagaimana lazimnya perusahaan, pasti memiliki rencana perusahaan atau kalau dalam istilah agak ”kuno” disebut RKAP (rencana kegiatan dan anggaran perusahaan). RKAP biasanya membahas kegiatan yang hendak dilakukan dan penyiapan anggarannya, termasuk sumber dan penggunaannya. Dengan pendekatan sama, sebenarnya Anda juga bisa merancang agar kegiatan investasi Anda menjadi lebih terkelola berbasis RAI. Lantas, apa saja isinya?

Menyusun RAI

Pertama, tentu saja Anda mesti rela mengevaluasi kinerja investasi Anda tahun ini. Ingat kembali tujuan keuangan Anda, bagaimana realisasinya. Kalau belum tercapai, apa penyebabnya. Apakah benar karena masalah ekonomi dan keuangan makro yang di luar kontrol Anda atau karena kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan. Ini penting sebab kebanyakan dari kita lebih suka mengambinghitamkan pihak lain jika terjadi kegagalan.

Kondisi ekonomi makro, misalnya, sangat sering menjadi sasaran tumpahan kemarahan: kondisi makro tidak kondusif, tidak bersahabat. Kalaupun memang seperti itu, toh pertanyaannya, apakah kita pernah meramalkan kondisi makroekonomi akan memburuk? Kalau tidak, ya salah sendiri. Kalau ya, kenapa tidak membuat keputusan yang bisa dilaksanakan dalam kondisi makroekonomi memburuk?

Aneh? Tidak juga. Investasi bisa dilakukan kapan saja, dalam keadaan ekonomi baik maupun buruk. Intinya, ketika kita melakukan evaluasi terhadap kinerja investasi pada tahun berjalan, maka jangan lupa melihat bagaimana konsistensi kita ketika membuat putusan investasi dalam keadaan ekonomi seperti apa pun. Termasuk, misalnya, apakah kita pernah serakah atau ketakutan amat sangat.

Makna serakah adalah ketika memegang satu saham dan harganya sudah meningkat, kita masih berharap harganya terus meningkat dan tidak mau menjualnya. Padahal, mungkin sebelumnya Anda cuma berharap memperoleh keuntungan 10-15 persen saja. Yang terjadi malah potensi kerugian karena harga saham kemudian jatuh.

Contoh lain, ketika harga saham sudah turun 10-15 persen, Anda tidak berani melakukan cut loss, tetap berharap esok hari harga akan meningkat. Begitu seterusnya. Padahal, harga saham yang Anda pegang semakin longsor ke bawah.

Konkretnya, sebagian besar kegagalan dalam berinvestasi sebenarnya karena kegagalan dalam membuat keputusan yang konsisten dengan apa yang telah direncanakan dan termuat dalam RAI. Singkatnya, perbaiki dulu perilaku pengambilan keputusan sebelum Anda masuk ke aspek pembuatan rencana kegiatan investasi baru.

Kedua, memasukkan rencana kegiatan investasi berbasis tujuan keuangan. Tujuan keuangan, apa pun itu, sebaiknya jangan terlalu di awang-awang, tetapi juga jangan terlalu rendah. Prinsipnya, menantang, tetapi realistis.

Menantang dalam arti lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya, tetapi masuk akal untuk diraih. Setelah Anda melewati fase ini, tentu saja mesti dibuatkan alokasi investasinya, termasuk ke pasar modal.

Basisnya investasi untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Pengertian menengah dan panjang adalah saham yang Anda beli dimaksudkan untuk dipegang dalam jangka lebih dari setahun dan yang jangka pendek di bawah satu tahun, bisa Anda lepas atau beli lagi dalam kurun waktu tersebut dengan maksud memperoleh keuntungan.

Dalam melaksanakan investasi, Anda tentu mesti memilih saham-saham yang sesuai dengan tujuan investasi. Anda juga tentu pernah mendengar istilah diversifikasi dalam pembuatan portofolio investasi.

Ada baiknya Anda hati-hati memaknai diversifikasi dalam portofolio. Istilah dan strategi ini akan valid jika dipergunakan pada saat ekonomi sedang bertumbuh kembang. Jika ekonomi ternyata kurang bersahabat, mungkin Anda bisa mempertimbangkan strategi fokus, utamanya untuk portofolio investasi jangka pendek.

Artinya, Anda tidak perlu menyebar uang ke berbagai jenis saham, tetapi fokus pada saham-saham yang bisa memberi imbal hasil besar dalam jangka pendek, termasuk saham-saham yang pergerakan harganya cukup besar ketika diperdagangkan. Itulah makna RAI. Selamat mencoba.

Kompas

Sunday, December 21, 2008

Perencanaan dan Evaluasi Investasi

Minggu, 21 Desember 2008 | 01:33 WIB

Adler Haymans Manurung praktisi keuangan

Pada penghujung tahun setiap orang biasanya mengevaluasi kerja yang dilakukan pada tahun bersangkutan untuk melihat apakah hasil yang dicapai sesuai target yang ditentukan pada awal tahun.

Sebaiknya pada akhir tahun investor membuat proyeksi target tahun depan dan sekaligus evaluasi tahun ini. Bila investor mengetahui hasil yang dicapai, kemungkinan rencana tahun depan dapat dibuat.

Bila hasil yang dicapai kurang dari target, investor perlu memikirkan penyebabnya. Sebaliknya, bila target lebih kecil dari hasil yang dicapai, akan muncul pertanyaan apakah bisa lebih besar lagi hasilnya tahun depan.

Hasil yang dicapai dihitung dengan cara harga saat ini ditambah dividen dari distribusi pendapatan dibagi harga sebelumnya dikurangi 100.

Misalnya, investor A mempunyai nilai aset saat ini Rp 950 dan satu tahun lalu ketika mulai diinvestasikan Rp 750 dan selama setahun memperoleh distribusi pendapatan (dividen, bunga dan sewa) Rp 50, maka tingkat pengembalian yang diperoleh (((Rp 950 + Rp 50) : Rp 750) -1)% = 33,33%.

Bila investasi pada properti, maka investor akan memperoleh sewa dan apresiasi harga properti tersebut. Bila membeli properti pada harga Rp 1 miliar lalu saat ini harganya Rp 1,1 miliar dan properti tersebut disewakan Rp 75 juta per tahun, maka hasil investasi adalah (((Rp 1,1 miliar + Rp 75 juta) : Rp 1 miliar) – 1)% = 17,5%.

Bila investasi Rp 1 miliar tersebut pada obligasi dua tahun dengan kupon 12% pada harga 101,4, maka investor akan memperoleh hasil dari kupon obligasi dan apresiasi harga obligasi dengan harga obligasi saat ini 95,3 sebesar (((Rp 0,953 miliar + Rp 0,12 miliar) : Rp 1,014 miliar) – 1)% = 5,82%.

Hasil uraian di atas memperlihatkan, investasi dapat memberi hasil bervariasi, tergantung dari aset yang diinvestasikan.

Sumber hasil

Sumber hasil juga dapat sangat berbeda, dapat juga diuraikan dari berbagai sumber.

Sumber utama terjadi dari hasil pasti, yaitu distribusi pendapatan, bunga (kupon), dan sewa. Sisanya merupakan selisih harga dari aset yang diinvestasikan.

Selisih harga ini dapat juga diuraikan dari berbagai sumber, misalnya dikarenakan kebijakan pemerintah yang menaikkan/menurunkan tingkat bunga.

Kebijakan tingkat bunga merupakan faktor eksternal, termasuk juga inflasi dan nilai kurs di mana semua nilainya tidak bisa dikendalikan. Tetapi, selisih harga tersebut juga bisa disebabkan keahlian investor memilih aset sebagai investasi dan tentu saja pengelolaan aset tersebut sehingga investor dapat memperoleh selisih harga yang baik.

Bila investor menggunakan keahlian pihak lain yang mempunyai izin untuk pengelolaan investasi, investor dapat meminta pihak lain tersebut menjelaskan kelebihan/kekurangan hasil yang dicapai dibandingkan dengan target yang disepakati.

Target investasi

Target investasi tahun mendatang bisa menggunakan hasil yang dicapai tahun sebelumnya, tetapi tidak seluruhnya karena hasil masa lalu bukan mencerminkan hasil yang akan dicapai masa depan.

Untuk menentukan target masa depan, investor harus memerhatikan situasi yang akan terjadi. Salah satu indikatornya adalah perkiraan tingkat pertumbuhan ekonomi masa mendatang.

Biasanya, pemerintah mengeluarkan angka perekonomian tahun mendatang, terutama menyangkut indikator makro, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga, inflasi, dan nilai kurs.

Investor juga bisa menggunakan angka yang dikeluarkan lembaga yang lain, seperti lembaga riset dan lembaga internasional yang sering memerhatikan negara ini.

Untuk kasus Indonesia, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan 5,3%-6% walaupun Bank Dunia memperkirakan jauh lebih kecil, yaitu 4,4%.

Tingkat bunga SBI untuk tiga bulan diperkirakan 8%, inflasi 6,2%, dan nilai kurs Rp 9.150 per dollar. Angka asumsi ini dapat dipergunakan untuk merencanakan target investasi tahun mendatang. Artinya, investor akan memperoleh hasil yang bebas risiko sekitar 8% karena SBI 8% sehingga tingkat bunga kemungkinan akan turun tahun mendatang.

Karena itu, target investasi investor harus lebih tinggi dari angka tersebut sebab investor berinvestasi pada sektor lain yang berisiko. Investor juga harus memerhatikan karakteristik industri yang diinvestasikan sehingga tingkat pengembalian yang diinginkan berada di atas risiko yang dapat ditolerir.

Bila investor berinvestasi pada deposito, investor dapat memilih investasi yang jatuh setiap bulan kemudian di-roll-over setiap bulan atau langsung berinvestasi satu tahun.

Untuk satu bulan kemungkinan masih dapat bunga 13% untuk bulan pertama dan kemudian turun lagi pada bulan kedua. Bila investasi langsung satu tahun dengan hasil 11%, maka akan lebih baik memilih pilihan pertama, yaitu investasi satu bulan yang kemudian diperpanjang (roll-over) setiap bulannya.

Jika berinvestasi pada obligasi perusahaan swasta, patokannya adalah tingkat pengembalian dari obligasi pemerintah. Saat ini obligasi pemerintah besarnya 10%-15% sehingga tingkat pengembalian harus lebih besar dari angka tersebut. Demikian pula investasi pada saham, hasil yang diinginkan (target) harus lebih tinggi karena risikonya lebih tinggi dari deposito. Selamat berinvestasi.

Kompas

Sunday, December 14, 2008

Keterbatasan Penghasilan

Minggu, 14 Desember 2008 | 01:17 WIB

Elvyn G Masassya praktisi keuangan

Penghasilan terbatas, sementara kebutuhan pengeluaran tidak terbatas. Hal semacam itu memang bukan hal baru, tetapi masih saja terus terjadi. Karena itu, ulasan mengenai hal tersebut tetap saja aktual.

Mari kita cermati dulu filosofinya. Apakah benar penghasilan terbatas dan kebutuhan akan pengeluaran tidak terbatas. Jawabannya adalah tidak benar.

Tentang penghasilan, misalnya, jika Anda bekerja pada suatu perusahaan, maka Anda akan menerima antara lain gaji dan bonus. Anda menyebutnya sebagai terbatas karena penerimaan tersebut bersifat tetap. Benarkah demikian? Tidak juga. Anda sebenarnya masih memiliki peluang memperoleh penghasilan lain, di antaranya melalui investasi.

Ketika Anda mau menyisihkan sebagian penghasilan tetap itu untuk berinvestasi, maka hasil investasi Anda bisa tidak terbatas. Jangan pernah bilang tidak ada dana tersisa untuk investasi. Berapa pun kecil dana yang Anda sisihkan, suatu ketika dana itu akan beranak pinak. Itulah investasi.

Namun, bagaimana jika Anda bukan karyawan, tetapi bekerja untuk diri sendiri? Benar, penghasilan Anda tidak tetap, bisa besar bisa kecil. Tetapi, coba pikir, kenapa bisa besar dan bisa kecil? Jika Anda mampu mendapatkan order atau pembeli dari produk/jasa yang Anda jual dalam jumlah besar, maka penghasilan Anda juga bisa sangat besar dan tidak terbatas. Dari penghasilan tersebut, sebagian bisa diinvestasikan. Konkretnya, penghasilan yang Anda sebut sebagai terbatas, sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah masih belum optimalnya kemampuan yang dikerahkan untuk memperoleh penghasilan tidak terbatas.

Pengeluaran

Berikutnya aspek pengeluaran. Sudah menjadi rahasia umum banyak keluarga setiap bulan mengeluh karena penghasilan tidak cukup untuk membiayai ini-itu. Intinya, banyak sekali keinginan yang tidak terpenuhi karena (anggapan) minimnya penghasilan.

Pertanyaannya, apakah jika keinginan itu tidak terpenuhi, lantas hidup selesai? Keluhan selalu ada, tetapi ketika keinginan tidak terpenuhi toh juga tidak apa-apa. Anda ingin memiliki telepon seluler paling mutakhir, tetapi tidak terbeli, lalu kenapa? Telepon seluler yang sekarang dipakai toh masih berfungsi. Itu contoh betapa keinginan itu sebenarnya tidak terbatas, tetapi kebutuhan ada batasnya.

Anda bisa memiliki 10 telepon genggam, tetapi fungsinya tetap sama. Gengsinya saja yang mungkin berbeda. Dalam jagat keuangan, ihwal gengsi tidak bisa dianggap sebagai kebutuhan. Itu hanya keinginan yang jika tidak terpenuhi sama sekali tidak berdampak apa-apa, kecuali dampak perasaan belaka.

Konsep penghasilan dan pengeluaran di atas sebenarnya sangat mendasar dan semua orang juga tahu, tetapi kenapa mengimplementasikannya terasa sangat sulit?

Masalahnya bukan lagi di tataran pengaturan keuangan, melainkan pengaturan diri sendiri. Soalnya adalah bagaimana mengalahkan nafsu diri. Itu fondasinya. Lantas, bagaimana dengan jurus keuangan mengatasi keterbatasan penghasilan dan besarnya pengeluaran?

Pertama, telaah dulu aspek yang dapat dikendalikan, yakni pengeluaran. Hakikatnya, berapa pun kecilnya penghasilan akan mencukupi untuk membiayai pengeluaran karena di dunia ini pengeluaran lebih bersifat pilihan. Anda bisa sarapan pagi di hotel mewah dengan biaya Rp 500.000, tetapi juga bisa hanya dengan sepotong roti yang harganya Rp 5.000.

Dalam realitasnya, yang lebih sulit dikontrol adalah pengeluaran untuk hal bersifat sekunder dan tersier. Oleh karena itu, perlu didefinisikan kembali apa saja yang tergolong kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, dengan menggunakan logika kebutuhan manusia secara umum.

Ini penting dipahami, sebab ada kalangan tertentu yang misalnya, beranggapan pergi ke kelab malam merupakan kebutuhan utama, sementara sandang dan pangan menjadi kebutuhan nomor sekian. Jika ini yang menjadi ”mazhab” tentu saja tidak ada konsep keuangan yang bisa dijadikan solusi. Makhluk seperti itu tergolong tidak biasa, maka solusi permasalahan keuangannya juga mesti khusus; tidak berlaku bagi orang kebanyakan. Dus, tidak perlu kita bahas di sini.

Kedua, jangan pernah berutang untuk memenuhi kebutuhan bukan primer. Kalau tidak mampu lagi memberi makan keluarga, dalam keadaan darurat Anda boleh saja berutang, kepada siapa saja. Tetapi, kalau gara-gara Anda ingin membeli telepon seluler model terbaru, atau ingin jalan-jalan ke Karibia, atau sekadar memiliki barang konsumtif yang sebenarnya tanpa itu Anda tidak apa-apa, maka Anda telah menggadaikan masa depan keuangan Anda.

Kok begitu? Ya, karena Anda telah mengalokasikan pendapatan masa datang Anda untuk hal yang tidak utama. Dijamin Anda akan terjerembab dalam ”kuburan” utang karena penghasilan Anda tidak mencukupi lagi, bahkan untuk membiayai kebutuhan primer. Kecuali, Anda bermaksud ngemplang kepada pemberi utang. Itu soal lain. Itu artinya, Anda memang rela menggadaikan harga diri Anda hanya karena barang konsumtif.

Ringkasnya, kebutuhan manusia pada dasarnya terbatas. Yang tidak terbatas adalah keinginan. Oleh karena itu, mengelola penghasilan agar cukup untuk membiayai pengeluaran, hakikatnya adalah mengelola keinginan dan meningkatkan kontrol diri. Selamat mencoba.

Kompas

Wednesday, December 10, 2008

[Bagian 100 dari 100] Welcome to the New Wave Marketing!

Rabu, 10 Desember 2008 | 08:20 WIB

PEMBACA KOMPAS.com sekalian, inilah tulisan keseratus atau tulisan terakhir saya di rubrik New Wave Marketing ini. Selama 100 hari berturut-turut sejak hari Sabtu tanggal 30 Agustus 2008 saya telah mengajak Anda semua untuk sama-sama berpetualang ke era baru pemasaran ini.

Saya memang melihat bahwa perkembangan Internet dengan Web 2.0 dan Social Networking-nya serta perkembangan mobile technology bukan hanya akan mengubah lanskap dunia bisnis dan pemasaran, namun juga akan mengubah perilaku masyarakat secara keseluruhan. Jangan salah, walaupun hampir semua contoh yang saya berikan berasal dari luar Indonesia, namun praktik New Wave Marketing ini bukan hanya terjadi di negara-negara maju. Dengan kemajuan teknologi, apa-apa yang terjadi di negara-negara tersebut bisa dengan cepat masuk ke Indonesia.

bersambung...

---------------------------------------
Bahasan lengkap artikel ini sudah diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul "New Wave Marketing, The World Is Still Round, The Market is Already Flat."

Hermawan Kartajaya

Kompas

Tuesday, December 9, 2008

[Bagian 99 dari 100] New Wave Marketing: Humanizing Human Being

Selasa, 9 Desember 2008 | 07:28 WIB

ADA yang bertanya kepada saya, darimana datangnya semua gagasan tentang New Wave Marketing (NWM) ini? Jawabannya sederhana saja. Semua ide ini berasal dari pengamatan saya terhadap praktik yang terjadi di lapangan. Saya pun sering berdiskusi dengan banyak orang—termasuk dengan tim saya di MarkPlus, Inc—sehingga konsep ini bisa semakin tajam.

Dan tentu yang terpenting adalah praktiknya secara langsung. Saya selalu bilang, practice what you preach, praktikkan apa yang kita ucapkan. Karena itulah, baik secara individu maupun secara korporat, saya juga telah mempraktikkan konsep NWM ini. Lewat Facebook misalnya, saya bisa mendapatkan banyak relasi yang sebagian berujung kepada relasi bisnis. Saya juga mendapatkan banyak masukan lewat e-mail sehingga bisa semakin memperkaya dan memperluas pengetahuan saya tentang praktik NWM.

bersambung...


Hermawan Kartajaya

Kompas

Krisis Keuangan Global (Artikel 2)

Selasa, 02 Desember 08

Kondisi Ekonomi kita dan Gelombang Pasang Surutnya

Dalam sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia, kita selalu mengalami gelombang pasang surutnya pertumbuhan ekonomi beserta indikator-indikatornya seperti kesempatan kerja, investasi, tabungan, tingkat suku bunga, besarnya anggaran negara.

Ekonomi tidak bisa tumbuh terus tanpa batas. Kehidupannya selalu ditandai oleh fluktuasi dengan periode meningkatnya kegiatan ekonomi, disusul dengan titik puncak yang sekaligus merupakan titik balik (the upper turning point). Terjadi krisis, yang disusul dengan periode menurunnya kegiatan ekonomi, atau baisse, sampai tingkat pertumbuhan dan besaran-besaran makro ekonomi lainnya mencapai titik paling rendah. Terjadilah titik balik terendah (the lower turning point), disusul dengan periode kenaikan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, atau economic boom, atau hausse lagi. Gejala pasang surutnya kegiatan ekonomi secara periodik di dalam teori ekonomi disebut business cycle atau conjunctuur.

Jadi kalau ekonomi suatu negara pada saat tertentu tiba pada titik tertinggi, yang lalu mentok dan terjadi krisis, yang disusul dengan memasuki resesi, hal itu sangat wajar. Ekonomi akan merosot terus, dan pada waktunya nanti akan dicapai titik terrendah. Bertolak dari sini, gelombangnya meningkat lagi.

Sangat jelas bahwa ekonomi kita memasuki resesi. Titik baliknya berupa krisis keuangan di Amerika Serikat dengan dampak yang telah saya kemukakan dalam artikel pertama, yaitu ekspor ke AS, Eropa dan Jepang tersendat. Modal yang tertanam dalam saham-saham di Indonesia dijual karena sedang sangat diperlukan untuk negerinya sendiri. Dampaknya IHSG anjlok. Hasil rupiahnya dibelikan dollar, nilai tukar rupiah anjlok. Dampak psikologisnya semuanya mengerem pembelian, permintaan menurun, produksi dikurangi, PHK meningkat, daya beli menurun, permintaan menurun, omset menurun, investasi dikurangi lagi dan seterusnya terjadi spiral ke bawah atau downward spiraling yang sangat kita kenali dalam resesi-resesi, apalagi depresi yang lalu.

Apakah pemerintah sebagai pengelola ekonomi negara tidak bisa berbuat apa-apa kecuali membiarkan ekonomi bergelombang naik turun atas dasar mekanisme pasar? Jawabnya jelas bisa, dan bahkan harus. Kita mengenalnya dengan sebutan kebijaksanaan yang "antisiklis". Tetapi tipologi dari krisisnya itu sendiri yang merupakan the upper turning point sangat bervariasi. Tipe titik balik tertinggi atau krisis mewarnai resesi yang dimasukinya. Pengenalannya sangat penting untuk mengetahui, apakah kita memang mempunyai instrumen-instrumennya untuk membendung arus yang tidak kita kehendaki, ataukah kita dihadapkan pada keterbatasan yang membuat semua upaya dan usaha sia-sia?

Mari kita telusuri permasalahannya.

ANALISA TIPE KRISIS DAN RESESI

Dalam tulisan ini saya mencoba mendekati resesi yang kita masuki dari segi teori dan pola business cycle. Pertama-tama ingin saya kemukakan berbagai macam teori dan pola yang ada. Lalu kita coba menempatkan tipe resesi ekonomi yang kita alami dewasa ini termasuk kedalam teori atau pola yang mana. Berdasarkan pengenalan dan analisa mengenai teori dan pola yang kira-kira berlaku untuk Indonesia, kita bisa mencoba mendeteksi, terapi apa yang sebaiknya kita terapkan.

Semua teori sepakat mengenai gambaran dari periode meningkatnya kegiatan ekonomi, hausse, atau gelombang pasang, dan menurunnya kegiatan ekonomi, baisse atau gelombang surut. Dalam periode gelombang pasang, investasi selalu lebih besar daripada tabungan yang dapat dibentuk oleh pendapatan nasional. Kekurangannya selalu dibiayai oleh penciptaan uang, antara lain melalui kredit bank. Dalam periode gelombang surut, tabungan yang terbentuk dari pendapatan nasional selalu lebih besar daripada investasi. Dalam periode ini terjadi pemusnahan uang, antara lain dengan membayar kembali kredit bank. Selisih antara investasi dan tabungan justru merupakan saluran bagi mengembang dan menciutnya arus uang, yang dalam hal ini sama dengan mengembang dan menciutnya permintaan akan barang dan jasa.

Dalam menjelaskan mengenai mengapa krisis terjadi yang merupakan titik balik dari gelombang pasang menjadi gelombang surut, teori-teori business cycle dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yang masing-masing dapat disebut sebagai kelompok dari teori-teori overinvestment dan kelompok dari teori-teori underconsumption.

KELOMPOK TEORI UNDERCONSUMPTION

Menurut kelompok teori-teori ini, cikal bakal dari krisis adalah kenaikan dari permintaan untuk barang-barang konsumsi yang tidak setimpal dengan kenaikan kapasitas produksi dari barang-barang konsumsi tersebut. Permintaan masih meningkat, tetapi naiknya tidak setimpal dengan membesarnya kapasitas produksinya. Karena permintaan tidak dapat menyerap volume produksi, tidak ada gunanya memperluas kapasitas lebih lanjut. Gairah untuk investasi berkurang. Di sini awal kirsis, karena dengan berkurangnya gairah investasi, investasi menurun, yang mengakibatkan pendapatan menurun, dengan akibat konsumsi menurun. Konsumsi menurun berarti permintaan terhadap barang-barang konsumsi menurun, sehingga gairah terhadap investasi tambah menurun lagi dan seterusnya. Terjadilah spiral ke arah menurunnya seluruh kegiatan ekonomi dan menurunnya indikator-indikator makro ekonomi. Menurut teori ini, sebab utama adalah konsumsi yang tidak bisa membengkak terus sesuai dengan pembengkakan kapasitas produksinya. Maka menurut kelompok teori ini, obatnya adalah bahwa pada waktu krisis terjadi, kita harus meningkatkan konsumsi dengan cara memompa atau menambah daya beli kepada masyarakat, kalau perlu dengan deficit spending. Sasarannya biasanya adalah pembangunan proyek-proyek prasarana oleh pemerintah. Kalau pola krisis dan resesi seperti ini, investasi proyek-proyek besar disyukuri.

Para pencetus atau penganut teori ini dengan nuansa dan variasinya masing-masing adalah Samuelson melalui teori akselerasi dan multiplier. Aftalion dengan memasukkan unsur gestation period. Hicks, Harrod dan Haberler yang melihat mentoknya unsur manusia sebagai faktor produksi, Kaldor dan Kalecki yang melihatnya dari segi psikologis, yaitu faktor kejenuhan manusia, dan Schumpeter yang menjelaskannya dari segi kurangnya inovasi untuk berinvestasi.

KELOMPOK TEORI OVERINVESTMENT

Inti dari teori-teori overinvestment adalah bahwa investasi yang selama gelombang pasang selalu memang lebih besar daripada tabungan, dilakukan dengan menggunakan kredit dari bank yang semakin lama semakin besar. Artinya, selama gelombang pasang, pembentukan modal sendiri atau equity capital tertinggal dibandingkan dengan kesempatan dan gairah investasi. Maka investasi dilakukan dengan kadar kredit dari bank yang semakin lama semakin membengkak. Kesediaan dan kemampuan bank tidak akan berkelanjutan tanpa batas. Pada suatu saat, kredit bank akan berkurang. Dengan demikian investasi akan berkurang, dan krisis dimulai. Pemikiran ini tampak jelas pada Machlup.

Antara lain Witteveen mengatakan bahwa selama kesempatan bisnis atau kesempatan untuk investasi masih ada, walaupun investasi dibiayai oleh kredit bank pada mulanya, peningkatan investasinya sendiri akan mengakibatkan kenaikan pendapatan yang berganda lewat multiplier. Pendapatan yang meningkat akan membentuk pula tabungan yang meningkat, dan tabungan ini akan cukup untuk menutup investasi yang pada mulanya dibiayai dengan kredit bank. Maka selama kita masih belum mentok pada salah satu faktor produksi, investasi bisa dilakukan terus.

Namun kelompok teori overinvestment menekankan bahwa walaupun kredit bank bisa dipakai sebagai pembiayaan investasi, yang nantinya akan ditutup dengan tabungan yang akan dibentuk, pasti akan ada faktor produksi yang menjadi kendala di dalam gelombang pasang. Faktor produksi ini menjadi rerbutan dan harganya akan naik. Maka untuk mempertahankan volume investasi, dibutuhkan lebih banyak lagi modal, karena adanya peningkatan harga pada faktor-faktor produksi yang sudah menjadi langka. Dengan demikian, kebutuhan akan pembiayaan oleh bank akan menjadi membengkak, sehingga akhirnya banknya sendiri akan tersendat dalam kemampuannya. Bilamana sumber pembiayaan bagi investasi ini tersendat, investasinya tentunya akan tersendat pula, dan dengan menurunnya investasi, krisis dimulai. Jadi yang mentok akhirnya toh berpulang pada faktor modal lagi.

Saya sendiri ingin menambahkan bahwa rentabilitas dari seluruh investasi tidak selalu lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank. Bilamana rentabilitas investasi atau Return On Investment (ROI) lebih kecil dari tingkat suku bunga, perusahaan-perusahaan yang memakai banyak kredit akan berguguran dengan kebangkrutan, atau dipaksa menciutkan skala usahanya.

PERBEDAAN DASAR ANTARA KEDUA KELOMPOK TEORI KONJUNGTUR

Sekarang kita telaah lebih dalam, apa sebenarnya yang merupakan inti perbedaan antara kelompok teori underconsumption dan kelompok teori overinvestment? Teori overinvestment melihat bahwa cikal bakal krisis muncul selama gelombang pasang sedang berlangsung, karena kuatnya keinginan untuk investasi, sehingga akhirnya pertumbuhan investasi ini mentok pada pembiayaannya, yang selalu ditutup oleh kredit bank. Kredit bank ini ada batasnya, sehingga pada saat pembiayaan oleh bank tersendat, krisis terjadi. Oleh karena itu, kelompok teori ini berpendapat bahwa usaha menghindarkan diri dari krisis harus dilakukan selama gelombang pasang sedang berjalan. Tidak boleh ditunggu sampai krisis sudah terjadi. Bahkan banyak penganut teori ini mengatakan bahwa apabila krisis sudah terjadi, kita tidak dapat berbuat lain kecuali menyerahkan penyembuhannya pada proses alamiah yang sangat menyakitkan. Artinya, kita tidak dapat berbuat lain kecuali membiarkan resesi ekonomi sampai mencapai titik balik yang terendah, dan proses gelombang pasang dimulai lagi berdasarkan titik keseimbangan baru yang terletak pada tingkat “the lower turning point”.

Pada kelompok teori underconsumption (seperti yang kita lihat tadi), cikal bakalnya krisis adalah pertumbuhan konsumsi yang kurang sepadan dengan pertumbuhan kapasitas produksi dari barang-barang konsumsi ini. Oleh karena itu, penanganan krisis adalah dengan meningkatkan konsumsi setelah krisis terjadi.

Jadi pada teori underconsumption, krisis harus diatasi dengan meningkatkan konsumsi. Pada teori overinvestment, krisis hendaknya diperlunak dengan cara mengurangi konsumsi dan investasi, agar bisa memperbesar tabungan. Tindakannya pun harus cukup dini selama gelombang pasang masih berlangsung. Kalau sudah terlambat, tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali menjalani proses yang sangat menyakitkan.

Contoh bagi kita saat ini antara lain adalah mega proyek dalam bidang properti yang mencapai jumlah puluhan milyar US$. Berapa besar yang sudah dibangun setengah jalan? Kalau diteruskan tidak ada uangnya. Kalau dihentikan akan menjadi besi tua. Inilah antara lain yang saya artikan dengan proses yang menyakitkan.

Kita lihat dengan jelas bahwa terapi yang disajikan oleh teori underconsumption bertolak belakang dengan terapi yang disajikan oleh teori overinvestment. Baik instrumen yang dipakai maupun timing penanganannya. Maka pertanyaan yang paling krusial adalah teori manakah yang pada saat ini kira-kira berlaku bagi Indonesia? Teori underconsumption atau teori overinvestment? Sebelum menelusuri lebih dalam, kita teropong terlebih dahulu hubungan antara kedua kelompok teori ini dengan struktur ekonomi makro kita, karena teori mana yang berlaku bagi sesuatu negara dalam suatu kurun waktu tertentu, sangat banyak ditentukan oleh struktur ekonomi makronya yang berlaku dalam kurun waktu yang bersangkutan.

STRUKTUR DAN KONJUNGTUR

Dalam analisa tulisan ini yang diartikan dengan struktur adalah perbandingan antara modal dan tenaga kerja. Kegiatan ekonomi atau investasi dan produksi tidak lain adalah mengkombinasikan faktor produksi tenaga manusia dan modal untuk mengolah alam menjadi barang-barang konsumsi dan alat-alat produksi. Jarang sekali terjadi bahwa untuk jangka waktu yang cukup lama, jumlah tenaga kerja yang tersedia tepat cukup untuk dikombinasikan dengan jumlah modal yang ada.

Untuk periode yang cukup lama, modal lebih banyak daripada tenaga kerja yang tersedia. Struktur yang demikian kita namakan STRUKTUR LANGKA TENAGA KERJA. Keadaan yang sebaliknya adalah bahwa kita selalu kekurangan modal untuk dapat menciptakan lapangan kerja bagi seluruh angkatan kerja. Struktur ini kita namakan STRUKTUR LANGKA MODAL.

Witteveen berpendapat bahwa dengan struktur langka modal, yang berlaku adalah teori-teori overinvestment. Dalam kurun waktu yang ditandai oleh struktur langka tenaga kerja, yang berlaku adalah teori underconsumption. Tanpa penelahaan lebih dalam, hubungan ini memang logis. Kurang modal berarti faktor ini yang akan mentok terlebih dahulu. Jadi klop dengan overinvestment seperti yang tergambarkan tadi. Kurang tenaga manusia berarti kurang mulut yang berkonsumsi. Jadi klop dengan underconsumption.

Kita melihat bahwa pada teori underconsumption, struktur yang melandasi penyebab krisis adalah tiadanya kesempatan untuk menginvestasikan tabungan, karena faktor tenaga kerja sudah terpakai habis. Dalam struktur yang ditandai oleh langka modal, kita dihadapkan pada kecenderungan yang kuat dan terus menerus untuk melakukan investasi agar bisa memberikan lapangan kerja kepada penduduknya. Kecenderungan yang kuat ini lalu dipaksakan dengan pembiayaan-pembiayaan melalui kredit bank. Seperti telah diuraikan diatas, pembiayaan semacam ini tidak bisa berkelanjutan tanpa batas. Kredit bank akan tersendat, dan biaya-biaya investasi akan meningkat.

APA YANG BERLAKU UNTUK INDONESIA?

Tanpa penelitian lebih lanjut, rasanya bagi Indonesia, seperti halnya dengan negara-negara berkembang lainnya, struktur pada umumnya adalah langka modal. Maka yang berlaku rasanya adalah teori overinvestment.

Berdasarkan teori ini, tidak akan banyak manfaatnya untuk meningkatkan investasi terus dengan memompa atau memperbesar daya beli masyarakat, karena krisis terjadi justru disebabkan oleh overinvestment. Yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sekedar supaya resesi tidak menjadi terlampau parah. Secara mental kita harus sudah siap dengan proses alamiah untuk mencapai keseimbangan baru. Yang dapat dilakukan adalah tight money policy, penjadwalan kembali proyek-proyek besar tanpa pandang bulu milik siapa proyek itu, pengendalian kredit komersial dari luar negeri. Pokoknya mengerem investasi. Dengan mengerem investasi kita memang memasuki resesi yang akan merupakan proses yang menyakitkan, tetapi tidak bisa kita hindarkan. Ini adalah biaya yang dari waktu ke waktu harus kita bayar karena kita ingin memiliki ekonomi yang tidak sentralistik dan tidak otoriter. Maka kita harus menghadapi resesi yang kita masuki sekarang ini dengan tenang dan wajar, karena gelombang ekonominya sedang surut. Kita berkonsolidasi untuk boom yang pasti akan datang setelah kita mencapai the lower turning point .

Yang perlu ditegakkan adalah konsistensi dalam pelaksanaan dan disiplin baja tanpa pilih kasih. Yang perlu dipantau dan diantisipasi adalah perubahan kondisi psikologi massa yang setiap saat mendadak bisa mencapai momentumnya, agar theory of the rational expectation yang negatif tidak terjadi. Pemerintah perlu siap dengan gebrakan-gebrakan psikologis bilamana sewaktu-waktu nanti diperlukan.

Oleh Kwik Kian Gie

KoranInternet.com

Monday, December 8, 2008

10 Website Paling Populer Di Dunia

Metro 10, pukul 22.05WIB, tanggal 8 Desember 2008, Metro TV

10 Website Paling Populer Di Dunia:

1. yahoo.com

2. google.com

3. youtube.com

4. windowslive.com

5. facebook.com

6. msn.com

7. myspace.com

8. wikipedia.org

9. blogger.com

10. yahoo.co.jp

Metro 10 - Metro TV

Reksa Dana Terbatas

Minggu, 7 Desember 2008 | 00:58 WIB

Adler Haymans Manurung praktisi keuangan

Bapepam mengeluarkan Peraturan IV.C.5 pada Februari 2008 mengenai Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas, selanjutnya disebut sebagai Reksa Dana Terbatas (RDT).

Reksa dana ini agak unik dibandingkan dengan reksa dana yang biasanya dan peraturannya telah dikeluarkan sebelum peraturan ini diterbitkan Bapepam. Adapun definisinya, yaitu wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari pemodal profesional yang selanjutnya diinvestasikan manajer investasi pada portofolio efek.

Definisi RDT memberi tiga karakteristik, yaitu pemodal profesional, diinvestasikan pada portofolio efek, dan dikelola manajer investasi. Investor yang berinvestasi pada RDT harus sudah cukup berpengalaman lama dalam bidang investasi, bahkan disebutkan secara jelas profesional. Investor sudah bisa memperkirakan risiko yang akan dihadapi ketika membeli RDT.

Pada awal penawaran, ditetapkan nilai aktiva bersih per unit sebesar Rp 5 miliar untuk RDT yang berdenominasi rupiah dan sebesar 500.000 dollar AS untuk denominasi dollar atau 500.000 euro untuk berdenominasi euro.

Artinya, tiap investor yang ingin berinvestasi pada RDT untuk satu unit bernilai angka yang diuraikan sebelumnya. RDT ini tidak ditujukan kepada investor ritel, tetapi investor dengan kekayaan tinggi (high net worth).

Berdasarkan peraturan Bapepam, sebuah reksa dana harus mempunyai total aktiva bersih minimum Rp 25 miliar selama 30 hari sejak diterbitkan. Artinya, manajer investasi harus sudah menjual reksa dana dengan aset Rp 25 miliar pada hari ke-30. Untuk RDT, bisa dimiliki lima investor dengan masing-masing berinvestasi Rp 5 miliar. Akan tetapi, investor RDT ini juga bisa hanya satu pihak pada awalnya untuk memenuhi Rp 25 miliar. Investor tidak bisa lebih dari 50 investor sehingga bila investor penuh sebanyak 49 pihak dan minimal investasi sebesar Rp 5 miliar, total aset awal minimum sebesar Rp 245 miliar.

Perhitungan nilai aktiva bersih (NAB) dilakukan tiap tiga bulan, berbeda dari reksa dana konvensional yang harus menerbitkan NAB setiap hari.

RDT juga bisa melakukan rapat umum pemegang unit penyertaan (RUPUP), sementara reksa dana lain tidak ada yang mengatur. Namun, NAB tersebut harus diumumkan di media massa seperti reksa dana lain.

Salah satu yang menarik dari peraturan ini adalah pengelola RDT harus bersertifikat Chartered Financial Analyst (CFA) atau wakil manajer investasi yang telah mempunyai pengalaman dalam mengelola portofolio efek paling kurang lima tahun.

Investasi dana

Pertanyaan mendasar, ke mana dana diinvestasikan?

Sesuai dengan definisi, dana diinvestasikan ke dalam portofolio efek. Alokasi ke setiap efek itu tidak diatur oleh peraturan tersebut sehingga manajer investasi mempunyai kebebasan melakukan investasi.

Meski begitu, investor dilarang 1) membeli efek yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri yang informasinya dapat diakses melalui media massa atau fasilitas internet yang tersedia lebih dari 15% dari NAB reksa dana, kecuali efek yang diterbitkan Pemerintah Republik Indonesia, emiten, dan atau perusahaan publik berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasar Modal Indonesia.

2). Pembelian efek yang diterbitkan badan hukum asing yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri lebih dari 5% dari modal disetor perusahaan dimaksud dan lebih dari 10% dari NAB reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas pada setiap saat.

3). Terlibat dalam penjualan efek yang belum dimiliki (short selling).

4). Terlibat dalam pembelian efek secara marjin.

5). Menerbitkan obligasi atau sekuritas kredit.

6). Terlibat dalam berbagai bentuk pinjaman, kecuali pinjaman jangka pendek berkaitan dengan penyelesaian transaksi dan pinjaman tersebut tidak lebih dari 10% dari portofolio reksa dana saat pembelian.

Melihat investasinya yang tidak diatur, risiko investor untuk berinvestasi pada RDT ini sangat tinggi, terkecuali sudah ditentukan lebih awal.

Karena itu, RDT ditujukan untuk proyek khusus yang bisa memberi tingkat pengembalian tinggi dan juga risiko tinggi karena sesuai dengan motto investasi high risk high return. Karena itu, investor RDT harus membaca saksama prospektus RDT dan berdiskusi dengan manajer investasi RDT. Pada sisi lain, investor RDT kelihatannya tidak berubah setiap saat seperti reksa dana lain yang umum beredar di masyarakat.

RDT bisa dimanfaatkan berbagai pihak dalam rangka mengembangkan proyek tertentu, seperti pemerintah daerah yang ingin membangun proyek air minum. Pemda bekerja sama dengan manajer investasi untuk membuat reksa dana di mana perusahaan air minum menerbitkan obligasi yang dibeli reksa dana tersebut. Investor RDT dapat juga pemda atau pemilik dana yang ingin membantu daerahnya atau juga bank dan lembaga asuransi.

Saatnya RDT diterbitkan pihak berkepentingan karena mempunyai tujuan sangat mulia. Pembangunan daerah akan lebih cepat dilakukan bila RDT bisa muncul secepatnya. Mudah-mudahan sangat bermanfaat dan selamat berinvestasi.

Kompas

Kutipan Ceramah Hari Raya Idul Adha tgl. 8 Des 2008 di Lapangan Parkir Pacuan Kuda - Pulomas

"Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Hakim Ibnu Hizam, Nabi Muhammad SAW bersabda: Wahai Hakim! Harta itu mempesona (dan semua orang akan selalu terpesona terhadapnya). Siapa yang mendapatkannya dengan cara dan hati yang baik, ALLAH SWT akan berkahi kekayaannya. Sebaliknya, barang siapa yang mendapatkannya dengan penuh kerakusan, ALLAH SWT tidak akan memberkahinya dan akan menjadikannya selalu berburu kekayaan. Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan bahwa, umat islam akan mengalami kehancuran bila memperebutkan kekayaan dengan cara-cara negatif, tidak sehat dan bersifat menghancurkan".

Komentar: "Apa artinya ini semua, terutama untuk pebisnis muslim, mencapai kekayaan setinggi-tingginya adalah halal tetapi dengan cara yang halal dan benar."

Sunday, December 7, 2008

[Bagian 98 dari 100] New Wave Marketing: Pangea Day: When the World Becomes One

Minggu, 7 Desember 2008 | 07:16 WIB

By sharing stories, we’ve started the process of turning strangers into friends.” Itulah yang dikatakan Jehane Noujaim, seorang sutradara Amerika kelahiran Mesir, yang juga merupakan penggagas Pangea Day.

Apa itu Pangea Day? Pangea Day merupakan acara multimedia yang diselenggarakan di enam kota sekaligus: Kairo, London, Los Angeles, Mumbai, Rio de Janeiro, dan Kigali (ibu kota Rwanda). Selama empat jam pada 10 Mei 2008 lalu, keenam kota tersebut secara simultan menyelenggarakan pemutaran film, pementasan musik, dan menampilkan pidato dari sejumlah tokoh terkemuka.

Hebatnya, keseluruhan program ini disiarkan secara langsung dalam tujuh bahasa kepada jutaan orang lewat media televisi, Internet, dan telepon seluler! Acara ini bertujuan untuk menyatukan jutaan orang di seluruh dunia melalui sebuah pengalaman bersama yang unik. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih baik antara tiap-tiap manusia yang terdiri dari berbagai bangsa, budaya, dan bahasa.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Saturday, December 6, 2008

[Bagian 97 dari 100] New Wave Marketing: The Era of Internet Presidency

Sabtu, 6 Desember 2008 | 16:29 WIB

PEMILIHAN Presiden Amerika Serikat sudah usai. Barack Obama sudah terpilih menjadi Presiden AS periode 2008-2012 dan akan dilantik pada 20 Januari 2009. Ada satu catatan yang menarik bagi saya dari Pilpres Amerika kali ini, yaitu bagaimana pentingnya peranan internet, terutama Web 2.0 dan social networking, sebagai media kampanye. Ini menandai era baru pemanfaatan media dalam sejarah kepresidenan di Amerika.

Dulu, pada masa kepemimpinannya, Franklin D Roosevelt (FDR) memanfaatkan radio untuk menjelaskan kebijakan New Deal-nya kepada warga Amerika. Sepanjang tahun 1933 sampai 1944, pidato radio FDR yang dikenal sebagai fireside chats ini mampu membangkitkan semangat kepada warga Amerika yang sedang dilanda the great depression dan disusul Perang Dunia Kedua.

Belasan tahun kemudian, pada September dan Oktober 1960, John F Kennedy (JFK) dan Richard Nixon melakukan debat kepresidenan untuk pertama kalinya di televisi. Hasilnya? Menurut penonton televisi, JFK yang menang. Namun, menurut pendengar radio, Nixon-lah yang menang atau setidaknya seri.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Friday, December 5, 2008

[Bagian 96 dari 100] New Wave Marketing: "We are the World": by USA for Africa

Jumat, 5 Desember 2008 | 09:24 WIB

There comes a time, when we need a certain call. When the world, must come together as one.” Anda tahu lirik lagu ini? Itulah lirik pembuka dari lagu “We are the World” yang sangat populer pada tahun 1985. Lagu ini dinyanyikan secara keroyokan oleh para musisi ternama dunia, mulai dari Michael Jackson, Bob Dylan, Stevie Wonder, Tina Turner, Bruce Springsteen, Paul Simon, Kenny Rogers, dan masih banyak lagi.

Lagu ini melodinya indah, liriknya juga sederhana dan mudah diingat. Karakter vokal yang unik dari para musisi ternama ini mampu membuat harmonisasi suara yang indah, sehingga masih terngiang-ngiang di telinga kita sampai saat ini walaupun sudah lebih dari 20 tahun.

Proyek yang digarap oleh Quincy Jones ini bertujuan untuk mengumpulkan dana dalam rangka membantu upaya pemberantasan kelaparan di Ethiopia. Pada tahun 1984-1985 itu Ethiopia memang sedang mengalami tragedi kemanusiaan kekurangan pangan akibat musim kering yang berkepanjangan.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Thursday, December 4, 2008

Become A Writer First To Create Your Own Ebook?

Become a writer first to create an ebook ? I don't think so.

Firstly, you must have a passion (desire) with something...secondly focus on your daily routine jobs/activities....thirdly...you want to add something pals!.....please!.....

[Bagian 95 dari 100] New Wave Marketing: IBM Rochester: High-Tech High-Touch Collaboration

Kamis, 4 Desember 2008 | 07:16 WIB

Masih ingat kisah saya soal Mayo Clinic? Nah, kali ini saya mau cerita soal kunjungan saya ke fasilitas IBM di kota yang sama dengan lokasi Mayo Clinic itu, yaitu di Rochester, di negara bagian Minnesota, Amerika. Gedung IBM Rochester ini sendiri oleh karyawan IBM dijuluki sebagai ”Blue Zoo”. Hal ini karena gedungnya dipenuhi panel-panel berwarna biru, sesuai warna korporat IBM.

Di sinilah terdapat fasilitas manufaktur, rekayasa, dan pendidikan dari IBM. Anda tahu sistem komputer AS/400? Nah, di IBM Rochester inilah tempat pembuatannya. Kapasitas produksi di sini memang sangat besar, sehingga kalau dijadikan perusahaan terpisah bisa menjadi produsen komputer terbesar ketiga di dunia!

Saya sangat terkesan dengan persiapan dan layanan yang diberikan. Nama saya sudah dipasang di papan nama di briefing room dan di gedungnya. Juga sudah ada material presentasi yang disiapkan untuk saya.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Wednesday, December 3, 2008

[Bagian 94 dari 100] New Wave Marketing: InnoCentive: Crowdsourcing for Solutions

Rabu, 3 Desember 2008 | 07:18 WIB

ANDA ingin mengembangkan produk baru namun tidak punya biaya untuk melakukan risetnya? Jangan khawatir. Anda bisa meminta bantuan dari para peneliti di seluruh dunia dengan biaya yang relatif terjangkau. Caranya? Daftar saja ke InnoCentive di www.innocentive.com. Di situ Anda bisa mengutarakan permasalahan Anda, ajukan berapa nilai kompensasi yang mau Anda berikan untuk orang yang bisa menyelesaikannya, dan nanti orang akan berduyun-duyun menghubungi Anda dengan tawaran solusi dari mereka.

Ya, InnoCentive yang diluncurkan pada tahun 2002 ini merupakan situs yang menjadi mediator antara pihak-pihak yang menghadapi suatu masalah (disebut “Seekers”) dan orang-orang yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah tersebut (“Solvers”).

Setiap orang, di mana pun ia berada asal punya akses Internet, dapat bergabung ke Innocentive ini, baik sebagai Seekers maupun sebagai Solvers. Organisasi yang tercatat sebagai Seekers berasal dari perusahaan dari berbagai industri, institusi pemerintahan, dan organisasi nirlaba. Di lain pihak, sampai saat ini sudah tercatat ada 160 ribu Solvers dari 175 negara serta berasal dari 60 disiplin industri.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Tuesday, December 2, 2008

[Bagian 93 dari 100] New Wave Marketing: It's not Process anymore, It's Collaboration!

Selasa, 2 Desember 2008 | 07:22 WIB

ELEMEN terakhir dari Value Pemasaran, sekaligus elemen terakhir dari Sembilan Elemen Inti Pemasaran, adalah Proses. Proses adalah value enabler dari suatu perusahaan, karena hanya dengan adanya proses, kedelapan elemen inti pemasaran lainnya akan bisa berjalan dengan efektif dan efisien.

Secara garis besar, sebuah perusahaan melakukan tiga jenis proses dalam aktivitasnya. Yang pertama adalah Routine Delivery Order. Ini merupakan proses yang berlangsung secara rutin untuk menghantarkan produk atau servis kepada pelanggan. Proses ini menjadi tanggung-jawab Operational Managers. Lalu yang kedua adalah Customer Handling, yang merupakan proses yang terkait dengan penanganan layanan atau keluhan pelanggan. Ini merupakan tanggung-jawab Service Manager.

Dan, jenis proses yang ketiga adalah New Product Development. Di sini perusahaan melakukan proses mulai dari tahapan penggagasan (ideation) sampai ke penjualan ke pelanggan (commercialization) sebuah produk atau layanan baru. Yang bertanggung-jawab di sini adalah Brand/Product Manager.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Monday, December 1, 2008

[Bagian 92 dari 100] New Wave Marketing: Mayo Clinic: Dealing with Customer's Life

Senin, 1 Desember 2008 | 06:40 WIB

SEPERTI pernah saya ceritakan sebelumnya, sejak pertengahan Oktober sampai awal November lalu saya pergi ke Amerika. Di situ saya sempat melakukan general check-up di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika, dari tanggal 20 sampai 24 Oktober. Nah, selama di sinilah saya merasa takjub, betapa proses yang ditunjang dengan teknologi dan manusia (process, people, technology/PPT) menjadikan proses tersebut berlangsung horisontal. Tidak lagi terjadi silo-silo alias vertikal.

Ceritanya begini. Ada dokter koordinator yang namanya Salma Iftikhar, M.D. Setelah bertemu saya, ia kemudian memasukkan semua catatan kesehatan saya ke dalam komputer. Terus ia menentukan, tes apa saja yang harus dilakukan. Juga dokter spesialis apa saja yang harus saya temui. Hebatnya, setiap kali ada tes atau konsultasi, hasilnya bisa langsung masuk ke komputer. Sehingga semua dokter—yang merawat saya semuanya ada 5 dokter—bisa langsung melihat datanya. Komentar mereka juga bisa dimasukkan ke komputer.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Sunday, November 30, 2008

"Beternak" Uang di Bank

Minggu, 30 November 2008 | 02:02 WIB

Elvyn G Masassya/Praktisi Keuangan

Seandainya sebuah bank kalah kliring dan itu terjadi di saat lembaga penjamin simpanan atau LPS belum ada, bisa dipastikan pemilik dana akan berbondong-bondong menarik dana mereka. Tetapi, kini pemerintah melalui LPS menjamin dana masyarakat hingga Rp 2 miliar.

Namun, lepas dari itu, di hati pemilik dana tetap saja ada rasa was-was, apakah menyimpan dana di bank masih aman, bagaimana jika dana lebih besar dari Rp 2 miliar, perlukah memindahkan dana ke luar negeri atau ke bank asing?

Bank, hakikatnya lembaga perantara yang meminjam dana dari masyarakat yang ”kelebihan” uang dan meminjamkan kembali kepada yang ”kekurangan” uang.

Kepada masyarakat yang menyimpan dana, bank memberi imbalan bunga dan kepada yang meminjam dikenakan biaya bunga. Selisih dari bunga pinjaman dan bunga dana merupakan hak bank yang dipakai menutup biaya operasional dan sisanya menjadi laba.

Di sisi lain, bank juga memberi kemudahan melakukan transaksi pembayaran antara satu pihak dan pihak lain. Dengan fungsi seperti itu, bank berperan sangat signifikan terhadap pergerakan ekonomi. Di sisi lain, eksistensi bank juga dipengaruhi kondisi perekonomian. Jadi, seperti hubungan timbal balik yang saling memberi pengaruh dan ketergantungan.

Contoh konkret ketergantungan dan saling pengaruh terhadap perekonomian bisa dilihat ketika dunia dilanda krisis keuangan global. Khusus bagi Indonesia, kondisi kurang baik itu direspons dengan formula berbeda dari negara lain.

Di negara lain suku bunga diturunkan ke tingkat sangat rendah agar sektor riil tetap meminta kredit bank dan ujungnya memompa permintaan masyarakat. Alasannya, di negara tersebut, termasuk Amerika Serikat, ekonomi mengarah ke deflasi, yaitu kondisi di mana inflasi minus akibat rendahnya daya beli.

Di Indonesia, tingkat bunga malah dinaikkan. Dasar pemikirannya mencegah inflasi dan jatuhnya nilai tukar rupiah. Akibatnya, suku bunga bank juga akan tinggi.

Bagi pemilik dana, ini tentu menguntungkan karena imbal hasil dana di bank akan cukup besar. Tetapi, bagi para peminjam, suku bunga tinggi jelas menjadi beban.

Lantas apa hubungannya dengan urusan ”beternak” uang di bank? Jelas ada. Pertanyaan paling awal, ”apakah menyimpan uang di bank masih aman”, dapat dikaitkan dengan tingkat bunga bank.

Jika sebuah bank menawarkan bunga jauh di atas bank-bank lain, maka Anda perlu ”curiga”. Apalagi, kalau bank itu berani menawarkan bunga di atas tingkat bunga penjaminan. Paling tidak itu merupakan indikasi bank tersebut tengah dalam guncangan likuiditas.

Lalu, kenapa terjadi masalah likuiditas? Di dalam konsep pengelolaan bank, ada formula asset liability management. Dengan formula ini, pengelola bank mesti mampu mengatur kondisi aset dikaitkan dengan kewajiban kepada pemilik dana. Termasuk, misalnya, kalau dana yang dihimpun bersifat jangka pendek, maka kredit yang diberikan juga mesti jangka pendek.

Kredit yang diberikan juga mesti lancar atau bisa dibayar kembali. Kalau macet, maka bank juga akan mengalami masalah di sisi kewajiban karena sumber untuk mengembalikan dana pihak ketiga menyangkut di debitor.

Dengan kondisi ini, bank juga bisa mengalami persoalan dana tunai (cash flow) dan kemudian berujung pada masalah likuiditas. Kondisi seperti itulah yang konon dialami sebuah bank yang saat ini berada dalam naungan LPS. Bank tersebut ditengarai memiliki aset berbentuk surat berharga senilai ratusan juta dollar dan tiba-tiba kreditornya tidak mampu membayar kembali ketika surat utang itu jatuh tempo.

Risiko bank

Mungkin Anda berpikir menyimpan dana di bank bisa sangat berisiko. Tidak juga. Benar, kondisi dan kinerja bank dipengaruhi kondisi perekonomian. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah siapa pengelola dan pemilik bank dimaksud. Bagaimana hubungan antara pengelolaan dan kepentingan pemilik.

Konkretnya, dari 130-an bank yang beroperasi di Indonesia, sebagian besar berada dalam kinerja yang baik dan dikelola profesional. Bahkan kalau mau jeli, sebenarnya 85 persen pangsa pasar perbankan nasional hanya dikuasai 15 bank.

Jadi, jika Anda meyakini pengelola bank pilihan Anda adalah profesional, maka kendati tidak ada LPS, dana yang Anda simpan akan tetap aman dan bahkan bisa memberikan hasil yang bagus. Kok bisa?

Bisa jika bank mampu melakukan efisiensi sehingga selisih antara biaya dana dan bunga kredit tidak terlalu besar.

Bagaimana melihatnya? Cermati rasio keuangan bank tersebut. Kalau tingkat bunga kreditnya tidak terlalu tinggi, tingkat bunga dananya juga moderat, tetapi ROA (perbandingan antara laba dan aset) dan ROE (perbandingan antara laba dan modal) tinggi, maka bank tersebut tergolong layak dipilih.

Kesimpulannya, menempatkan dana di bank tetap merupakan salah satu pilihan investasi. Tinggal lagi, bagaimana memilih bank yang benar. Belum tentu bank-bank yang dimiliki asing lebih baik dari bank lokal, apalagi kalau bank asing itu tidak jelas reputasinya. Oleh karena itu, memahami siapa yang memiliki bank juga merupakan aspek kritis yang perlu dicermati.

Singkatnya, yang jauh lebih penting adalah siapa yang mengelola bank dan siapa pemilik bank tersebut. Jika Anda jitu mencermati hal tersebut, maka bukan saja simpanan di bank akan aman, tetapi juga Anda akan memperoleh pelayanan memuaskan dan imbal hasil menggairahkan. ***

Kompas

[Bagian 91 dari 100] New Wave Marketing: Changi: The Destination Airport

Minggu, 30 November 2008 | 05:26 WIB

ANDA sudah pernah keliling-keliling Bandara Changi? Kalau belum, saya sarankan kalau kebetulan Anda pergi ke Singapura, coba luangkan waktu untuk jalan-jalan di situ. Bandara Changi ini buat saya bukan sekadar bandara, namun lebih mirip sebuah kawasan wisata.

Dari dalam kota Singapura, ke bandara ini paling enak naik mass rapid transit (MRT). Murah, cepat, dan nyaman. Lalu, begitu sampai di stasiun MRT Changi, Anda tinggal naik eskalator yang cukup tinggi ke Terminal 2 (T2). Nah, penjelajahan Anda bisa dimulai. Dari sini Anda bisa keliling-keliling T2, Terminal 1 (T1) atau Terminal 3 (T3).

Baiklah, kita ke T3 yang umurnya belum segenap setahun. T3 ini dibuka pada 9 Januari 2008 yang ditandai dengan kedatangan pesawat Singapore Airlines dari San Francisco, Amerika. Dari T2 atau T1, Anda bisa menuju ke T3 ini dengan menggunakan Skytrain yang beroperasi dari jam 5 pagi sampai jam setengah tiga dini hari.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Saturday, November 29, 2008

[Bagian 90 dari 100] New Wave Marketing: It's not Service anymore, It's Caring!

Sabtu, 29 November 2008 | 12:47 WIB

Services dominate the expanding world economy as never before, and nothing stands still. Itulah yang dikatakan kedua sahabat saya, almarhum Prof. Christopher Lovelock dan Prof. Jochen Wirtz. Mereka berdua menekankan pentingnya peranan servis dalam dunia bisnis saat ini.

Ya, Servis inilah yang merupakan elemen kedua dari Value Pemasaran untuk memenangkan heart share, selain merek dan proses. Yang dimaksud servis ini bukan sekadar layanan purna-jual (after-sales service), layanan pra-jual (before-sales service), atau layanan saat-jual (during-sales service). Servis juga bukan sekadar bicara soal nomor bebas pulsa bagi pelanggan, soal maintenance, atausoal customer service.

Bagi saya, Servis adalah value enhancer dari sebuah perusahaan. Servis adalah paradigma perusahaan untuk menciptakan sebuah value abadi bagi pelanggan melalui produk (“p” kecil) dan servis (“s” kecil). Jadi, Servis di sini mengacu kepada Servis dengan “S” besar, bukan “s” kecil. Inilah jawaban dari pertanyaan Peter Drucker, sang begawan manajemen, “What business are you really in?”. Satu-satunya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah, “We are in Service Business!” Jadi, hanya ada satu kategori bisnis, yaitu Bisnis Servis.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Friday, November 28, 2008

[Bagian 89 dari 100] New Wave Marketing: "Face/Off": When John Travolta Becomes Nicolas Cage

Jumat, 28 November 2008 | 07:17 WIB

Sudah pernah nonton film “Face/Off”?

Kalau belum, saya ceritakan sedikit soal film ini.

Film yang dibintangi oleh John Travolta dan Nicolas Cage ini berkisah tentang seorang agen FBI yang mencoba menghentikan upaya teroris untuk meledakkan bom biologis di Los Angeles. Pimpinan teroris ini bisa tertangkap, namun kondisinya dalam keadaan koma, sehingga FBI tidak bisa mendapatkan informasi tentang lokasi bom.

Maka, untuk mendapatkan informasi tentang lokasi bom ini, si agen FBI menyamar sebagai pimpinan teroris yang sedang koma tadi. Tujuannya untuk mendapatkan informasi dari saudara atau rekan-rekan teroris tadi, di mana letak bomnya.

Untuk penyamaran ini, si agen FBI melakukan operasi pada wajah dan suaranya sehingga sama persis dengan wajah dan suara si pimpinan teroris. Celakanya, pimpinan teroris tadi kemudian siuman dari komanya dan mengetahui apa yang terjadi. Maka, pimpinan teroris itu pun melakukan operasi pada wajah dan suaranya sehingga menjadi benar-benar mirip dengan si agen FBI.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Thursday, November 27, 2008

Perbankan Syariah Melaju Melintasi Guncangan, Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan Nasional (disadur dari Republika Online)

By Ramzi A. Zuhdi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia
Kamis, 27 November 2008 pukul 09:30:00

Tanya:
Bagaimana kondisi perbankan syariah di Indonesia di tengah krisis keuangan global yang sedang terjadi saat ini? Dan bagaimana prospeknya di tahun 2009 yang akan datang?

Jawab:
Sebagai sebuah negara yang perekonomiannya terbuka, Indonesia tak luput dari imbas dinamika pasar keuangan global. Termasuk pula imbas dari krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat, yang menerpa negara-negara lainnya, dan kemudian meluas menjadi krisis ekonomi secara global yang dirasakan sejak semester kedua tahun 2008. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada 2008 menjadi 3% pada tahun 2009. Perlambatan ini tentu saja pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor nasional, yang pada akhirnya berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Kemudian bagaimana dampak guncangan sistem keuangan global ini terhadap industri perbankan syariah di Indonesia? Eskposure pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global dan belum memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi; adalah dua faktor yang dinilai telah ''menyelamatkan'' bank syariah dari dampak langsung guncangan sistem keuangan global. Terbukti, selama tahun 2008 jaringan pelayanan bank syariah terus mengalami penambahan sebanyak 130 kantor cabang. Sehingga saat ini sudah ada 1.440 kantor cabang bank konvensional yang memiliki layanan syariah. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Jumlah BUS (Bank Umum Syariah) bertambah, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima BUS.

Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai akhir tahun 2008 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF, Net Performing Financing di bawah 5%). Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah selama tahun 2008 secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 17,6% dari triwulan ketiga tahun 2007 atau menjadi 42,9% pada triwulan ketiga tahun 2008. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.37,7 triliun. Sekali lagi industri perbankan syariah menunjukkan ketangguhannya sebagai salah satu pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang mencapai rata-rata 60% sejak dikembangkannya pada tahun 1992, perbankan syariah di Indonesia diperkirakan tetap akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2009.

Untuk tahun 2009 yang akan datang, perbankan syariah nasional diperkirakan masih akan berada dalam fase high-growth-nya. Optimisme tersebut didasarkan kepada asumsi, bahwa faktor-faktor yang mempercepat pertumbuhan industri perbankan syariah akan dapat dipenuhi, antara lain: realisasi konversi beberapa UUS (Unit Usaha Syariah) menjadi BUS (Bank Umum Syariah), implementasi UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai kepastian hukum berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah; implementasi UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN mampu memberikan semangat industri untuk meningkatkan kinerjanya, dukungan dari Amandemen UU Perpajakan sebagai kepastian hukum berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah melalui peran investor asing, iklim dunia usaha yang tetap kondusif di tengah aktivitas Pemilu, meningkatnya pemahaman masyarakat dan preferensi untuk menggunakan produk dan jasa bank syariah, serta realisasi penerbitan Corporate SUKUK oleh bank syariah untuk memperkuat base capital perbankan syariah.

Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai ''lebih dari sekedar bank'' (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, kita yakin bahwa di masa-masa mendatang akan semakin tinggi minat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bank syariah. Dan pada gilirannya hal tersebut akan meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional, bersama-sama secara sinergis dengan bank konvensional dalam kerangka Dual Banking System (sistem perbankan ganda) Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Republika Online

Iklan di Media "Online" Bakal Tumbuh 23 Persen

Kamis, 27 November 2008 | 13:45 WIB

SANUR, KAMIS — Peluang besar terbuka lebar bagi media online dunia. Tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Zenith Optimedia, iklan internet dunia diprediksi bakal bertumbuh 23 persen per tahunnya pada kurun 2007 hingga 2010.

Dari data yang sama, dapat diketahui pula, nantinya hanya iklan luar ruangan atau outdoor yang akan mengalami kenaikan pangsa pasar dalam pemasangan iklan. Sementara itu, media lain, seperti surat kabar, majalah, televisi, dan radio mengalami penurunan. "Penurunan terparah bakal dialami oleh surat kabar," kata Handhi S Kentjono, CEO MNC Sky Vision, pada acara seminar nasional bertajuk "New Media: Akhir Media Konvensional?" yang berlangsung hari ini di Sanur Beach, Bali.

Handhi mengatakan, hal tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, jumlah pengguna internet dunia dalam delapan tahun terakhir melonjak tajam, 305 persen. Catatan saja, pada tahun 2000, jumlah pengguna internet dunia hanya sekitar 360,9 juta. Namun, tahun ini jumlahnya sudah mencapai 1,4 miliar orang.

Di Indonesia sendiri dalam kurun waktu yang sama terjadi kenaikan jumlah pengguna internet sebesar 145 persen dari 1,9 juta menjadi 27,5 juta.

Selain alasan tadi, ada juga beberapa faktor lain yang menyebabkan besarnya peluang pasar internet. "Saat ini ada konvergensi konsumen. Mereka dapat memilih media seperti apa yang ingin mereka konsumsi kapan pun dan di mana pun. Pilihannya ya jatuh pada internet," tuturnya.

Hal ini dibenarkan oleh Agung Adiprasetyo, CEO Kelompok Kompas Gramedia. Agung menambahkan, internet juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media lain. Beberapa di antaranya target audience yang luas, segmen audience yang beragam, hingga dapat diakses seharian penuh.

Nah, adanya faktor-faktor tadi membuat peluang iklan di internet terbuka lebar. Tinggal bagaimana seseorang melihat potensi itu dan memanfaatkannya dengan baik.

Kompas

[Bagian 88 dari 100] New Wave Marketing: "Citizens" or "Criminals"?: The BBC World Case

Kamis, 27 November 2008 | 07:22 WIB

“Citizens” atau “Criminals”? Itulah kalimat yang tertera pada sebuah billboard di kawasan Times Square, New York, Amerika pada pertengahan 2007 lalu. Di tengah-tengah billboard itu ada gambar sekelompok pemuda imigran ilegal dari Meksiko yang sedang berhadapan dengan sejumlah polisi.

Rupanya ini adalah billboard dari BBC World yang dipasang sebagai bagian dari kampanyenya di Amerika. Billboard ini memang cukup unik karena melibatkan orang yang melihat billboard ini untuk menentukan, apa makna gambar tadi bagi mereka.

Jadi, kalau para pemuda Meksiko tadi dianggap sebagai warganegara, audiens billboard ini bisa mengirim SMS dengan angka “01” ke nomor 47647. Sementara kalau dianggap kriminal, SMS yang dikirim angkanya “02”. Di billboard tadi juga ada display digital yang menunjukkan berapa banyak suara (vote) yang masuk untuk masing-masing pilihan secara real time.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Mereka Bicara Prospek Pasar Modal 2009

Selasa, 25 November 2008 | 15:57 WIB

Apa dan bagaimana prospek investasi di pasar modal Indonesia tahun 2009 di tengah krisis global yang masih berlangsung dan memengaruhi juga Indonesia? Berikut komentar empat pengamat dan praktisi pasar modal.

Habis Gelap Terbitlah Terang

Felix Sindhunata

Felix Sindhunata yakin setiap kejatuhan bursa selalu dipicu kepanikan dan irasional pasar. Namun, seiring berjalannya waktu, kepanikan itu akan memudar dan pelaku pasar akan mulai beralih ke faktor fundamental sebagai dasar untuk menilai prospek suatu saham. Ia percaya, pepatah ”habis gelap terbitlah terang” berlaku di pasar modal mana pun di seluruh dunia. Hanya saja, tidak satu analis pun mampu memprediksi titik balik pasar secara akurat.

Felix, yang saat ini bekerja di Deloitte Konsultan Indonesia, melihat industri pertambangan batu bara berprospek paling baik dalam beberapa tahun ke depan. Terlepas dari potensi mundurnya target waktu penyelesaian pembangkit listrik dalam crash program 10.000 megawatt, permintaan batu bara diperkirakan tetap tinggi dalam beberapa tahun mendatang. Di sisi lain, pemerintah juga dilihat akan merealisasikan crash program ini sebagai prasyarat dasar untuk konsistensi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Pembangkit listrik tenaga uap yang selesai dibangun akan konsisten membutuhkan batu bara selama beroperasi.

Menurut Data Monitor, lanjut Felix, volume pasar batu bara Asia tahun 2012 akan mencapai 5,7 miliar ton, tumbuh 62,4 persen dari tahun 2007. Pertumbuhan permintaan batu bara oleh PLTU tumbuh dari 15,2 juta ton pada tahun 2003 menjadi 31,4 juta ton tahun 2007. Dalam dua hingga tiga tahun ke depan diperkirakan 50 juta ton batu bara dibutuhkan untuk PLTU yang dioperasikan PLN. Pembangkit listrik swasta diperkirakan membutuhkan 46 juta ton batu bara. Kebutuhan listrik Jawa-Bali dari tahun 2008 hingga 2015 diperkirakan tumbuh rata-rata 9,6 persen per tahun, sedangkan di luar Jawa Bali tumbuh 17,3 persen per tahun. ”Berdasarkan data ini kita dapat melihat seberapa besar prospek industri pertambangan batu bara di Tanah Air,” kata Felix.

Dalam kondisi seperti saat ini, Felix mengatakan, penting bagi investor untuk memiliki fleksibilitas dalam jangka waktu investasi, rasionalitas investasi yang baik dengan selalu melihat sektor industri yang prospeknya baik, serta kejelian memilih saham berfundamental baik. Hal penting yang juga harus diingat, semua investasi pasti mengandung risiko sehingga jangan menggunakan dana-dana untuk kebutuhan jangka pendek, seperti dana pernikahan dan sekolah anak-anak untuk berinvestasi. (Pandangan ini merupakan pendapat pribadi)

Sebuah Potensi Raksasa

Poltak Hotradero

Tidak ada segmen ekonomi Indonesia yang memiliki terpaan global paling luas selain pasar modal,” kata Poltak Hotradero, Kepala Riset Recapital Securities. membuka pandangannya. Dia melihat, ekonomi riil yang terpuruk dibumbui rentetan ledakan bom dari tahun 2002-2005 tetap tak mampu mencegah harga saham menguat. Namun, saat ekonomi global terpuruk, sementara ekonomi Indonesia mencapai tingkat pertumbuhan terbaik sejak krisis, indeks harga saham gabungan (IHSG) justru terpuruk.

Prognosis inilah dijadikan Poltak sebagai landasan meninjau prospek pasar modal tahun 2009. Menurut dia, perlambatan ekonomi global akan menyeret turun volume arus modal dunia. Turut pula terpengaruh kebutuhan bahan mentah, baik hasil tambang maupun perkebunan, yang dalam lima tahun terakhir ini menjadi andalan bursa saham. Pada tahun 2009, pasar modal akan mengalami proses ”normalisasi” pertumbuhan dan valuasi.

Beberapa sektor yang sedemikian lekat dan menjadi refleksi ekonomi Indonesia di mata investor global, di antaranya sektor infrastruktur, perbankan, dan produk konsumer. Infrastruktur akan dirangsang tumbuh lewat peningkatan belanja pemerintah pascaturunnya harga minyak bumi dan menciutnya pos subsidi.

Di sub-sektor telekomunikasi akan terjadi konsolidasi bisnis. Pemain lemah akan dipaksa merger atau diakuisisi demi efisiensi kinerja modal. Jumlah pemain akan berkurang, tetapi kue masih akan terus membesar di sub-sektor ini.

Di sektor perbankan, pertumbuhan kredit akan menurun tajam memengaruhi pertumbuhan laba. Namun, exposure terbatas perbankan atas produk keuangan beracun dari luar, dibarengi tingginya potensi pertumbuhan organik (volume kredit di Indonesia baru 25 persen PDB) dan posisi permodalan bank yang lebih baik, akan membuat sektor ini tetap menarik bagi investor global.

Sektor produk konsumer akan menjadi strategi ”hedging” terakhir bila kedua sektor tadi terganggu. Dalam kasus perlambatan akut, investor global tentu tidak melupakan bahwa dua pertiga ekonomi Indonesia adalah konsumsi dan konsumsi primer tetap jadi prioritas bagi 230 juta lebih penduduk Indonesia. ”Sebuah potensi raksasa,” kata Poltak.

Defensif

Robert Nayoan

Analis ini memperkirakan arah pergerakan indeks saham di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 akan berada pada fase konsolidasi. Strategi investasi paling baik adalah investasi pada sektor yang cenderung defensif, memiliki fundamental baik, termasuk dalam kategori income stock yang konsisten membagikan dividen, serta sektor-sektor yang memiliki beta sama dengan atau lebih kecil dari satu. Sektor-sektor yang dinilai memenuhi persyaratan itu, antara lain, sektor telekomunikasi, infrastruktur, dan barang konsumsi.

Menurut pengamat pasar modal ini, tiga faktor yang memengaruhi pergerakan indeks harga saham di BEI akan berada dalam tahap konsolidasi, yaitu pergerakan indeks saham di bursa Amerika Serikat dan regional, tingkat suku bunga Bank Indonesia, serta harga komoditas. Pada tahun 2009, sikap pesimistis investor global terhadap krisis keuangan di AS masih akan mendominasi pergerakan indeks di seluruh dunia. Namun, karena level penurunannya sudah sangat dalam, diperkirakan indeks global dan regional akan berada pada fase konsolidasi atau cenderung bergerak sideways (datar). Tingginya ketergantungan pasar modal Indonesia terhadap bursa global dan regional mengakibatkan fase konsolidasi juga akan mewarnai pergerakan saham dalam negeri.

Mengenai tingkat suku bunga, Robert Nayoan, Fund Manager PT Brahma Capital, memperkirakan BI akan memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan. Ruang itu terbuka karena tingkat inflasi dalam negeri tahun 2009 akan terkendali menyusul turunnya harga berbagai komoditas. Selain inflasi yang terkendali, tren penurunan suku bunga BI juga didukung tren penurunan suku bunga acuan global. Tren ini selanjutnya akan menggerakkan sektor riil serta menjadi sentimen positif bagi pergerakan IHSG.

Terkait dengan komoditas, Robert melihat profitabilitas emiten sektor komoditas tahun depan akan menurun seiring penurunan harga komoditas belakangan ini. Di sisi lain, penurunan harga komoditas masih dapat terimbangi dengan tingginya permintaan akan produk-produk komoditas. Laba emiten sektor komoditas (pertambangan dan perkebunan) diperkirakan masih tumbuh, tetapi tak sedahsyat pertumbuhan laba tahun-tahun sebelum krisis atau sebelum terjadi penurunan harga komoditas. (Pandangan ini merupakan pendapat pribadi)

Infrastruktur sebagai Kekuatan

Pardomuan Sihombing

Secara spesifik, analis ini tidak merekomendasikan saham sektor apa yang paling menarik tahun 2009. Dia lebih banyak menyoroti langkah-langkah antisipasi yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak krisis di Amerika Serikat terhadap perekonomian Indonesia.

Krisis yang terjadi di AS, katanya, akan berdampak pada perlambatan ekonomi dunia. Selanjutnya akan menekan ekspor Indonesia yang dapat berdampak pada penurunan kinerja ekonomi dalam negeri secara keseluruhan. Untuk itu, pemerintah harus mengantisipasinya dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menstimulus pertumbuhan ekonomi.

Salah satunya adalah investasi pada infrastruktur. Berkaca dari pengalaman negara berkembang yang menjadi maju karena pembangunan berbagai proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan, listrik, telekomunikasi, dan lainnya. Pembangunan infrastruktur ini, kata Kepala Riset Paramitra Alfa SekuritasPardomuan Sihombing, akan berdampak sangat luas, seperti masuknya investasi asing, mengurangi beban masyarakat dan perusahaan, menyerap tenaga kerja, dan memberikan multiplier efek bagi berbagai macam industri, seperti semen, baja, dan otomotif. Yang lebih penting dari itu adalah menjaga daya beli masyarakat.

Mengapa? Ketika masyarakat tidak punya daya beli, perusahaan tidak hidup dan ekonomi tidak berjalan. Untuk menjaga daya beli masyarakat itulah pemerintah harus segera merealisasi proyek-proyek infrastruktur yang sudah lama ditunda. Ini juga perlu karena, di sisi lain, kita tidak bisa berharap banyak terhadap pasar global.

”Saham-saham yang berkaitan dengan sektor infrastruktur tentu menarik bila pemerintah juga melihat bahwa suplemen yang kita butuhkan untuk bertahan dan bangkit dari situasi saat ini adalah pembangunan infrastruktur,” kata Pardomuan. (Reinhard Nainggolan)

Kompas

Wednesday, November 26, 2008

Media Online Efektif untuk Marketing dan PR

Rabu, 26 November 2008 | 12:23 WIB

JAKARTA, RABU - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat turut memicu kelahiran media baru, dan mengubah gaya hidup masyarakat dalam memeroleh informasi. Jika dahulu orang mendapatkan informasi dengan membaca koran di pagi hari, saat ini seseorang mulai terbiasa untuk mendapatkan informasi di manapun, kapanpun, dan dengan apa pun.

Demikian disampaikan oleh Redaktur Senior Kompas Ninok Leksono dalam diskusi pemanfaatan media online, Rabu (26/11) di Museum Bank Indonesia, Jakarta. Menurutnya, media baru tersebut bersifat instant, interaktif, dan berlingkup global tanpa terkendala batas-batas geografi."Media baru ini dapat menjadi media efektif untuk marketing dan PR. Untuk menjadikannya sebagai media yang baik, maka media tersebut harus dikerjakan secara reguler, sistematik, serta proaktif. Selain itu, kegiatan online juga harus didukung oleh kegiatan offline karena masyarakat Indonesia masih memerlukan tatap muka," ujar Ninok.

Sementara itu, konsultan Brand dan Etnografer Amalia E. Maulana mengatakan, tantangan utama para markerter di tengah-tengah pesatnya kemajuan teknologi adalah semakin pintarnya para pelanggan, dan semakin banyaknya pilihan yang ada, sehingga sulit mendapatkan loyalitas dari mereka."Saat ini, customer semakin canggih. Sebelum memutuskan membeli suatu produk, mereka mulai mencari-cari informasi di internet, membaca product reviev dari customer lainnya, bukan dari produsen," ujar Amalia.

Dengan demikian, para markerter perlu mengubah strategi pemasaran yang lebih menitikberatkan kepada kedekatan hubungan dengan customer, dan lebih banyak melakukan dialog, sehingga internalisasi pesan dapat benar-benar sampai. "Jika dulu belanja iklan hanya dialokasikan untuk media-media besar, saat ini para markerter juga mengalokasikan dana iklan untuk segmented media," kata Amalia.

Khusus untuk media online, kata Amalia, pengelola harus dapat memberikan sense of community guna menciptakan pengunjung setia. Hal ini misalnya dapat diwujudkan dengan membentuk forum diskusi. Selain itu, media online tersebut harus memiliki navigasi yang mudah sehingga dapat memberikan kenyamanan (convenience) kepada pengunjung.


HIN

Kompas

[Bagian 87 dari 100] New Wave Marketing: It's not Brand anymore, It's Character!

Rabu, 26 November 2008 | 07:18 WIB

TAHUKAH Anda, dari mana istilah opera sabun (soap opera) itu muncul? Ternyata istilah ini mulai ada sejak tahun 1930-an. Waktu itu Procter & Gamble (P&G) memproduksi dan mensponsori opera radio pertama. Nah, P&G ini sudah lama dikenal sebagai produsen sabun. Sabun Ivory misalnya, sudah dipasarkan P&G sejak tahun 1880-an. Pada tahun 1890-an, P&G bahkan sudah memproduksi lebih dari 30 jenis sabun.

Jadi, ketika P&G mensponsori opera radio tadi, orang pun lantas menyebutnya dengan istilah “opera sabun.” Opera radio ini memang ditujukan untuk ibu-ibu rumah tangga, sehingga disiarkan pada siang hari. Ketika televisi mulai populer pada tahun 1950-an sampai 1960-an, opera sabun ini pun pindah ke media televisi dan tetap secara rutin disponsori merek-merek dari P&G seperti deterjen ”Tide”, shampo ”Prell”, pasta gigi ”Crest”, pelembut pakaian ”Drowny”, atau popok bayi ”Pampers”.

Dengan mempopulerkan merek-mereknya secara massal seperti ini, maka bisa dibilang bahwa P&G-lah yang menjadi pelopor dalam konsep Brand Management.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Tuesday, November 25, 2008

[Bagian 86 dari 100] New Wave Marketing: Don't Forget the Heart Share!: The SQ006 Case

Selasa, 25 November 2008 | 07:12 WIB

MASIH ingat musibah yang menimpa maskapai penerbangan Singapore Airlines (SQ) sekitar 8 tahun lalu? Ketika itu, tepatnya tanggal 31 Oktober 2000 sekitar pukul 11 malam waktu setempat, pesawat Singapore Airlines Flight 006 (SQ006) mengalami kecelakaan fatal di Bandara Chiang Kai-Shek, Taiwan. Pesawat dengan rute Singapura - Los Angeles via Taiwan ini berada di runway yang salah ketika hendak lepas landas. Pesawat ini menabrak sejumlah perlengkapan konstruksi, termasuk ekskavator dan buldozer, yang ada di runway tersebut.

Inilah kecelakaan fatal pertama yang dialami SQ. Musibah ini menghancurkan pesawat Boeing 747-412 itu serta menewaskan 83 orang yang terdiri dari 79 penumpang dan 4 awak kabin. Secara keseluruhan sendiri ada 159 penumpang dan 20 awak kabin di pesawat itu.

Sejumlah hal disebutkan menyebabkan kecelakaan ini. Adanya masalah human error serta hujan badai dan pencahayaan yang kurang di sekitar bandara menyebabkan pesawat tersebut berada di jalur yang salah.

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Monday, November 24, 2008

[Bagian 85 dari 100] New Wave Marketing: The Hunt for the Pirates of the Caribbean: by Volvo

Senin, 24 November 2008 | 06:01 WIB

ANDA tentu tahu trilogi film “Pirates of the Caribbean”, bukan? Film yang dibintangi oleh Johnny Depp, Orlando Bloom, dan Keira Knightley ini memang termasuk salah satu film tersukses dalam sejarah. Secara keseluruhan, ketiga filmnya menghasilkan 2,7 miliar dollar AS!

Rupanya kesuksesan franchise film ini menarik perhatian Volvo. Pada Mei 2007 lalu, untuk mempromosikan produk terbarunya, Volvo XC90 SUV, produsen otomotif asal Swedia ini meluncurkan program yang disebut “The Hunt”. Waktunya memang sengaja berdekatan dengan peluncuran seri terakhir dari trilogi film tadi yang berjudul “Pirates of the Caribbean: At World’s End” yang ditayangkan mulai 25 Mei 2007.

“The Hunt” ini secara garis besar adalah kompetisi adu kepintaran dan adu cepat, di mana pemenangnya akan mendapatkan hadiah emas senilai 50 ribu dollar AS dan sebuah mobil Volvo XC 90!

bersambung...

Hermawan Kartajaya

Kompas

Sunday, November 23, 2008

Dari "Blog" Menjemput Peluang

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG / Kompas Images
Minggu, 23 November 2008 | 03:00 WIB

Ninuk Mardiana Pambudy & Budi SUwarna

”Hi, I am Trinity, an ordinary woman in Jakarta who loves traveling. This is my journal and thoughts collected from my trips around the globe and across my lovely country, Indonesia.”

Itu catatan identitas pemilik blog yang namanya tidak kalah membangkitkan keingintahuan, naked-traveler.blogspot.com.

”Sengaja saya memakai nama Trinity, nama yang mengingatkan pada tokoh film Matrix, untuk menarik minat dan diklik orang ketika mereka mencari pakai mesin pencari,” kata Perucha, pemilik situs tersebut.

Menurut Trinity, begitu dia lebih suka disebut, tidak mungkin pakai nama perempuan, misalnya, Yanti, karena orang biasanya tidak akan mencari nama itu dalam mesin pencari.

Nama blog-nya juga provokatif. Naked, dari bahasa Inggris, yang artinya telanjang. Tetapi, seperti ditulis Trinity di blog-nya, tidak ada ketelanjangan di sana.

Pasti bukan karena nama yang provokatif dan mengundang imajinasi nakal itu yang membuat orang datang ke blog tersebut yang sampai Sabtu petang lalu sudah diklik 279.262 pengunjung.

Cerita perjalanan dengan sentuhan pribadi dalam blog yang dibuat mulai tahun 2006 itu memang menarik. Simak judul You.Me.Marry, misalnya. Trinity bertutur tentang pengalamannya sebagai traveler perempuan yang bepergian dengan sesama teman perempuan, berulang kali diajak menikah oleh lelaki berkulit hitam. Entah di Roma, Italia, atau di Amerika. Mulai dari cara merayu sampai digotong lelaki kulit hitam untuk dipaksa menikah dituturkan Trinity di situ.

Bernilai ekonomi

Dari awalnya hanya sebagai cara mencurahkan berbagai pengalaman selama berkelana, akhirnya blog yang populer itu mengilhami lahirnya buku.

”Ada 70 cerita yang di-copy-paste dari cerita tahun 2005-2006 dalam blog saya menjadi buku The Naked-Traveler,” kata Trinity. Buku terbitan Bentang Pustaka tahun 2007 itu sudah dua kali cetak ulang dengan jumlah 30.000 buku.

Pengalaman mirip juga berlaku pada Raditya Dika (23). Mahasiswa semester V Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia membangun blog pribadi kambingjantan.com sejak 2002. Blog ini berisi pengalaman sehari-hari yang dia tuliskan secara lucu.

Tak dinyana blog ini menarik banyak pengunjung dan mendapat penghargaan The Best Indonesian Blog dari blog theflyingchair.net yang rajin memberi peringkat pada blog di berbagai negara.

Popularitas blog kambingjantan lalu menarik minat penerbit Gagas Media tahun 2005 menerbitkan buku yang memakai judul sama dan isinya diambil dari blog.

Bukunya pun tak kalah laku. Raditya memperkirakan tahun ini buku itu telah dicetak 19 kali dan memberi dia royalti lebih dari Rp 100 juta.

Pembangkitan nilai ekonomi yang tidak direncanakan dari awal juga terjadi pada blog ndorokakung.com milik blogger senior, Wicaksono.

Meskipun disampaikan secara ringan, blog itu memberi informasi seputar dunia politik, kebanyakan isu dalam negeri. Komentar terbarunya antara lain tentang blog kartun Nabi Muhammad SAW yang membuat banyak orang marah. Tidak seperti dugaan banyak orang, menurut ndorokakung.com kartun itu sudah muncul beberapa bulan. Kehebohan meledak setelah media arus utama mengangkatnya sebagai berita.

Cara mengisi blog yang konsisten, informasinya dapat dipercaya dan selalu diperbarui, serta disajikan ringan membuat blog Wicaksono memiliki banyak pengunjung. Pemeringkatan yang dilakukan blog indonesiamatters.com menempatkan ndorokakung.com pada peringkat kelima blog terpopuler di Indonesia.

Pemeringkatan itu, menurut Wicaksono, dapat dipakai calon pemasang iklan menempatkan iklan mereka. Ndorokakung.com pun mendapat iklan meskipun belum ajek.

Nilai ekonomi yang muncul dari kegiatan kreatif ini dapat melebar ke arah yang semula tak dibayangkan pembuatnya. Cerita dalam dalam buku itu kini dijadikan film berjudul sama yang ditargetkan putar perdana di bioskop awal 2009.

Raditya menulis skenario film itu bersama Salman Aristo dengan sutradara Rudy Sujarwo. ”Saya tidak menjual putus cerita itu, tetapi menggunakan sistem royalti,” kata Raditya.

Alat pemasaran

Karena sifatnya yang menular seperti virus—mereka mengistilahkan viral communication—blog juga bisa ampuh sebagai alat pemasaran.

Iqbal Prakarsa membuat blog wetiga.com untuk mempromosikan warung angkringannya yang menjual nasi kucing—nasi dalam porsi mini—dan wedang jahe di Jalan Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pengunjung Warung Wedang Wi-fi (Wetiga) mendapat fasilitas internet gratis, tetapi harus bawa laptop sendiri.

Pengunjung Wetiga akan dipotret lalu fotonya dimasukkan dalam wetiga.com. Kiat itu berhasil dan warung yang baru buka malam sejak dua bulan itu beromzet rata-rata Rp 500.000-Rp 600.000 semalam.

Dengan cara itu pula kampanye Gerakan Seribu Buku Komunitas Blogger BHI (Bundaran Hotel Indonesia) berhasil mengumpulkan 1.500 buku. Salah satu penyumbangnya Dubes Amerika untuk Indonesia Cameron R Hume. Dubes Hume mendatangi warung angkringan itu dan dalam foto di wetiga.com terlihat ikut makan tempe.

Hak cipta

Meskipun memberi banyak peluang tak terduga, blog juga membawa risiko, yaitu pembajakan karya.

Raditya langsung menutup kambingjantan.com ketika menyadari potensi pembajakan itu setelah blog-nya ternyata bernilai ekonomi. Sebagai ganti, dia membuat raditya.com sebagai alat pemasaran untuk buku-buku dan filmnya.

Sementara Trinity tidak khawatir isi blog-nya dibajak dengan alasan bahasa, sudut pandang, serta lokasi yang diceritakan amat personal, sutradara film iklan, Iman Brotoseno (42), sempat jengkel karena blog-nya dimanfaatkan orang tanpa izin.

Lebih nekat lagi, informasi itu diterbitkan sebagai bagian dari buku. Ketika sedang berjalan-jalan di Jakarta, Iman menemukan buku berjudul Soekarno Uncensored, Benarkah Soekarno Lebih dari Soeharto?. Bab ”Akhir yang Tragis” di halaman 99-102 ternyata mengutip mentah-mentah tulisan dari blog Iman.

Iman mengaku terlalu sering tulisannya dalam blog dicomot tanpa izin. ”Tetapi, kali ini keterlaluan karena sampai dibuat buku. Saya hanya butuh pengakuan, seharusnya penulis buku itu mencantumkan sumbernya,” tandas pemilik blog imanbrotoseno.com. Setelah Iman mengirim surat teguran, penulis buku itu mengakui kekeliruannya dan menarik buku dari peredaran.

”Sebenarnya dunia maya juga terikat aturan hukum. Karya tulisan, gambar, atau film dilindungi oleh World Intellectual Property Organization sebagai hak kekayaan intelektual. Sama seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik Tahun 2008, perlindungan WIPO tidak dibatasi wilayah geografis,” jelas Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia Sylvia Sumarlin.

Nah, meskipun dunia maya memberi kebebasan seluas-luasnya, ternyata tetap ada etika dan aturan yang tidak bisa diabaikan.(IND)

Kompas